Jakarta, CNBC Indonesia - Hari itu 22 Juni 1986. Momentumnya adalah pertandingan sepakbola Piala Dunia 1986 di Meksiko, tepatnya babak perempat final yang mempertemukan Inggris vs Argentina.
Pertandingan tersebut diisi oleh para pemain bintang bin legendaris. Di Tim Tiga Singa ada kiper Peter Shilton, gelandang Glenn Hoddle, sampai duet penyerang maut Gary Lineker-Peter Beardsley. Tim Tango tak kalah mentereng, karena ada nama-nama macam bek tangguh Oscar Ruggeri, gelandang lincah Jorge Burruchaga, sampai penyerang flamboyan Jorge Valdano.
Namun meski bertabur nama-nama beken, lakon dalam laga di Stadion Azteca itu cuma satu. Namanya Diego Armando Maradona.
Laga berjalan sengit, kedua tim punya kekuatan yang seimbang. Saling balas serangan menjadi warna dominan.
Dalam laga seperti ini, hanya butuh satu orang untuk menjadi pembeda. Seorang El Diego sudah lebih dari cukup.
Maradona memborong dua gol yang sama-sama ikonik. Pertama adalah Gol Tangan Tuhan, di mana Maradona membobol gawang Shilton dengan tangan kirinya. Wasit Ali Bin Nasser dari Tunisia dan asistennya tidak melihat itu, sehingga gol Maradona dianggap sah. Maklum, kala itu belum ada Video Assistant Referee (VAR).
Gol kedua tidak kalah menarik, bahkan mungkin lebih dahsyat. Empat menit setelah Gol Tangan Tuhan, Maradona menggiring bola dari wilayah pertahanan Argentina. Melakukan solo run, Maradona melewati empat pemain Inggris (Beardsley, Peter Reid, Terry Butcher, dan Terry Fenwick).
Keindahan gol itu menjadi paripurna kala Maradona berhasil mengecoh Shilton sampai jatuh dan menceploskan bola ke gawang kosong. Pada 2002, gol itu dipilih sebagai yang terbaik abad 20. Goal of the Century.
Pada menit ke-81, Lineker mecetak gol buat Inggris tetapi tidak banyak membantu. Hasil akhir adalah 2-1 untuk kemenangan Maradona dan kolega.
Ternyata laga seru itu tidak hanya membawa warisan besar bagi dunia sepakbola (mungkin kehadian VAR bertujuan untuk mencegah terjadinya Gol Tangan Tuhan jilid II). Namun ternyata juga memberi inspirasi dalam aspek ekonomi.
Adalah Goal of the Century yang menjadi ilham bagi Sir Mervin King, Gubernur Bank Sentral Inggris (BoE) kala itu, untuk mencetuskan teori baru. Menurut pengamatan Sir Marvin, sebenarya Maradona tidak meliuk-liuk ketika menerobos empat pemain Inggris. Ya, Maradona berlari dalam garis lurus!
"Bagaimana Anda bisa melewati beberapa pemain saat berlari lurus? Jawabannya adalah, pemain Inggris bereaksi seakan menebak apa yang akan dilakukan Maradona. Pemain Inggris mengira Maradona akan bergerak ke kiri dan ke kanan, dan karena persepsi itu Maradona bisa berlari lurus," kata Sir Marvin dalam sebuah kesempatan pada 2005, seperti dikutip dari Financial Times.
Apa yang dilakukan Maradona dicontoh oleh otoritas moneter. Pasar harus dibuat yakin bahwa bank sentral akan mengubah-ubah kebijakan sehingga pasar bereaksi terhadap persepsi perubahan tersebut. Padahal reaksi pasar itu yang sebenrnya dicari oleh bank sentral. Inilah yang dinamakan Efek Maradona (Maradona Effect).
Aplikasi Maradona Effect terlihat saat Krisis Keuangan Global 2008-2009. Kala itu, Bank Sentral Amerika Serikat/AS (The Federal Reserve/The Fed) terus menegaskan komitmen mereka untuk membeli obligasi yang diterbitkan oleh Fannie Mae dan Freddy Mac, dua perusahaan yang diambil alih pemerintah. The Fed juga berjanji terus membeli obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. Kebijakan ini dikenal dengan nama quantitative easing.
Baca: Fed Borong Obligasi Korporasi, Malaysia Beri Kredit UMKM, BI?
Pernyataan ini berhasil memancing gairah investor untuk masuk ke pasar obligasi. Mengetahui bahwa The Fed ada di belakang mereka, investor ikut getol memborong surat utang. Pada akhirnya, The Fed tidak perlu terlalu banyak mengeluarkan uang (walau neraca mereka bengkak juga).
Derasnya aliran uang berhasil di pasar berhasil menurunkan biaya dana. Perusahaan di AS kembali mampu melakukan ekspansi dan ekonomi Negeri Adidaya berhasil pulih dari resesi dalam waktu yang relatif singkat.
Kini, insan sepakbola (dan seluruh dunia) berduka. Maradona meninggal dunia pada usia 60 tahun akibat serangan jantung. Dunia kehilangan salah satu pesepakbola terbaik dalam sejarah.
Maradona tidak hanya mewariskan permainan sepakbola indah yang penuh dengan kemampuan tingkat tinggi sekaligus trik selicin belut. El Diego juga memberi warisan kepada dunia ekonomi, terutama kebijakan moneter.
Selamat jalan, legenda!
TIM RISET CNBC INDONESIA