Jreeng! 4 Kondisi Ini Bisa Bawa Emas Antam ke Rp 1,8 Juta

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 November 2020 16:40
emas batangan
Foto: Ilustrasi Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga logam mulia di dalam negeri baik yang dijual oleh PT Aneka Tambang (Antam) maupun di Pegadaian sedang merosot dalam 3 hari terakhir, mengikuti harga emas dunia. Penurunan tersebut terjadi setelah adanya kabar vaksin virus corona dari Pfizer.

Perusahaan farmasi asal AS tersebut berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, dan mengumumkan vaksin buatannya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.

Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan perkembangan terakhir tersebut menjadi hari yang indah bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Efikasi final dari vaksin tersebut dikatakan aman.

"Hasil pertama dari uji klinis fase tiga uji vaksin mengindikasikan kemampuan vaksin kami untuk mencegah Covid-19," Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla dalam pernyataannya, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (9/11/2020).

Setelah pengumuman tersebut harga emas dunia langsung ambrol hingga 4,6% ke US$ 1.861,86/troy ons.

Sehari setelahnya, harga emas Antam langsung langsung ambrol 3,4% dan berlanjut pada Rabu dan hari ini masing-masing 0,21%. Harga emas Antam satuan 1 gram hari ini dibanderol Rp 968.000/batang, termurah sejak 21 Juli lalu.

Emas dunia merupakan kiblat harga logam mulia di dalam negeri, selain juga nilai tukar rupiah. Ketika harga emas dunia naik, maka harga emas Antam dan emas lainnya cenderung ikut naik.

Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang melanda dunia menjadi awal serangkaian peristiwa yang membuat harga emas dunia melesat di tahun ini. Pada 7 Agustus lalu, emas dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons, melansir data Refinitiv. Di hari yang sama, harga emas Antam juga mencatat rekor termahal sepanjang sejarah Rp 1.065.000/batang.

Sayangnya setelah mencapai level tersebut harga emas mengendur dan malah menurun hingga hari ini.

Meski anjlok tajam di pekan ini, para analis masih belum merubah proyeksi harga emas masih akan melesat naik memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa. Ada yang memprediksi emas dunia akan mencapai US$ 3.000/troy ons, hingga US$ 4.000/troy ons. 

Satu troy ons, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 4.000 per troy ons dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 128,61 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.000/US$, maka harga emas bisa menembus Rp 1,8 juta/gram.

Berikut 4 kondisi yang bisa membawa harga emas dunia kembali melesat naik, dan mengerek harga logam mulia di dalam negeri.

Halaman Selanjutnya : 4 kondisi yang bisa membawa harga emas dunia >> NEXT

Seperti disebutkan sebelumnya, penembusan vaksin oleh Pfizer membuat harga emas ambrol. Covid-19 yang memicu resesi dunia memang menjadi asal muasal reli harga logam mulia, sehingga pergerakan emas ke depan akan sangat tergantung dari perkembangan kasus virus yang berasal dari kota Wuhan China ini.

Dengan adanya vaksin, virus corona tentunya akan bisa ditanggulangi, dan hidup kembali normal. Tetapi, Pfizer baru akan mengajukan penggunaan darurat vaksin kepada Food and Drug Administration (FDA) AS pada pekan ketiga November 2020.

Masih memerlukan waktu sampai vaksin tersebut disetujui penggunaannya, dan lebih lama lagi sampai didistribusikan ke masyarakat. Itu baru di Amerika Serikat, sementara virus corona melanda seluruh dunia.

Di sisi lain, Eropa sedang mengalami serangan virus corona gelombang kedua, beberapa negara bahkan kembali menerapkan lockdown meski tidak seketat beberapa bulan lalu.
Lockdown tersebut tentunya membuat pemulihan ekonomi Benua Biru terganggu, sehingga resesi masih mengancam. Dalam kondisi tersebut, emas masih akan menarik.

Penggunaan vaksin secara darurat masih belum dijamin keampuhannya. Vaksin dari perusahaan farmasi China, Sinovac misalnya, yang digadang-gadang efektif menanggulangi Covid-19, uji klinisnya kini dihentikan sementara di Brasil.

Selain itu, ketika virus corona pada akhirnya berakhir diredam, kondisi perekonomian diperkirakan tidak akan langsung bisa pulih, sebab sudah terjadi kerusakan yang masif. 

"Virus bisa hilang, tetapi bukan berarti perekonomian akan pulih dengan cepat. Sudah terjadi banyak kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dengan cepat," kata Ole Hanson, kepala strategi komoditas di Saxo Bank , sebagaimana dilansir Kitco, Senin (9/11/2020).

Ketidakpastian akibat Covid-19 masih tinggi, sehingga emas diramal masih akan melesat lagi. Hansen merupakan analis yang memprediksi harga emas akan melesat ke US$ 4.000/troy ons dalam beberapa tahun ke depan. 



Meski pada akhirnya vaksin sukses menanggulangi virus corona, tetapi masih belum diketahui seberapa cepat perekonomian akan bangkit.

Guna membangkitkan kembali perekonomian, pemerintah di berbagai negara menggelontorkan stimulus fiskal yang masif. Stimulus tersebut menjadi salah satu bahan bakar utama emas untuk terus menguat. Dari semua negara, Amerika Serikat tentunya yang paling jumbo.

Total stimulus fiskal yang digelontorkan pada periode pertama sekitar US$ 3 triliun, atau setara 3 kali produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Negeri Paman Sam masih akan menggelontorkan stimulus fiskal lagi, yang pembahasannya mandek akibat pemilihan presiden 3 November lalu. Presiden terpilih AS, Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat diperkirakan akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar ketimbang Donald Trump.

Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Stimulus fiskal begitu juga stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak. Stimulus fiskal akan menguntungkan emas dari 2 sisi.

Pertama, semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam sedang dalam tren menurun hingga menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. 

Kedua, banjir likuiditas di perekonomian tentunya berisiko memicu kenaikan inflasi. Secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.

Besarnya stimulus fiskal yang digelontorkan tentunya berakibat membengkaknya utang Amerika Serikat. Besarnya rasio utang terhadap PDB AS menjadi salah satu faktor yang bisa membawa emas kembali melesat.

Analisis rasio utang terhadap PDB tersebut diungkapkan oleh salah satu perusahaan trading di Asia, WingCapital Investment.

"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] bank sentral AS [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.

Dengan kondisi saat itu, harga emas diprediksi akan mencapai US$ 3.000/troy ons dalam 3 tahun ke depan.

Analis tersebut melihat pada periode sebelumnya ketika emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons pada September 2011, reli tersebut berakhir ketika laju kenaikan rasio utang terhadap PDB AS mulai menurun.

Berdasarkan data dari CEIC, ratio utang terhadap PDB AS di tahun 2007 sebesar 63%, kemudian melesat hingga mencapai 103% di tahun 2013.

Selama periode tersebut harga emas juga terus menanjak, hingga memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920/troy ons pada September 2011.

Di tahun 2019 sebesar 108%. Analis dari WingCApital melihat belanja masif pemerintah AS guna memerangi Covid-19 diprediksi akan membengkakkan defisit anggaran tersebut, hingga rasio utang terhadap PDB akan menyamai ketika perang dunia II ketika naik sebesar 30% tahun ini, atau menjadi sekitar 130% dari PDB.

Selain stimulus fiskal bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga menjadi bahan bakar utama emas untuk menguat. Di tahun ini, The Fed membabat habis suku bunganya menjadi < 0,25%, kebijakan yang sama diambil saat krisis finansial global 2008.

Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi investor emas karena opportunity cost menjadi rendah.

"Kenyataannya suku bunga tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat, dan itu akan bagus untuk emas. Jika kita melihat perekonomian bangkit dengan cepat, maka ada potensi inflasi akan melesat dan membuat suku bunga riil menjadi negatif," kata Ole Hanson, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.

Selain suku bunga, The Fed juga menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai yang tak terbatas. Artinya seberapa pun diperlukan oleh perekonomian akan digelontorkan.

Besarnya stimulus moneter melalui program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang dilakukan The Fed di tahun ini lebih besar dari tahun 2008 lalu. Hal tersebut tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar.

Balance Sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai Balance Sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris 3 triliun. Emas terus bergerak naik pada periode tersebut hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada September 2011.

The Fed juga diramal akan meningkatkan jumlah QE dalam beberapa bulan ke depan, sehingga peluang harga emas menguat lagi terbuka lebar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular