Boncos! Sepekan Saham Trio Nikel Drop 14% Lebih

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 March 2021 08:51
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Layar monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan saham. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (9/3/2021) kemarin, di mana indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup melemah 0,78% ke level 6.199,65. Selama sepekan terakhir, IHSG sudah melemah 2,51%.

Data perdagangan mencatat, sebanyak 140 saham menguat, 343 tertekan dan 145 lainnya flat. Nilai transaksi pada perdagangan kemarin sebesar Rp 13,4 triliun. investor asing masih menjual bersih Rp 740 miliar di pasar reguler.

Ketika IHSG sudah melemah sebesar 2,51% sepekan terakhir, beberapa saham pun ambles parah selama seminggu terakhir, setidaknya ada lima saham yang terkoreksi hingga lebih dari 14% dalam seminggu terakhir.

Berikut 5 saham yang melemah parah dan menjadi top losers pada seminggu terakhir.

Dalam kelima saham yang pelemahannya cukup parah tersebut, paling banyak dialami oleh saham emiten nikel yang bisa disebut juga 'trio saham nikel', yakni saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO), saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan saham PT Timah Tbk (TINS).

Saham INCO sendiri menjadi yang pertama melemah cukup parah dan juga yang pertama menjadi top losers seminggu belakangan. Saham INCO pun sudah ambles hingga 22,55% selama seminggu terakhir.

Pada perdagangan kemarin, pergerakan saham INCO masih berkutat di zona merah dan akhirnya ditutup kembali ambrol 5,8% ke level Rp 4.550/unit pada penutupan perdagangan Selasa (9/3/2021).

Nilai transaksi saham INCO pada perdagangan kemarin mencapai Rp 547,9 miliar. Adapun sepekan terakhir nilai transaksi INCO sudah mencapai Rp 1,8 triliun.

Investor asing juga masih melepas saham INCO di pasar reguler sebanyak Rp 81,78 miliar pada perdagangan kemarin, sehingga selama seminggu terakhir, saham INCO telah dilepas asing sebanyak Rp 233.6 miliar.

Selanjutnya saham ANTM menduduki posisi kedua yang pelemahannya cukup parah dan juga menduduki posisi kedua top losers dalam seminggu terakhir. Saham ANTM juga masih ambles hingga 18.32% selama seminggu terakhir.

Pada perdagangan Selasa kemarin, pergerakan saham ANTM sempat membaik dan berbalik ke zona hijau pada perdagangan sesi I, namun akhirnya juga ditutup merosot 2,19% ke level Rp 2.230/unit pada penutupan Selasa kemarin.

Nilai transaksi ANTM pada perdagangan kemarin mencapai Rp 1,2 triliun dan dalam sepekan terakhir sudah mencapai Rp 5,8 triliun. Tak seperti saham INCO, Investor asing juga mulai mengoleksi saham ANTM di pasar reguler sebanyak Rp 40,81 miliar pada perdagangan kemarin, dan selama seminggu terakhir, saham ANTM telah dikoleksi asing sebanyak Rp 14,15 miliar.

Senada dengan INCO dan ANTM, saham TINS juga melemah parah dan mendapat gelar top losers selama seminggu belakangan. Saham TINS sendiri masih ambles hingga 14,15% selama sepekan terakhir.

Sama seperti saham ANTM, pada Selasa kemarin, saham TINS juga sempat membaik dan berbalik ke zona hijau pada perdagangan sesi I, namun nasib beruntung tersebut hanya sementara dan akhirnya juga ditutup melemah 1,68% ke level Rp 1.760/unit pada penutupan kemarin.

Adapun nilai transaksi TINS pada perdagangan kemarin mencapai Rp 197,6 miliar dan dalam sepekan terakhir sudah mencapai Rp 1,3 triliun. Seperti saham ANTM, asing juga sedang mengoleksi saham TINS di pasar reguler sebanyak Rp 11,9 miliar pada perdagangan kemarin, dan selama seminggu terakhir, saham TINS sudah dikoleksi asing sebanyak Rp 16,87 miliar.

Selain trio saham nikel, beberapa saham lainnya juga menjadi top losers dan melemah parah selama seminggu belakangan. Adapun salah satunya yakni saham emiten bank kecil PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).

Saham BBYB ambles hingga 15,53% selama seminggu terakhir sedangkan pada perdagangan kemarin, saham BBYB cenderung flat di level Rp 680/unit.

Nilai transaksi saham BBYB pada perdagangan kemarin mencapai Rp 61,4 miliar dan dalam seminggu terakhir telah mencapai Rp 294,2 miliar. Tercatat asing masih melepas saham BBYB di pasar reguler sebesar Rp 693 juta pada perdagangan kemarin dan sebanyak Rp 11,7 miliar selama sepekan terakhir.

Dari lima saham yang termasuk kedalam daftar top losers sepekan terakhir, memang mayoritas masih diisi oleh saham pertambangan nikel. Hal ini karena sentimen positif yang hadir belum mampu mengalahkan sentimen negatif yang sudah hadir selama seminggu belakangan.

Sentimen negatif yang pertama adalah terkait masih melemahnya harga nikel acuan dunia. Per Senin (8/3/2021), harga nikel kontrak 3 bulan di London Metal Exchange (LME) ditutup dengan harga US$ 16.145/ton atau turun 1,43% dari harga US$ 16.379/ton pada perdagangan hari jumat akhir pekan lalu.

Harga ini sendiri merupakan harga terendah nikel selama tahun 2021 di bursa LME. Padahal, harga nikel sempat membaik pada akhir pekan lalu.

Penurunan juga terjadi untuk nikel pembelian langsung, yang turun dari US$ 16.349/ton menjadi US$ 16.115/ton.

Harga nikel juga mengalami penurunan 1% di bursa Shanghai (kode: SNIcv1) dari US$ 19.099/ton pada senin menjadi US$ 18.891 pada hari ini (9/3), berdasarkan data Refinitiv.

Selain karena harga nikel yang masih dalam tren penurunan, investasi produsen mobil listrik terkemuka di dunia, Tesla Inc. yang hingga kini masih 'gantung' juga menjadi penyebab saham nikel belum seepnuhnya pulih.

Saat ini, komunikasi antara pemerintah Indonesia dengan Tesla masih terus berlangsung. Namun komunikasi yang dilakukan bukan membicarakan rencana investasi pabrik mobil listrik di Tanah Air.

Investasi yang dibicarakan adalah di Energy Storage System (ESS). Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto.

Dia mengatakan investasi ESS telah dilakukan Tesla di Australia. Ini menjadi solusi untuk mengganti pembangkit listrik dengan sistem peaker, yang biasa digunakan saat permintaan listrik sedang tinggi.

"Dengan Tesla memang mereka juga melihat ESS yang mereka bangun di Australia. Ini solusi namun lebih arahnya untuk pengganti pembangkit yang peaker," paparnya dalam acara Future Energy Tech and Innovation Forum 2021 yang diselenggarakan Katadata secara virtual, Senin, (08/03/2021).

Sebelumnya Tesla dikabarkan akan segera membangun pabrik mobil listriknya di Selatan India, yakni di Karnataka pada tahun ini.

Hal tersebut membuat publik di negara ini menerka-nerka, apakah artinya perusahaan milik Elon Musk ini menghentikan rencana investasinya di Indonesia.

Bila mencermati penjelasan awal dari pihak pemerintah, tim percepatan baterai kendaraan listrik, bahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam pembentukan Indonesia Battery Holding yakni PT Pertamina (Persero), Tesla disebutkan masih berminat untuk berinvestasi di Indonesia, namun di sektor berbeda dari rencana investasinya di India tersebut.

Bila di India disebutkan mereka akan berinvestasi di pabrik mobil listrik, sementara di Indonesia dikabarkan mereka lebih berminat untuk berinvestasi di sistem penyimpanan energi (ESS) atau seperti 'power bank' raksasa.

Berita Tesla masuk ini sempat menaikkan saham-saham emiten nikel di pasar modal. Namun setelah ada kabar Tesla di India, saham-saham nikel pun berguguran hingga kini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular