Gelombang ke-2 Corona Bikin Ngeri, Mata Uang Eropa Berguguran

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 October 2020 18:10
FILE PHOTO: Euro, Hong Kong dollar, U.S. dollar, Japanese yen, pound and Chinese 100 yuan banknotes are seen in this picture illustration, January 21, 2016.   REUTERS/Jason Lee/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Jason Lee

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Eropa berguguran melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (28/10/2020) akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua yang berisiko membawa perekonomian Benua Biru kembali merosot.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 16:20 WIB, euro melemah 0,39% ke US$ 1,1753, poundsterling bahkan lebih dalam lagi, 0,58% ke US$ 1,2969. Sementara itu, franc Swiss melemah 0,33% ke 0,9115/US$.

Eropa benar-benar mengalami serangan virus corona gelombang kedua. Berdasarkan data terbaru dari Worldometer, jumlah kasus Covid-19 bertambah sebanyak lebih dari 220 ribu kasus.

Rusia kini menjadi perhatian, pada 27 Oktober jumlah kasusnya bertambah sebanyak 33.897 orang, naik tajam ketimbang hari sebelumnya 16.710 orang melansir Euro News.

Prancis juga sama, kemarin jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 26.771 orang, tetapi sehari sebelumnya mencapai 52.010 orang, menjadi penambahan kasus harian terbanyak sejak pandemi melanda pemenang Piala Dunia 2018 ini.

Jerman, motor penggerak ekonomi Benua Biru juga tidak lepas dari serangan virus yang berasal dari kota Wuhan China ini. Tercatat ada 11.409 kasus baru pada Selasa kemarin. Rekor penambahan harian terbanyak terjadi 14.714 orang pada 24 Oktober lalu.

Kanselir Jerman, Angela Merkel, bahkan mengatakan negaranya kemungkinan kehilangan kendali atas penyebaran Covid-19, dan mengatakan "situasinya mengancam", sebagaimana dilansir Guardian.

Sementara itu, Reuters melaporkan Merkel berencana untuk melakukan karantina ringan (lockdown light), yang akan melarang beroperasinya bar, restaurant, serta acara publik. Karantina total dikatakan akan dihindari, karena dikhawatirkan membuat perekonomian Jerman kembali merosot.

Kinerja mata uang Eropa bisa lebih buruk lagi seandainya dolar AS tidak dalam mode defensif. Pelaku pasar menanti 2 event besar dalam sepekan ke depan.

Besok akan dirilis data produk domestik bruto (PDB) AS yang diprediksi tumbuh hingga 31,9%, Artinya Negeri Paman Sam akan lepas dari resesi setelah 2 kuartal sebelumnya PDB berkontraksi 31,4% dan 5%.

Kemudian pekan depan akan ada pemilihan presiden (pilpres) AS pada 3 November waktu setempat, yang tentunya memberikan ketidakpastian di pasar.

Setelah pilpres selesai, isu stimulus fiskal di AS akan kembali menjadi perhatian. Stimulus fiskal pada akhirnya akan cair siapapun pemenangnya apakah petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden.

Namun, nilai stimulus akan lebih besar jika Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan tahun ini. Saat stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Soal Panasnya China, Ini Penyebab Dolar Loyo di Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular