Perhatian! Baca Dulu 7 Kabar dari Pasar Sebelum Berburu Cuan

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
26 January 2021 08:35
Bursa efek Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali pekan ini, Senin (26/1/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terkoreksi agresif di awal perdagangan dan turun lebih dari 2,5%. Sampai perdagangan berakhir, IHSG terkoreksi 0,77% ke level 6.258,57 poin.

Data BEI menunjukkan, nilai transaksi kemarin mencapai Rp 17,04 triliun dengan frekuensi sebanyak 1,26 juta kali. Meski IHSG terkoreksi, investor asing tetap melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 154,43 miliar.

Pelemahan IHSG tampaknya sebagai respons pelaku pasar atas kebijakan pemerintah yang kembali memperpanjang pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali sampai 8 Februari nanti.

Selain itu, ada beberapa kabar aksi korporasi yang ikut mempengaruhi perdagangan saham kemarin. Mari mengingat ulang kabar dari emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia sebelum memulai transaksi pada Selasa (26/1/2021).

1. Demi Bayar Utang, Ancol Terbitkan Utang Lagi Rp 731 M

Emiten BUMD DKI Jakarta, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) berencana menghimpun dana melalui penerbitan obligasi sebesar Rp 731 miliar

Dalam prospektus yang disampaikan manajemen Jaya Ancol, perseroan akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Jaya Ancol Tahap II ini terbagi menjadi tiga seri.

Pertama, Obligasi Seri A dengan pokok yang ditawarkan Rp 516 miliar dengan tingkat bunga tetap 7,25%. Jangka waktu Obligasi Seri A ini yaitu 370 hari kalender sejak tanggal emisi.

Selanjutnya, Obligasi Seri B dengan pokok obligasi ditawarkan sebesar Rp 149,60 miliar dengan tingkat bunga tetap 8,90% dan bertenor 3 tahun. Seri C, pokok obligasi sebesar Rp 65,4 miliar dengan tingkat bunga tetap 9,60% dengan tenor selama 5 tahun.

Penerbitan obligasi ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Obligasi Berkelanjutan II dengan target dana yang dihimpun sebesar Rp 1 triliun. Sebelumnya, perseroan telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I Tahun 2019 sebesar Rp 269 miliar.

2. Harga IPO Widodo Makmur Rp 180, kok Jumlah Saham Dipangkas?

Perusahaan peternakan PT Widodo Makmur Unggas akan melepaskan sebanyak 1,94 miliar saham atau setara dengan 15% pemilikan saham dalam penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan.

Jumlah ini lebih rendah dari rencana perusahaan semula, setelah sebelumnya menurut rencana akan dilepas sebanyak-banyaknya 5,92 miliar atau 35% setelah penawaran umum.

Berdasarkan prospektus yang dirilis perusahaan, saham ini akan dilego dengan harga Rp 180/saham. Dengan demikian perusahaan bakal memperoleh dana segar senilai Rp 349,41 miliar.

Harga Rp 180 ini sebetulnya adalah range atas dari harga penawaran antara Rp 142 sampai Rp 200. Di rencana awal, dengan saham yang dilepas 5,92 miliar, maka dari IPO ini, perseroan berpotensi meraih dana sebesar Rp 841,07 miliar sampai dengan Rp 1,18 triliun.

Dalam penawaran umum ini, perusahaan mengadakan Program ESA (alokasi saham untuk karyawan) dengan jumlah sebanyak-banyaknya 7,5% saham dari Saham Yang Ditawarkan dalam Penawaran Umum Perdana Saham ini atau sebanyak-banyaknya sebesar 444,23 juta saham.

3. Emiten Milik Sandi Rilis Bond Rp 4,4 T

Emiten menara telekomunikasi Grup Saratoga, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menawarkan surat utang dalam denominasi dolar sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,47 triliun dengan asumsi kurs per 30 September 2020 yakni Rp 14.918 per US$.

Dengan mengacu pada ekuitas perusahaan sebesar Rp 6,60 triliun, maka penerbitan notes tersebut adalah 67,8% dari ekuitas TBIG.

Tingkat bunga yang ditetapkan yakni tetap 2,75% sebagaimana yang juga sudah diumumkan perusahaan 15 Januari lalu. Bunga akan dibayarkan setiap 6 bulan dimulai pada 20 Juli 2021

Berdasarkan prospektus yang dirilis Senin ini (25/1), TBIG berencana untuk menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk membayar sebagian saldo terutang dari fasilitas pinjaman revolving sebesar US$ 375 juta tahun 2019, fasilitas pinjaman revolving sebesar US$ 100 juta atau fasilitas B (dari fasilitas total US$ 1 miliar) serta pinjaman revolving sebesar US$ 200 juta tahun 2017.

4. Grup Northstar Bakal Lepas Kendali Saham DOID, Ada Apa?

Emiten kontraktor tambang, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) menyatakan akan ada perubahan kepemilikan saham Grup Northstar di perseroan yang saat ini masih tercatat sebagai pemegang saham terbesar DOID.

Northstar didirikan oleh pengusaha Patrick Walujo dan Glenn Sugita pada 2003. Glenn, kini menjabat komisaris perusahaan, sementara komisaris utama dipegang oleh Ronald Waas, mantan deputi Gubernur Bank Indonesia.

Northstar Tambang Persada Ltd (NTP) tercatat masih menggenggam kepemilikan sebesar 37,86% saham DOID.

Perubahan komposisi pemegang saham ini mengacu pada rencana NTP dan Souls Humanity Pte Ltd (SHPL) yang berpartisipasi dalam penerbitan Convertible Note NTP yang nantinya akan dikonversi menjadi non-voting class C shares dalam NTP.

"Apabila Convertible Note itu dikonversikan, maka SHPL akan memiliki 44 persen saham NTP, sehingga secara tidak langsung memiliki 16,7 persen saham DOID," tulis manajemen Delta Dunia dalam keterbukaan informasi, Senin (25/1/2021).

5. Kredit Bank Lagi Ketat, PTPP Suntik Pinjaman ke PPRO Rp 1,6 T

Emiten konstruksi PT PP Properti Tbk (PPRO) mendapat fasilitas pinjaman dari perusahaan induk, PT PP Tbk (PTPP) senilai Rp 1,60 triliun.

Dana tersebut nantinya akan dipakai untuk memenuhi kewajiban PPRO yang sudah jatuh tempo. Tingkat bunga yang ditawarkan sebesar 9,5% atau sebesar 0,791% per bulan dan bersifat non revolving dengan jangka waktu 36 bulan.

Transaksi ini sudah disepakati berdasarkan Perjanjian Pinjam Meminjam No.5100/EXT/PP/DFMR/2020, No.48/PERJ/PP-PROP/DIR/2020 tanggal 16 September 2020 jis, Addendum I Perjanjian Pinjam Meminjam No.6852/EXT/PP/DSH/2020, No.58/PERJ/PP-PROP/DIR/2020 tanggal 29 Desember 2020 dan Surat PTPP No.004/EXT/PP/DSH/2021 tanggal 20 Januari 2021.

Nilai transaksi ini adalah 35,25% dari ekuitas perseroan berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2020 yang sudah diaudit. Sehingga, transaksi yang dilakukan PPRO merupakan transaksi material. Adapun pertimbangan dilakukannya transaksi ini sehubungan dengan pandemi Covid 19 yang berdampak pada kebijakan pengetatan oleh perbankan dalam memberikan pendanaan.

6. Adhi Catat Kontrak Baru Rp 19,7 T di 2020, Laba Ambles 96%

Perusahaan konstruksi BUMN, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan perolehan kontrak baru sepanjang tahun lalu senilai Rp 19,7 triliun. Jumlah ini naik dari realisasi kontrak baru perusahaan pada 2019 yang sebesar Rp 14,7 triliun, atau tumbuh 34% year on year (YoY).

Berdasarkan keterangan resmi perusahaan, dengan nilai kontrak baru tersebut hingga 31 Desember 2020, order book perusahaan mencapai Rp 49,2 triliun. Jika dirinci, bisnis konstruksi dan energi menyumbang 93% dari total kontrak baru perusahaan. Lalu bisnis properti sebesar 6% dan sisanya dari bisnis lain.

Berdasarkan tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek gedung sebesar 19%, MRT sebesar 7%, jalan dan jembatan sebesar 56%, serta proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, dan proyek-proyek EPC sebesar 18%. Sedangkan berdasarkan segmentasi kepemilikan, realisasi kontrak baru dari pemerintah sebesar 44%, BUMN sebesar 11%, swasta sebesar 5%, dan investasi sebesar 40%.

7. BEI Kelompokkan Emiten di 12 Sektor

Bursa Efek Indonesia resmi menerapkan klasifikasi sektor industri baru IDX Industrial Classification (IDX-IC) mulai Senin (25/1/2020). Sistem klasifikasi ini memperbarui dari yang sebelumnya Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA) yang digunakan bursa sejak 1996.

Prinsip klasifikasi yang digunakan dalam IDX-IC berdasarkan eksposur pasar, berbeda dari JASICA yang menggunakan aktivitas ekonomi. Selain itu, struktur klasifikasi IDX-IC dirancang memiliki 4 tingkat klasifikasi, yaitu: sektor, sub-sektor, industri, dan sub-industri. Dengan struktur klasifikasi yang lebih dalam, maka IDX-IC dapat mengelompokkan jenis perusahaan tercatat yang lebih homogen.

Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa, Laksono Widodo mengatakan, sistem klasifikasi yang baru ini diharapkan akan memudahkan bagi investor institusi untuk melakukan analisis yang lebih akurat dan detail terkait perbandingan sektoral yang lebih relevan khususnya terkait strategi pengelolaan investasi.

"Adanya pengelompokan yang lebih tajam dan terukur, memudahkan investasi oleh stakeholder," kata Laksono, dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (25/1/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular