Dekati Rp 14.000/US$, Rupiah Kuat di Kurs JISDOR & Juara Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 January 2021 11:36
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah Bank Indonesia (BI) begitu juga di pasar spot pada perdagangan Jumat (15/1/2021). Dolar AS yang sedang tertekan, dan surplus neraca dagang Indonesia membuat rupiah perkasa.

Melansir data dari BI, kurs tengah atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) hari ini berada di level Rp 14.068/US$ menguat 0,36% dari posisi kemarin.

Sementara di pasar spot, hingga pukul 10.08 WIB, rupiah menguat 0,21% ke Rp 14.020/US$. Dengan penguatan tersebut, rupiah menjadi mata uang terbaik Asia pagi ini.

Apresiasi rupiah hari melanjutkan penguatan tipis 0,04% kemarin. Namun, penguatan tersebut tidak dicapai dengan mudah, sejak awal perdagangan Kamis rupiah terus berada di zona merah hingga beberapa menit sebelum pasar ditutup.

Indeks dolar AS yang bergerak naik turun kemarin membuat rupiah tertekan sebelum akhirnya berhasil menguat.

Di awal perdagangan kemarin, indeks dolar AS sempat turun 0,31%, tetapi berbalik naik 0,25%, sebelum akhirnya melemah ke 0,13% ke 90,239.

Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar masih menimbang-nimbang kemana dolar AS akan melangkah di tahun ini.

Sebab, ada "bisik-bisik" di pasar jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di akhir tahun ini, yang berpeluang membuat dolar AS perkasa. Di sisi lain, semakin banyak analis mata uang yang memprediksi dolar AS masih akan melemah hingga 2 tahun ke depan.

Rupiah hari ini mampu melanjutkan penguatan setelah Presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden pada Kamis waktu setempat mengumumkan akan menggelontorkan paket stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun.

Stimulus tersebut dikatakan akan mendongkrak sentimen pelaku pasar, sehingga investasi akan menuju aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven akan tertekan.

"Saya pikir posisi aset berisiko akan menjadi perhatian, jadi akan ada tekanan bagi dolar AS dalam jangka pendek. Saya melihat dolar AS akan melemah secara bertahap di 2021," kata Shusuke Yamada, kepala strategi mata uang Bank of Amerika di Tokyo, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (14/1/2021).

Selain itu, stimulus fiskal juga membuat jumlah uang beredar di perekonomian AS bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca dagang di Desember 2020 mengalami surplus sebesar US$ 2,1 miliar. Dengan demikian, neraca dagang Indonesia sudah mencetak surplus dalam 8 bulan beruntun.

BPS melaporkan nilai ekspor tercatat US$ 16,54 miliar, tumbuh 14,63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Sementara untuk impor, pada Desember 2020 sebesar US$ 14,44 miliar atau turun tipis 0,47%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor terkontraksi 11,26% YoY. Sedangkan konsensus versi Reuters memperkirakan impor turun 12,27% YoY.
Konsensus CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan surplus US$ 2,58 miliar sementara konsensus Reuters berada di US$ 2,3 miliar.

Dengan surplus neraca dagang yang diumumkan BPS, maka transaksi berjalan (current account) Indonesia kemungkinan besar akan surplus juga di kuartal IV-2020.


Sepanjang kuartal III-2020 surplus neraca dagang tercatat sebesar US$ 7,98 miliar, saat itu transaksi berjalan mampu surplus US$ 956,16 juta atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Surplus transaksi berjalan tersebut merupakan yang pertama kali sejak tahun 2011 lalu. Artinya sebelumnya selalu mencatat defisit.

Sementara dengan rilis BPS hari ini, surplus neraca dagang di kuartal IV-2020 mencapai US$ 8,38 miliar, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya. Sehingga transaksi berjalan berpeluang besar masih surplus di 3 bulan terakhir 2020.

Hal tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi rupiah, sebab transaksi berjalan mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih berjangka panjang ketimbang aliran modal asing di sektor keuangan (hot money) yang sangat mudah datang dan pergi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Stabilkan Rupiah, BI Perkuat Jisdor Lewat Dua Aspek Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular