Sentimen Pasar Pekan Depan, Biden Effect Bakal Tahan Lama?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 November 2020 16:00
Infografis: Joe Biden dan Kamala Harris, Presiden dan Wakil Presiden Baru AS
Foto: Infografis/Joe Biden dan Kamala Harris, Presiden dan Wakil Presiden Baru AS/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat pada perdagangan pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi pemerintah mencatatkan kinerja yang impresif.

Sepanjang pekan ini, IHSG menguat tajam 4,31% secara point-to-point. IHSG menjadi yang terbaik keempat di Asia.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi 2,94% di perdagangan pasar spot. Kali ini, rupiah jadi mata uang terbaik di Asia.

Kemudian harga obligasi pemerintah menguat, yang tercermin dari penurunan imbal hasil (yield). Akhir pekan ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun menyentuh 6,385%, terendah sejak Februari 2017.

Sekarang halaman tersebut sudah ditutup, saatnya membuka lembaran baru. Apakah IHSG dkk bisa kembali menguat pekan depan? Sentimen apa saja yang mesti dicermati oleh pelaku pasar?

Sentimen pertama tentu kabar seputar pemilihan presiden (pilpres) AS. Akhirnya sudah ada kepastian, Joseph 'Joe' Biden keluar sebagai pemenang dalam pilpres mengandaskan sang petahana Donald Trump.

Per 8 November 2020 pukul 14:10 WIB, Biden mengantongi 290 suara elektoral (electoral college vote) berbanding 214 untuk Trump. Butuh 270 suara elektoral untuk menang, sehingga Biden sudah bisa menyandang predikat sebagai presiden AS terpilih.

Pekan ini pasar sudah merasakan euforia karena Biden unggul sejak awal-awal perhitungan suara. Ya, investor sudah berekspektasi jauh-jauh hari bahwa Biden akan menggantikan Trump sebagai penunggu Gedung Putih yang baru.

Harus diakui, pasar memang lebih nyaman dengan Biden. Selama masa pemerintahan Trump, ketidakpastian sangat tinggi. Pasalnya, Trump kerap muncul dengan sesuatu yang di luar dugaan, terutama melalui media sosial. Gerak pasar (dan ekonomi dunia) ditentukan oleh jempol sang presiden ke-45 Negeri Adidaya.

"Biden adalah kabar baik buat pasar. Kami sudah lelah dengan dampak yang muncul dari cuitan-cuitan Trump," tegas Christopher Stanton, Chief Investment Officer Sunrise Capital Partners, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Nah, sekarang Biden sudah jadi presiden terpilih, tinggal menunggu pengesahan. Apakah euforia kemenangan Biden akan kembali terjadi? Apakah aset-aset berisiko di negara berkembang lagi-lagi menerima 'durian runtuh'?

Well, bisa iya atau tidak. Terpilihnya Biden di satu sisi memberi kepastian dan pelaku pasar dapat menyusun gambaran bagaimana arah kebijakan pemerintah AS nantinya.

Satu yang hampir pasti, tidak ada kejutan yang berlebihan seperti era Trump, sepertinya semua akan lebih terprediksi. Ini tentu menjadi sentimen positif yang mendongrak risk appetite investor.

Namun di sisi lain, ada kemungkinan puncak euforia sudah terjadi pekan lalu. Dengan penguatan bursa saham, mata uang, dan harga obligasi yang sudah tinggi, ada ruang bagi investor untuk melakukan ambil untung (profit taking). Kalau ini yang terjadi, maka bersiaplah melihat warna merah.

Selain itu, sebenarnya 'drama' pilpres AS belum berakhir. Trump memutuskan untuk menggugat hasil pilpres ke jalur hukum.

"Joe Biden tidak seharusnya mengklaim jabatan presiden. Saya juga bisa melakukan klaim serupa. Proses legal akan dimulai," cuit Trump di Twitter.



Jika kemudian proses hukum ini berlarut-larut yang menyebabkan presiden (siapapun orangnya nanti) tidak kunjung dilantik, maka akan menyebabkan ketidakpastian. Berbagai program dan proyek pemerintah akan mandek, tidak bisa tereksekusi. Salah satunya adalah yang paling dinanti yaitu stimulus fiskal untuk membantu rakyat AS melalui dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Apalagi gesekan di tingkat elit sangat berisiko untuk merembet ke akar rumput. Aksi demonstrasi akan terus mewarnai selagi belum ada konklusi. Sangat mungkin demonstrasi itu akan berujung ke tindak kekerasan dan pengerusakan, sesuatu yang membuat investor merasa tidak nyaman.

Sentimen kedua, akan ada rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 di sejumlah negara yaitu Inggris, Rusia, dan Zona Euro. Meski data yang disampaikan masih berupa pembacaan awal, tetapi bisa memberi gambaran kira-kira bagaimana situasi ekonomi di Benua Biru.

Pada kuartal III-2020, pertumbuhan ekonomi di negara dan wilayah tersebut memang sepertinya masih negatif, masih ada kontraksi. Namun sudah jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya.

Kini yang sedang menjadi perhatian pelaku pasar (dan dunia) adalah prospek kuartal IV-2020. Maraknya karantina wilayah (lockdown) untuk mempersempit ruang gerak penularan virus corona membuat masa depan ekonomi Eropa sangat suram.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Lockdown yang begitu ketat pada kuartal III-2020 membuat ekonomi anjlok ke titik terparah sejak 1930-an, kala Depresi Besar melanda. Dengan lockdown yang kembali diterapkan, maka risiko untuk kembali ke arah sana tidak bisa dikesampingkan.

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, ada rilis dua indikator yang patut diperhatikan yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan ritel. Keduanya merupakan leading indicator, indikator mula untuk meneropong ke mana ekonomi akan bergerak, kontraksi atau ekspansi.

Pada ini keduanya masih mengalami kontraksi. IKK masih di bawah 100, dan penjualan ritel tumbuh negatif.

Tidak bisa dipungkiri, IKK dan penjualan ritel sempat terpengaruh akibat pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta pada pertengahan September hingga medio Oktober lalu. Kini PSBB sudah dilonggarkan lagi, kembali ke masa transisi. Ini akan membawa harapan keduanya bisa pulih pada sisa kuartal IV-2020.

Asalkan PSBB tidak lagi ketat, maka roda perekonomian akan berputar meski lajunya masih perlahan. Artinya, ada harapan pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 bisa lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yang -3,49%.

Semoga asa pemulihan ekonomi domestik bisa menjadi sentimen positif di pasar. Kalau ini yang terjadi, maka bukan tidak mungkin IHSG, rupiah, sampai harga obligasi pemerintah bisa menguat lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular