Sentimen Pasar Pekan Depan, Biden Effect Bakal Tahan Lama?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 November 2020 16:00
Presiden terpilih Joe Biden dan wapres Kamala Harris
Foto: Presiden terpilih Joe Biden (kanan) di atas panggung bersama Wakil Presiden terpilih Kamala Harris (kiri), Sabtu, 7 November 2020, di Wilmington, Del. (AP Photo / Andrew Harnik, Pool)

Sentimen pertama tentu kabar seputar pemilihan presiden (pilpres) AS. Akhirnya sudah ada kepastian, Joseph 'Joe' Biden keluar sebagai pemenang dalam pilpres mengandaskan sang petahana Donald Trump.

Per 8 November 2020 pukul 14:10 WIB, Biden mengantongi 290 suara elektoral (electoral college vote) berbanding 214 untuk Trump. Butuh 270 suara elektoral untuk menang, sehingga Biden sudah bisa menyandang predikat sebagai presiden AS terpilih.

Pekan ini pasar sudah merasakan euforia karena Biden unggul sejak awal-awal perhitungan suara. Ya, investor sudah berekspektasi jauh-jauh hari bahwa Biden akan menggantikan Trump sebagai penunggu Gedung Putih yang baru.

Harus diakui, pasar memang lebih nyaman dengan Biden. Selama masa pemerintahan Trump, ketidakpastian sangat tinggi. Pasalnya, Trump kerap muncul dengan sesuatu yang di luar dugaan, terutama melalui media sosial. Gerak pasar (dan ekonomi dunia) ditentukan oleh jempol sang presiden ke-45 Negeri Adidaya.

"Biden adalah kabar baik buat pasar. Kami sudah lelah dengan dampak yang muncul dari cuitan-cuitan Trump," tegas Christopher Stanton, Chief Investment Officer Sunrise Capital Partners, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Nah, sekarang Biden sudah jadi presiden terpilih, tinggal menunggu pengesahan. Apakah euforia kemenangan Biden akan kembali terjadi? Apakah aset-aset berisiko di negara berkembang lagi-lagi menerima 'durian runtuh'?

Well, bisa iya atau tidak. Terpilihnya Biden di satu sisi memberi kepastian dan pelaku pasar dapat menyusun gambaran bagaimana arah kebijakan pemerintah AS nantinya.

Satu yang hampir pasti, tidak ada kejutan yang berlebihan seperti era Trump, sepertinya semua akan lebih terprediksi. Ini tentu menjadi sentimen positif yang mendongrak risk appetite investor.

Namun di sisi lain, ada kemungkinan puncak euforia sudah terjadi pekan lalu. Dengan penguatan bursa saham, mata uang, dan harga obligasi yang sudah tinggi, ada ruang bagi investor untuk melakukan ambil untung (profit taking). Kalau ini yang terjadi, maka bersiaplah melihat warna merah.

Selain itu, sebenarnya 'drama' pilpres AS belum berakhir. Trump memutuskan untuk menggugat hasil pilpres ke jalur hukum.

"Joe Biden tidak seharusnya mengklaim jabatan presiden. Saya juga bisa melakukan klaim serupa. Proses legal akan dimulai," cuit Trump di Twitter.



Jika kemudian proses hukum ini berlarut-larut yang menyebabkan presiden (siapapun orangnya nanti) tidak kunjung dilantik, maka akan menyebabkan ketidakpastian. Berbagai program dan proyek pemerintah akan mandek, tidak bisa tereksekusi. Salah satunya adalah yang paling dinanti yaitu stimulus fiskal untuk membantu rakyat AS melalui dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Apalagi gesekan di tingkat elit sangat berisiko untuk merembet ke akar rumput. Aksi demonstrasi akan terus mewarnai selagi belum ada konklusi. Sangat mungkin demonstrasi itu akan berujung ke tindak kekerasan dan pengerusakan, sesuatu yang membuat investor merasa tidak nyaman.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular