Parah Bat! 7 Kasus Gagal Bayar Ini Bikin Boncos Rp 49 T

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
16 November 2020 15:17
AJB Bumiputera
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

3. PT Asuransi Jiwa Bakrie Life (estimasi Rp 500 M)

Kasus gagal bayar perusahaan asuransi milik Grup Bakrie tersebut terjadi pada produk Diamond Investa yang berjenis unit link (asuransi dan investasi).

Produk tersebut mengalami gagal bayar pada 2008 karena perusahaan terlalu agresif berinvestasi di pasar saham, pada masa itu saham-saham berguguran karena krisis global yang dipicu kasus subprime mortgage di Amerika Serikat (AS).

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang kini telah berubah nama menjadi OJK, menyatakan gagal bayar Diamond Investa mencapai Rp 500 miliar. Untuk menyelesaikan masalah ini dicapai kesepakatan Bakrie Life akan mencicil kewajiban.

Namun pencicilan yang dilakukan Bakrie Life bermasalah. Tidak semua pemegang polis dananya dikembalikan hingga akhirnya pada 2016, OJK mencabut izin operasional Bakrie Life.

Pada bulan September lalu Kuasa Hukum para Nasabah Korban Bakrie Life, Jimmy Theja SH, MBA menyampaikan permohonan langsung kepada Kapolri dan Kabareskrim agar memberikan atensi khusus terhadap nasib para pemegang polis Bakrie Life.

"Kami sudah ditelantarkan selama 11 tahun dengan dampak sangat massive di mana korban Bakrie Life yang tersebar hampir di seluruh Indonesia ada yang depresi, stroke, meninggal, gagal studi, cerai," terang Jimmy dalam pesan WhatsAppnya kepada CNBC Indonesia, Senin (9/9/2019).

4. PT Asuransi Bumi Asih Jaya

OJK mencabut izin usaha di Bidang Asuransi atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) pada 18 Oktober 2013 tidak mampu lagi untuk memenuhi ketentuan terkait dengan kesehatan keuangan (Risk Based Capital) dan rasio perimbangan investasi terhadap cadangan teknis dan utang klaim.

Dalam perjalannya setelah dicabut, Bumi Asih Jaya belum dapat melaksanakan kewajibannya kepada sehingga OJK mengajukan gugatan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

5. Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 (estimasi Rp 5,3 T)

Permasalahan pada Bumiputera lebih terfokus kepada miss management atau kesalahan mengelola perusahaan. Pada Januari 2018 perusahaan mengaku mengalami keterlambatan pembayaran klaim dalam 1 - 2 bulan karena minimnya premi yang dihasilkan perusahaan.

Pada akhir tahun 2018, perusahaan mengalami permasalahan solvabilitas sebesar Rp20,72 triliun, dimana aset yang tercatat hanya sebesar Rp 10,279 triliun tetapi liabilitas perusahaan mencapai Rp31,008 triliun.

Hingga semester I-2019, rasio RBC Bumiputera minus 628,4%, sedangkan rasio kecukupan investasinya hanya sebesar 22,4%, dan rasio likuiditas 52,4%.

Pengurus AJB Bumiputera yang baru pun berkomitmen dan berjibaku menyelesaikan tunggakan klaim tahun 2020 jumbo Rp 5,3 triliun dari sebanyak 365.000 pemegang polis di seluruh Indonesia.

Direktur Utama AJBB, Faizal Karim mengakui, kondisi yang mendera perseroan sangat, sangatlah berat. Sejumlah jurus sedang disiapkannya, mulai dengan mengoptimalisasi aset properti milik perseroan yang dikelola ke produk-produk pasar modal seperti Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (EBA), KIK DINFRA dari aset perseroan yang nilainya mencapai hampir Rp 7 triliun.

Selanjutnya melalui program dari internal Bumiputera dan kerja sama dengan perbankan.

"Insya Allah program internal dalam tempo dua bulan sudah jadi. Kalau Tuhan ijinkan akhir tahun ini masih ada 5 bulan kan, paling kurang 50%. Karena uang itu kan akan masuk dengan segera, internal dan pasar modal tadi, masuk itu," tutur Faizal, di kantor AJB Bumiputera, Sudirman Jakarta dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia di kantornya, akhir pekan lalu, Jumat (24/7/2020),

AJBB juga sedang merancang tiga strategi agar pembayaran klaim nasabah bisa mulai dibayarkan mulai di semester kedua di tahun ini.

(tas/tas)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular