Newsletter

Wall Street Kurang Gairah, IHSG Bisa Ikut Merah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 November 2020 06:10
Warga mempelajari platform investasi di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun, tetapi nilai tukar rupiah masih bisa menguat meski tipis saja.

Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,38% ke 5.679,25. Padahal pada awal perdagangan, IHSG mampu menguat di kisaran 1%. Namun selepas Sesi I, IHSG mulai kendur dan harus puas finis di jalur merah.

Namun, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,07% ke Rp 14.130/US$ di perdagangan pasar spot. Gerak rupiah tidak terlalu dinamis, rentangnya sangat terbatas.

Sepertinya pasar mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking) di pasar keuangan Tanah Air. Maklum, penguatan IHSG dan rupiah akhir-akhir ini sudah sangat tajam.

Selama sebulan terakhir, rupiah mampu menguat 3,42% di hadapan dolar AS. Dalam periode yang sama, IHSG melonjak 10,4%.

Oleh karena itu, sangat wajar investor akan punya persepsi keuntungan yang didapat sudah lumayan tinggi. Akan tiba saatnya keuntungan itu dicairkan, dan rasanya ini yang terjadi kemarin.

Beralih ke Wall Street, bursa saham New York juga cenderung merah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,64% ke 29.853,55, S&P 500 terkoreksi 0,08% menjadi 3.632,37, tetapi Nasdaq Composite mampu menguat 0,57% ke 12.105,72.

Investor kecewa setelah melihat data ketenagakerjaan terkini. Pada pekan yang berakhir 21 November, jumlah klaim tunjangan pengangguran AS naik 30.000 menjadi 778.000, di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 730.000. Klaim tunjangan pengangguran naik dalam dua pekan beruntun.

"Dalam beberapa pekan terakhir, pelaku pasar kesulitan menjadi berita negatif. Sekarang ada data ketenagakerjaan, yang menyadarkan kita bahwa tantangan jangka pendek masih sangat besar," kata Christopher Grisanti, Chief Equity Strategist di MAI Capital Management yang berbasis di Ohio, seperti diberitakan Reuters.

Pelaku pasar cemas bahwa kemungkinan pemulihan ekonomi di Negeri Paman Sam tidak secepat yang diperkirakan. Ternyata dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) tidak bisa hlang begitu saja, 'luka' yang begitu dalam masih sangat terasa.

"Data ini menyadarkan kita bahwa pemulihan ekonomi tidak merata. Masyarakat kelas menengah-atas bisa berbelanja seperti tidak terjadi apa-apa. Namun mereka yang di bawah harus mengantre untuk mendapatkan makanan gratis dan kesempatan kerja yang sepertinya jauh dari pandangan," tegas Chris Rupkey, Chief Economist MUFG yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, ada rilis data yang juga menggambarkan kelesuan ekonomi Negeri Adidaya. Pada Oktober, konsumsi rumah tangga (yang menyumbang lebih dari dua pertiga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto/PDB di AS) tumbuh 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya (month-on-month/MtM). Melambat dibandingkan pertumbuhan September yang sebesar 1,2% MtM.

"Ekonomi kuartal IV-2020 mungkin masih akan tumbuh, bahkan cukup tinggi. Namun dengan lonjakan angka kasus positif corona, maka lajunya akan melandai. Mungkin kita akan melihatnya pada November dan Desember," kata Daniel Silver, Economist JPMorgan yang berkedudukan di New York, sebagaimana diwartakan Reuters.

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang kurang menggembirakan. Wall Street yang cenderung merah bisa membikin investor di pasar keuangan Asia kalah mental sebelum bertanding, sehingga memilih untuk bermain aman.

Sentimen kedua, seperti yang disinggung oleh Sliver dari JPMorgan, adalah soal pertumbuhan ekonomi AS. Dalam pembacaan kedua, ekonomi Negeri Adikuasa tercatat tumbuh 33,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Tidak berubah dibandingkan pembacaan awal.

Namun yang menarik adalah bagaimana prospek pada kuartal IV-2020. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta dalam laman GDPNow memperkirakan PDB akan tumbuh 11% annualized berdasarkan proyeksi 25 November. Melonjak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 5,6%.

Benar kata Silver. Ekonomi AS memang masih bisa tumbuh tinggi, tetapi lajunya melambat ketimbang kuartal III-2020. Ini menandakan pemulihan ekonomi AS tidak secepat yang dibayangkan.

Padahal AS (bersama China) diharapkan menjadi mesin mendorong perekonomian dunia karena negara-negara yang belum bisa diharapkan. Negara-negara Eropa dan Jepang sedang bergumul dengan peningkatan kasus positif corona yang memaksa pemerintah memperketat pembatasan sosial (social distancing) yang sama saja menyuntik mati aktivitas ekonomi.

Namun ternyata AS juga belum terlalu bisa menjadi lokomotif perekonomian global. Sementara AS adalah negara konsumen terbesar di dunia, kelesuan ekonomi AS akan dirasakan seluruh negara. Oleh karena itu, sepertinya prospek ekonomi global masih akan suram selagi virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu berhasil dikalahkan.

Sentimen ketiga adalah perkembangan pandemi virus corona yang kian memprihatinkan. Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien positif corona per 24 November mencapai 58.900.547 orang. Bertambah 463.730 orang (0,79%) dibandingkan posisi hari sebelumnya,

Dalam 14 hari terakhir (11-24 November), rata-rata pasien baru bertambah 580,179 orang setiap harinya. Lebih tinggi ketimbang 14 hari sebelumnya yaitu 521.384 orang per hari.

Sementara jumlah pasien yang meninggal dunia per 24 November adalah 1.293.305 orang. Bertambah 7.712 orang (0,56%) dibandingkan hari sebelumnya.

Dalam dua pekan terakhir, rata-rata tambahan pasien meninggal mencapai 9.295 orang setiap harinya. Melonjak dibandingkan rata-rata dua pekan sebelumya yakni 7.339 orang per hari.

Lonjakan kasus dan korban jiwa akibat virus corona membuat berbagai negara memutuskan untuk tetap menerapkan social distancing. Padahal jelang akhir tahun biasanya mobilitas dan konsumsi masyarakat meningkat. Artinya, sepertinya roda ekonomi masih akan seret sampai akhir tahun.

Tumpuan harapan bagi miliaran umat manusia di planet bumi adalah vaksin anti-virus corona. Berbagai vaksin yang dikembangkan di AS, Inggris, Rusia, sampai China disebut-sebut punya tingkat efektivitas di atas 90% dalam melawan virus corona. Tentu sebuah kabar baik, ada harapan hidup bisa kembali normal dan indah seperti dulu lagi.

Namun vaksin tidak bisa datang besok. Perlu proses uji coba dan harus mendapat izin edar, sehingga paling cepat baru bisa dinikmati bulan depan. Vaksinasi pun bertahap, dimulai dari kelompok masyarakat yang paling rentan seperti orang lanjut usia atau tenaga medis. Tidak seluruh populasi menerima vaksin secara bersamaan.

"Kemungkinan besar kita baru akan memulai vaksinasi kepada populasi yang paling berisiko seperti para lanjut usia paling cepat akhir Desember. Atau mungkin awal Januari," kata Emmanuel Macron, Presiden Prancis, seperti dikutip dari Reuters.

Belum lagi ada isu distribusi. Vaksin tidak bisa diangkut dan dikirimkan seperti jeruk dalam peti. Harus ada perlakuan khusus, misalnya vaksin buata Pfizer harus disimpan di lemari pendingin bertemperatur -70 derajat celcius.

"Ini menjadi tantangan logistik yang sangat besar," ujar Chistopher Boucher, Cargo Chief Air France, juga dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, pandemi virus corona masih akan menjadi risiko besar di pasar keuangan dunia, juga bagi kehidupan seluruh manusia. Selama virus corona masih bebas berkeliaran, pasar keuangan global masih akan dibayangi risiko koreksi.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data penjualan sepeda motor Indonesia periode Oktober (tentatif)
  2. Pengumuman suku bunga acuan Korea Selatan periode November (08:00 WIB).
  3. Indonesia Solar, Wind, and Geothermal Summit 2020 (08:00 WIB).
  4. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (10:00 WIB).
  5. RUPSLB PT Indo Komoditi Korpora Tbk (14:00 WIB).
  6. Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Prancis periode November (14:45 WIB).
  7. Rilis data pembacaan final pertumbuhan ekonomi Meksiko periode kuartal III-2020 (19:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (kuartal III-2020 YoY)

-3,49%

Inflasi (Oktober 2020 YoY)

1,44%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2020)

3,75%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020)

0,36% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020)

US$ 2,05 miliar

Cadangan Devisa (Oktober 2020)

US$ 133,66 miliar

 

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular