
Data Ekonomi AS Oke Terus, Yakin Tak akan Ada Taper Tantrum?

Taper tantrum pernah terjadi pada pertengahan 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke, mengeluarkan wacana tapering.
Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa, hingga menjadi "taper tantrum". Maklum saja, sejak diterapkan suku bunga rendah serta QE mulai akhir 2008, nilai tukar dolar AS melempem. Sehingga, saat muncul wacana pengurangan QE hingga akhirnya dihentikan, dolar AS langsung mengamuk atau yang dikenal dengan istilah "taper tantrum", di mana mata uang lainnya dibuat rontok oleh the greenback.
The Fed akhirnya mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember 2013, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014. Akibatnya, sepanjang 2014, indeks dolar melesat lebih dari 12%.
Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015.
Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering pada Juni 2013, nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.
Sejak pandemi Covid-19 melanda, The Fed sudah mengucurkan QE sekitar 3,3 triliun. Hal tersebut tercermin dari nilai balance sheet The Fed yang kini mencapai US$ 7,56 triliun, dibandingkan posisi awal Maret 2020 lalu US$ 4,24 triliun.
Kebijakan tersebut terbilang sangat agresif, dibandingkan saat krisis finansial melanda AS di tahun 2008. Saat itu, nilai balance sheet juga melonjak US$ 3 triliun, tetapi terjadi dalam tempo 3 tahun hingga 2011.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Tegaskan Tidak Ada Tapering di Tahun Ini
(pap/pap)