Winter is Coming! Harga Emas Bakal Tumbang ke US$ 1.600

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 November 2020 18:42
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia sepanjang pekan lalu ambrol 4,4% ker US$ 1.788,12/troy ons. Kemerosotan logam mulia ini masih belum selesai dan berlanjut pada hari ini, bahkan mungkin hingga penghujung tahun 2020.

Pada perdagangan Senin (30/11/2020), pukul 17:13 WIB, emas melemah 0,85% ke US$ 1.772,86/troy ons di pasar sport, melansir data Refinitiv.

Para analis kini mulai merubah proyeksinya terhadap emas ke depannya. Sebelumnya, nyaris semua analis memprediksi emas masih akan terus menguat dan memecahkan rekor tertinggi US$ 2.072,49/troy ons.

Khusus untuk pekan ini, harga emas para analis di Wall Street memproyeksikan emas akan bearish (tren turun).

Hal tersebut terlihat dari survei mingguan yang dilakukan Kitco terhadap para analis di Wall Street. Dari 15 analis yang berpartisipasi, sebanyak 8 analis atau 53% memberikan outlook bearish, 6 orang atau 40% memberikan outlook bullish (tren naik) dan sisanya netral.

Sementara itu survei yang dilakukan terhadap pelaku pasar atau yang disebut Main Street menunjukkan sebanyak 48% dari 1.270 partisipan memberikan outlook bullish, 33% bearish, dan 21% netral.

Vaksin dari beberapa perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang diklaim efektif menanggulangi virus corona hingga 90% atau lebih dan tanpa efek samping yang berat menjadi pemicu utama ambrolnya harga emas.

Saat vaksin didistribusikan nanti, hidup akan berangsur-angsur normal kembali, roda bisnis berputar lebih cepat, dan perekonomian kembali bangkit.

Efeknya, pelaku pasar mengalirkan investasinya ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, emas yang merupakan aset aman (safe haven) dan tanpa imbal hasil menjadi tidak menarik lagi.

Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan pemerintah AS kemungkinan nilainya tidak akan besar jika vaksin sukses menanggulangi virus corona. Alhasil, "bahan bakar" bagi emas untuk menanjak menjadi berkurang.

Sean Lusk, co-director di Walsh Trading, mengatakan kemerosotan emas terjadi akibat para investor yang mengambil posisi beli saat harga emas sedang tinggi-tingginya kini mulai keluar dari posisi beli.

"Apa yang kita lihat disini adalah investor yang membeli emas saat harga sedang tinggi menjadi yang pertama melepas posisinya, investor kemungkinan yang membeli saat harga emas di US$ 1.920/trloy ons," kata Lusk sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (27/11/2020).

Lusk juga mengatakan harga emas masih mungkin akan ambrol lagi ke bawah US$ 1.700/troy ons.

"jika pasar mampu menekan emas turun lagi sekitar US$ 60 hingga US$ 70, maka kita bisa melihat emas di bawah US$ 1.700/troy ons sebelum periode penurunan tersebut berakhir," tambahnya.

Lusk melihat, emas baru akan mulai bangkit di penghujung 2020, sebab secara musiman akhir Desember dan awal Januari merupakan waktu yang bagus untuk membeli logam mulia.

Meski "angin" sedang tidak berpihak ke emas, tetapi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis 17 Desember dini hari WIB, bisa jadi "penyelamat" emas.

Stimulus fiskal di AS masih belum jelas kapan akan digelontorkan, dan berapa nilainya. Sementara perekonomian AS disebut sangat membutuhkan stimulus guna memutar kembali roda bisnis. Oleh karena itu, ada peluang The Fed akan menambah stimulus moneternya dengan meningkatkan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE). Stimulus moneter dari The Fed merupakan "bahan bakar" utama lainnya bagi emas untuk melaju naik.

Secara teknikal, pada grafik harian emas menembus pola Descending Triangle (garis merah). Dengan batas bawah di kisaran US$ 1.850/troy ons.

Titik tertinggi pola tersebut berada di US$ 2.072/troy ons, sehingga lebar Decending Triangle sebesar US$ 222.
Ketika batas bawah pola Descending Triangle (US$ 1.850/troy ons) ditembus, maka target penurunan juga selebar pola tersebut (US$ 222). Artinya target penurunan emas ke US$ 1.628/troy ons.

Tekanan bagi emas semakin besar setelah menembus rerata pergerakan 200 hari (moving average/MA 200) yang berada di kisaran US$ 1.800/troy ons. Artinya emas kini bergerak di bawah MA 50, MA 100, dan MA 200, yang memberikan tekanan lebih besar.

xauGrafik: Emas (XAU/USD) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh jual (oversold), sehingga belum memberikan peluang rebound, dengan target ke US$ 1.800/troy ons.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Emas baru memiliki peluang naik lebih jauh jika mampu melewati dan bertahan di atas level US$ 1.800/troy ons. Sementara selama tertahan di bawahnya, emas masih cenderung merosot.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular