Sentimen Pasar Pekan Depan

Kerja, Kerja, Kerja! Minggu Depan Banyak yang Kudu Diwaspadai

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 March 2021 15:40
Aktifitas Peti Kemas di Daerah Priok. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pada awal pekan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja ekspor Indonesia periode Februari 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 6,75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Sementara impor diperkirakan tumbuh 11,85% YoY. Meski pertumbuhan impor lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diproyeksi tetap positif US$ 2,145 miliar.

Kalau ekspor tidak usah ditanya. Sejak November 2020, ekspor selalu tumbuh positif. Bahkan pada Desember 2020 dan Januari 2021 laju pertumbuhannya mencapai belasan persen.

Impor yang kini perlu mendapat sorotan. Pasar memperkirakan impor mampu tumbuh positif, sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam 19 bulan terakhir.

"Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih mengganggu operasional perusahaan di Indonesia. Namun sektor manufaktur sepertinya tetap tegar (resilient), di mana produksi masih tumbuh. Penciptaan lapangan kerja juga semakin mengarah ke kondisi normal. Meski pandemi masih menjadi risiko, tetapi perusahaan optimistis terhadap prospek ke depan karena ada harapan pandemi bisa diakhiri," papar Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

IHS Markit mencatat produksi manufaktur Tanah Air naik empat bulan beruntun. Ini karena permintaan baru (new orders) meningkat sehingga dunia usaha merespons dengan menggenjot produksi.

"Perbaikan ini mendorong dunia usaha untuk meningkatkan pembelian bahan baku dan memperlambat laju pengurangan karyawan. Bahkan pembelian bahan baku meningkat ke laju tercepat sejak Mei 2019," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Memang ada gejala bahwa permintaan domestik mulai bangkit sehingga impor (yang ddidominasi bahan baku) terangkat. Ini tentu menjadi sinyal positif bahwa pemulihan ekonomi Indonesia berada di jalur yang benar.

Tingginya impor bahan baku menunjukkan bahwa industri dalam negeri sudah siap memproduksi kebutuhan domestik. Jika produksi industri Tanah Air meningkat, maka impor barang konsumsi bisa ditekan, sesuatu yang dicita-citakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Namun di sisi lain, peningkatan impor akan menjadi beban buat transaksi berjalan (current account). Padahal dalam dua kuartal terakhir 2020, Indonesia sudah berhasil membukukan surplus transaksi berjalan. Kali terakhir transaksi berjalan bisa surplus adalah pada 2011.

Jadi, sangat mungkin transaksi berjalan Indonesia kembali ke teritori negatif dalam kuartal-kuartal mendatang. Artinya, pasokan valas dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa akan tekor, boncos, minus. Ini membuat fundamental rupiah menjadi rapuh, karena mata uang Tanah Air akan murni mengandalkan pasokan devisa dari investasi portofolio di sektor keuangan (hot money) yang bisa datang dan pergi sesuka hati.

Halaman Selanjutnya --> BI Sepertinya Bakal Tahan Suku Bunga

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular