Kemarin, IHSG menutup hari di posisi 6.181,67. Terkoreksi 0,44% dibandingkan hari sebelumnya.
Padahal IHSG mengawal hari dengan mantap, naik sampai lebih dari 1%. Namun pada siang hari, terlihat IHSG mulai mengendur.
Pelemahan IHSG terjadi begitu tersiar kabar dari Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Perry menyebut pemulihan ekonomi tidak secepat perkiraan sebelumnya.
Sebagai informasi, pada kuartal IV-2020 ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.
"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Perry, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih lemah dari perkiraan tersebut membuat investor ragu untuk masuk ke pasar. Akhirnya, investor asing tercatat melakukan jual bersih Rp 538,82 miliar di pasar reguler.
Lelang obligasi syariah atau sukuk tidak banyak membantu. Ada enam seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dilelang dan penawaran yang masuk relatif minim yaitu Rp 26,1 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah memenangkan Rp 12 triliun.
Namun di tengah tekanan di pasar saham dan obligasi, rupiah masih bisa menguat tipis 0,04% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tidak terlampau banyak bergerak, bahkan sempat melemah meski hanya beberapa menit.
Dengan minimnya arus modal di pasar keuangan, sepertinya penguatan rupiah lebih disebabkan oleh 'pengawalan' ketat dari BI. intervensi BI di pasar spot dan Surat Berharga Negara (SBN) menjaga rupiah tetap bertahan di jalur hijau.
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun tipis 0,03%, S&P 500 berkurang 0,11%, tetapi Nasdaq Composite masih bisa naik 0,14%.
Kemarin, tiga indeks ini mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa. Investor yang sudah 'kenyang' cuan tentu ingin mencairkannya sehingga pasar saham New York terpapar tekanan jual.
"Setelah menguat enam hari beruntun, investor punya alasan untuk isirahat sejenak. Sentimen di pasar saham masih tetap positif dalam jangka pendek-menengah dengan adanya stimulus fiskal, moneter, dan vaksinasi yang berjalan dengan baik," kata William Hermann, Co-Founder Wilshere Phoenix yang berbasis di New York (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Rencana stimulus fiskal di AS memang berjalan mulus. Pekan lalu, Kongres sudah merestui proposal stimulus dari pemerintahan Presiden Jospeh 'Joe' Biden senilai US$ 1,9 triliun. Kemungkinan stimulus bisa mulai bergulir dalam hitungan minggu.
Sementara di sisi vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), AS adalah salah satu negara yang paling cepat. Mengutip catatan Our World in Data, jumlah vaksin yang sudah disuntikkan di Negeri Paman Sam mencapai 41,42 juta dosis per 8 Februari 2021. Rata-rata tujuh harian penyuntikan vaksinasi adalah 1,46 juta dosis per hari.
Dukungan pemerintah melalui stimulus fiskal dan vaksinasi yang berjalan lancar membuat dunia usaha bergairah. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan, penciptaan lapangan kerja (job openings) di AS pada Desember 2020 mencapai 6,65 juta, naik 74.000 dibandingkan bulan sebelumnya.
Sedangkan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) turun 243.000 menjadi 1,81 juta. Angka PHK di sektor pemerintahan, transportasi dan pergudangan, kesehatan, serta industri utilitas menurun.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu tren koreksi di Wall Street. Walau beraroma ambil untung (profit taking), tetap saja bisa melunturkan semangat investor di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 03:08 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah hingga 0,54%.
Bakal hadirnya stimulus fiskal dalam waktu dekat mengancam posisi dolar AS. Selain akan membuat pasokan dolar AS membludak, stimulus fiskal juga berisiko menyebabkan pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal III-2020, defisit transaksi berjalan AS tercatat 3,37% dari PDB. Ini adalah yang terdalam sejak kuartal IV-2008.
Stimulus fiskal akan mendorong dunia usaha dan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa. Lebih banyak permintaan tentu lebih banyak impor sehingga membebani transaksi berjalan, yang merupakan neraca ekspor-impor barang dan jasa.
Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang. Jika defisit, maka pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa (yang berorientasi jangka panjang) sedang seret sehingga mata uag bergantung kepada aliran modal di sektor keuangan alias hot money. 'Uang panas' ini gampang keluar-masuk sehingga membuat nilai tukar mata uang menjadi tidak stabil.
"Investor cemas bahwa stimulus fiskal AS akan menmperdalam defisit transaksi berjalan. Jadi dalam jangka panjang, ada ketidakseimbangan struktural yang membuat dolar AS berisiko dalam tren melemah," kata Shaun Osborne, Chief FX Strategist di Scotiabank yang berkedudukan di Toronto (Kanada), sebagaimana diwartakan Reuters.
Situasi ini berpotensi membuat rupiah kembali di atas angin.Mata uang Ibu Pertiwi masih punya ruang untuk kembali menguat.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Sentimen ketiga adalah perkembangan harga minyak yang masih terus menanjak. Pada pukul 03:35 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,88% sementara light sweet bertambah 0,71%. Harga si emas hitam terus naik dalam tujuh hari terakhir.
"Harga brent di atas US$ 60//barel baik secara psikologis. Menandakan dunia sedang bergairah, permintaan akan tinggi," ujar John Kilduff, Partner di Capital LLC yang berbasis di New York (AS), seperti diberitakan Reuters.
Selain itu, pasokan minyak dunia juga terbatas karena Arab Saudi mengurangi produksi dl luar yang sudah disepakati di OPEC+. Negeri Padang Pasir berkomitmen mengurangi produksi sebanyak 1 juta barel/hari pada bulan ini dan bulan depan.
"Hanya ada satu cara untuk menggambarkan pemotongan produksi sukarela ini. Happy hour buat pasar," kata Bjornar Tonhaugen, Analis Rystad Energy, seperti dikutip dari Reuters.
Kenaikan harga minyak melambangkan ekonomi dunia yang menggeliat. Perlahan tetapi pasti, ekonomi menuju normal kembali setelah 'tidak waras' akibat pandemi virus corona. Mentalitas ini akan mendorong investor untuk lebih berani mengambil risiko sehingga arus modal ke pasar keuangan negara-negara berkembang semakin deras. Indonesia tentu bisa menikmatinya.
Sentimen keempat adalah perkembangan pandemi virus corona. Ada kabar melegakan, kasus positif corona kian melandai.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien posiitf corona di seluruh negara per 9 Februari 2021 adalah 106.125.682 orang. Bertambah 304.166 orang (0,29%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (27 Januari-9 Februari 2021), rata-rata pasien positif bertambah 476.381 orang per hari. Jauh menurun dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 629.298 orang setiap harinya.
Tren perlambatan kasus baru juga terjadi di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah pasien positif corona per 9 Februari 2021 adalah 1.174.779 orang. Bertambah 8.700 orang (0,75%) dari hari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata penambahan pasien baru adalah 11.602 orang per hari. Turun ketimbang rata-rata 14 hari sebelumnya yakni 11.828 orang per hari.
Rasio temuan kasus positif (positive rate) di Indonesia pun menurun. Namun dengan angka yang di atas 20%, masih jauh di atas ambang batas aman yang ditetapkan WHO yaitu maksimal 5%.
Oleh karena itu, Indonesia belum boleh berleha-leha. Apalagi pekan ini ada libur panjang perayaan Tahun Baru Imlek. Meski sudah ada anjuran dari pemerintah untuk #dirumahaja, tetapi sulit untuk membendung keinginan orang untuk bepergian.
Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan bahwa selepas libur panjang biasanya ada kenaikan kasus baru mencapai 30-40%. Jika aktivitas dan mobilitas warga meningkat saat libur panjang pekan ini, maka bukan tidak mungkin jumlah pasien baru bakal bertambah signifikan.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Korea Selatan periode Januari 2021 (06:00 WIB).
- Rilis data inflasi China periode Januari 2021 (08:30 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Lotte Chemical Titan Tbk (09:00 WIB).
- Rilis data inflasi Jerman periode Januari 2021 (14:00 WIB).
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Arab Saudi periode kuartal IV-2020 (14:00 WIB).
- Rilis data inflasi AS periode Januari 2021 (20:30 WIB).
- Rilis data stok minyak AS periode pekan yang berakhir 5 Februari 2021 (22:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA