Newsletter

Stay Strong, India!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 May 2021 06:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia variatif pada perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, tetapi harga obligasi pemerintah naik dan nilai tukar rupiah menguat.

Sepanjang minggu lalu, IHSG melemah 0,35% secara point-to-point. Investor asing membukukan jual bersih Rp 580 miliar.

Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) surat utang seri acuan tenor 10 tahun turun tipis 8 basis poin (bps) secara point-to-point. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik.

Investor asing melakukan akumulasi beli di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Per 28 April 2021, nilai total kepemilikan asing di SBN adalah Rp 961,34 triliun, bertambah Rp 5,78 triliun dibandingkan sepekan sebelumnya.

Arus modal masuk (capital inflow) di pasar SBN memberi tenaga buat rupiah. Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat 0,55% secara point-to-point di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot.

Secara umum, sentimen di pasar relatif positif pada pekan lalu. Pelaku pasar berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang seiring pernyataan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).

Dalam rapat bulanan Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC), Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memutuskan tetap mempertahankan suku bunga acuan di 0-0,25%. Ini sesuai dengan ekspektasi pasar.

Namun yang menjadi penentu adalah pernyataan seputar arah kebijakan moneter ke depan. Dalam konferensi pers usai rapat, Powell menegaskan bahwa belum saatnya untuk bicara soal perubahan posisi (stance) kebijakan moneter.

"Belum saatnya untuk mendiskusikan soal perubahan kebijakan. Lapangan kerja masih 8,5 juta di bawah posisi Februari 2020. Kita masih jauh dari tujuan, perlu waktu," kata Powell, seperti dikutip dari Reuters.

Sekarang 'ombak' sudah tenang. Investor sudah bisa kembali berburu aset-aset dengan cuan gede di negara-negara berkembang, karena aset berbasis dolar AS tidak bisa memberikannya seiring suku bunga yang rendah.

Halaman Selanjutnya --> April, Wall Street to the Moon!

Beralih ke bursa saham New York, tiga indeks utama ditutup variatif pekan ini. Secara point-to-point, Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,4%, S&P 500 naik tipis 0,2%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,4%.

Akan tetapi, kinerja Wall Street selama April 2021 patut diacungi jempol. DJIA melesat 2,7%, S&P 500 melonjak 5,2%, dan Nasdaq meroket 5,4%. Nasdaq menguat lima bulan beruntun sementara DJIA dan S&P 500 naik tiga bulan berturut-turut.

"Ada kemungkinan pada kuartal ini kinerja pasar saham tetap bagus. Terutama di Nasdaq dan saham-saham teknologi yang diuntungkan pada masa pandemi," kata Jack Ablin, Chief Investment Officer di Cresset Wealth Advisors yang berbasis di Florida (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Harga saham-saham teknologi di Wall Street memang melonjak tajam bulan lalu. Facebook melesat 12,87%, Amazon meroket 13,49%, Alphabet (induk usaha Google) melejit 15%, dan Apple terdongkrak 9,64%.

Meski pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Negeri Paman Sam sudah relatif terkendali, tetapi masyarakatnya tetap memilih untuk #dirumahaja. Mengutip data Covid-19 Community Mobility Report keluaran Google, aktivitas masyarakat di rumah masih lebih tinggi dibandingkan masa sebelum pandemi.

Di Wall Street ada istilah Stay at Home Stocks, saham-saham yang diuntungkan saat kegiatan masyarakat masih lebih banyak dilakukan di rumah. Penggunaan teknologi menjadi meningkat, baik itu untuk keperluan kerja, berbelanja, maupun hiburan. Maka tidak heran saham Amazon cs mendapa apresiasi pasar karena ada ekspektasi kinerja keuangan mereka akan tetap moncer.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah perkembangan pandemi virus corona, terutama di India.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien positif corona di Negeri Bollywood per 30 April 2021 adalah 18.762.976 orang. Bertambah 386.452 orang dari hari sebelumnya.

Tambahan kasus harian itu adalah yang tertinggi sejak virus corona mewabah di India. Tidak cuma itu, jumlah pasien bertambah 386.452 orang dalam sehari juga menjadi rekor dunia, belum pernah terjadi di tempat lain.

Kabar menyayat hati terus-menerus datang dari India. Rumah sakit membludak, tenaga medis kewalahan, pasokan tabung oksigen menipis, dan sebagainya.

Kini datang kabar lainnya yaitu India mulai kehabisan vaksin anti-virus corona. Arvind Kejriwal, Menteri Daerah Khusus Ibu Kota Delhi, menyarankan agar warga tidak datang ke fasilitas vaksinasi karena barangnya memang belum ada.

Hal serupa terjadi di Negara Bagian Karnataka. Warga yang semestinya divaksin akhir pekan ini terpaksa pulang tanpa bekas suntikan di lengan.

Warga India dilanda kepanikan. Apotek diserbu, sehingga pasokan obat juga ikut menipis.

"Orang-orang sedang sangat panik. Mereka memborong obat, bahkan obat yang sebenarnya tidak mereka butuhkan," kata Sanjay Sharma, seorang pemilik apotek di Negara Bagian Uttar Pradesh, seperti diberitakan Reuters.

Krisis kesehatan dan kemanusiaan di India bisa menjalar ke pasar keuangan. Sebab, India adalah salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia. Jika India lumpuh akibat 'tsunami' virus corona, maka perekonomian dunia akan merasakannya.

Dinamika di India berisiko membuat prospek pemulihan ekonomi global menjadi samar-samar. Apabila investor grogi, maka aset-aset berisiko di negara berkembang bakal dijauhi. Tentu bukan kabar baik bagi IHSG dkk.

Semoga badai corona di India segera berlalu. Semoga bantuan dari berbagai negara mampu mengangkat India dari derita.

Stay strong, India! 

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari ini (2)

Sentimen kedua, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) periode April 2021. Pada bulan sebelumnya, PMI manufaktur Tanah Air tercatat 53,2, tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.

Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur Indonesia pada April 2021 berada di 54. Jika terwujud, maka tentu menjadi rekor terbaru.

Sebelumnya, IHS Markit telah merilis angka pembacaan awal (flash reading) PMI manufaktur untuk sejumlah negara. Hasilnya memuaskan, tidak sedikit yang membukukan rekor.

Sektor manufaktur adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Jadi kalau sektor ini bergairah, maka ekonomi secara keseluruhan aka terangkat. Ini tentu bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Ibu Pertiwi.

Sentimen ketiga, masih dari dalam negeri, adalah rilis data inflasi periode April 2021. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pada April 2021 terjadi inflasi 0,165% pada April 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara inflasi tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan 1,45% dan inflasi inti tahunan 1,16%.

Dibandingkan Maret 2021, laju inflasi memang terakselerasi. Kala itu, inflasi bulanan adalah 0,08% mtm dan 1,37% yoy.

Namun perlu diingat bahwa bulan lalu bertepatan dengan Ramadan yang secara historis menjadi puncak konsumsi masyarakat. Selama periode 2010-2020, rata-rata inflasi bulanan saat Ramadan ada di 0,95%, nyaris 1%.

Sejak tahun lalu, inflasi Ramadan jauh dari rerata tersebut. Pandemi virus corona yang diatasi dengan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) membuat permintaan menyusut sehingga tekanan inflasi sangat minim.

Minimnya permintaan tercermin di inflasi inti. Pada Maret 2021, inflasi inti adalah 1,37% yoy dan sebulan kemudian diperkirakan melambat ke 1,16%.

inflasi inti adalah 'keranjang' berisi barang dan jasa yang harganya persisten, susah naik-turun. Jadi saat laju inflasi kelompok ini melambat, artinya dunia usaha berpikir ribuan kali untuk menaikkan harga karena minimnya permintaan. Bagaimanapun, ini bukan cerminan ekonomi yang sedang 'sehat'.

Kalau manufaktur adalah sektor utama penyumbang PDB dari sisi lapangan usaha, maka konsumsi rumah tangga adalah kontributor utama PDB dari sisi pengeluaran. Selama konsumsi rumah tangga masih tertahan, maka pertumbuhan ekonomi mustahil bisa dipacu kencang.

"Pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan vaksinasi. Kita lihat memang pada triwulan I dan II meskipun terjadi vaksinasi tentu ada pembatasan mobilitas manusia. Itu yang menybabkan tingkat kenaikan konsumsi tidak setinggi yang kami perkirakan," jelas Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI).

Oleh karena itu, data inflasi bisa menjadi risiko bagi pasar hari ini. Data ini seakan menjadi penegas bahwa meski sudah ada perbaikan, tetapi perekonomian Tanah Air masih 'terpincang-pincang'.

Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data PMI manufaktur Australia periode April 2021 (06:00 WIB).
  2. Rilis data PMI manufaktur Indonesia periode April 2021 (07:30 WIB).
  3. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (09:00 WIB).
  4. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Indika Energy Tbk (10:00 WIB).
  5. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT SOHO Global Health Tbk (10:30 WIB).
  6. Rilis data inflasi Indonesia periode April 2021 (11:00 WIB).
  7. Rilis data PMI manufaktur India periode April 2021 (12:00 WIB).
  8. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank JTrust Indonesia Tbk (14:00 WIB).
  9. Rilis data PMI manufaktur Zona Euro periode April 2021 (15:00 WIB).
  10. Rilis data PMI manufaktur AS periode April 2021 (20:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Untuk mengakses data pasar terkini, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular