
Trio Nikel Ga Kompak, TINS & ANTM Menguat tapi INCO Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Trio saham emiten pertambangan nikel yakni PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bergerak beragam pada awal perdagangan sesi I Selasa (9/3/2021) pukul 09:24 WIB.
Saham TINS dan ANTM mampu berbalik arah ke zona hijau setelah sempat bergerak di zona merah pada awal perdagangan sesi I hari ini. Sedangkan untuk saham INCO masih belum beranjak dari zona merah, 24 menit setelah perdagangan hari ini dibuka
Saham TINS berbalik menguat 1,12% ke level Rp 1.810/unit pada pukul 09:24 WIB pagi hari ini. Sebelumnya 11 menit setelah dibuka, saham TINS masih bergerak di zona merah, yakni melemah 1,4%.
Investor asing mulai mengoleksi saham TINS sebanyak Rp 3,9 miliar di pasar reguler pada pagi hari ini. Nilai transaksi saham TINS sudah mencapai Rp 64,5 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 36,3 juta lembar saham.
Selanjutnya saham ANTM juga berhasil berbalik arah ke zona hijau pada pukul 09:24 WIB, yakni menguat 0,88% ke posisi Rp 2.300/unit. Sebelumnya pada pukul 09:11 WIB, saham ANTM masih bergerak di zona merah, yakni melemah 2,63%.
Senada dengan saham TINS, investor asing mulai mengoleksi saham ANTM sebanyak Rp 13,38 miliar di pasar reguler pada pagi hari ini. Tercatat nilai transaksi saham ANTM telah mencapai Rp 294,6 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 130,3 juta lembar saham.
Namun untuk saham INCO, 24 menit setelah pasar dibuka masih bergerak di zona merah, di mana saham INCO masih terkoreksi hingga 2,69% ke Rp 4.700/unit.
Tak Seperti saham TINS dan ANTM, investor asing masih melepas saham INCO sebanyak Rp 52,9 miliar di pasar reguler pada pagi hari ini. Adapun nilai transaksi saham INCO pagi ini mencapai Rp 147 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 31,3 juta lembar saham.
Untuk saham TINS dan ANTM, kemungkinan pendorongnya adalah kabar positif dari Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyatakan holding perusahaan baterai di Indonesia akan terbentuk paling lambat Juli 2021.
Kementerian BUMN memang tengah membentuk konsorsium sejumlah perusahaan BUMN untuk membangun industri baterai terintegrasi dari hulu sampai hilir, namanya PT Industri Baterai Indonesia (IBI).
Ada empat BUMN yang terlibat dari kepemilikan holding BUMN baterai ini dengan masing-masing kepemilikan saham 25%. Mulai dari PT Pertamina (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero) dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau MIND ID.
Sebagai gambaran, PT IBI direncanakan bisa membuat baterai listrik hingga total berdaya 195 giga watt (GW) dengan mengonsumsi 150 ribu ton nikel per tahun. Tapi pada tahapan pertama dipatok hanya 33 GW produksi baterai listrik hingga 2030.
"Nilai investasi kalau 33 GW hingga 2030 itu sekitar US$ 13 miliar. Jika kapasitas naik 70% atau 140 GW pada tahap kedua, nilai investasi bisa mencapai US$ 17 miliar. Ini investasi juga dengan mitra luar negeri," jelas Komisaris Utama MIND ID, Agus Tjahajana Wirakusumah, dalam program 'Zooming With Primus: Prospek Pembentukan Holding Baterai' yang juga ditayangkan dalam kanal YouTube BeritaSatu, dikutip Selasa (9/3/2021).
Perusahaan ini juga akan menggandeng LG Energy Solution dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL). Proyek ini juga akan melibatkan anak usaha MIND ID atau Inalum yakni ANTM dan PT Timah Tbk (TINS).
Adapun MIND ID juga memiliki 20% saham PT Vale Indonesia (INCO) yang bergerak di tambang nikel dan sudah diakuisisi tahun lalu.