Bukan Soal Panasnya China, Ini Penyebab Dolar Loyo di Eropa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 May 2020 20:45
FILE PHOTO: Dollar signs are seen alongside the signs for other currencies at a currency exchange shop in Hong Kong November 1, 2014.  A year-long investigation into allegations of collusion and manipulation by global currency traders is set to come to a head on Wednesday, with Britain's financial regulator and six big banks expected to agree a settlement involving around £1.5 billion ($2.38 billion) in fines. The settlement comes amid a revival of long-dormant volatility on foreign exchanges, where a steady rise in the U.S. dollar this year has depressed oil prices and the currencies of many commodity exporters such as Russia's rouble, Brazil's real and Nigeria's naira - setting the scene for more turbulence on world financial markets in 2015. Picture taken November 1, 2014. REUTERS/File Photo
Foto: mata Uang (Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) melemah melawan mata uang euro dan poundsterling pada perdagangan Kamis (28/5/2020).

Melemahnya dolar AS melawan mata uang Eropa tersebut bukan karena hubungan AS dengan China sedang memanas, melainkan akibat klaim tunjangan pengangguran yang masih tinggi padahal kebijakan karantina wilayah (lockdown) sudah mulai dilonggarkan.

Pada pukul 19:50 WIB, euro menguat 0,15% melawan dolar AS ke US$ 1,1019, sementara poundsterling menguat 0,12% ke US$ 1,2269 di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan jumlah klaim tunjangan pengangguran sepanjang pekan lalu bertambah sebanyak 2,1 juta klaim, lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebesar 2,05 juta klaim.

Dengan penambahan pekan lalu, sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menyerang AS, total klaim tunjangan pengangguran sudah mencapai 41 juta klaim.



Masih tingginya jumlah klaim tunjangan pengangguran meski semua negara bagian di AS sudah melonggarkan lockdown tentunya memicu kecemasan pelaku pasar akan sulitnya tenaga kerja kembali diserap oleh perekonomian. Artinya pelaku bisnis masih kesulitan untuk memulai lagi usahanya.

Data lain yang dirilis hari ini menunjukkan produk domestic bruto (PDB) AS kuartal I-2020 direvisi turun, alias makin nyungsep. Pembacaan kedua PDB AS dirilis sebesar -5%, lebih rendah dibandingkan pembacaan awal sebesar -4,8%. Serangkaian data buruk tersebut membuat dolar AS melemah melawan mata uang Eropa.

Di sisi lain, AS-China yang sedang sengit membuat dolar AS masih mampu bertahan dari tekanan sehingga pelemahannya tidak terlalu besar. Dolar AS merupakan mata uang yang dianggap aset aman (safe haven) yang permintaannya meningkat ketika terjadi gejolak di pasar finansial ataupun gejolak geopolitik.



Tensi hubungan China dengan AS memang panas dingin dalam 2 tahun terakhir akibat perang dagang kedua negara. Di awal tahun ini, hubungan keduanya kembali mesra setelah menandatangani kesepakatan dagang fase I.

Tetapi kini kembali memanas akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Presiden AS Donald Trump terus menyerang China dengan mengatakan virus corona berasal dari sebuah laboratorium di Negeri Tiongkok. Trump meminta China bertanggung jawab hingga Covid-19 menjadi pandemi global dan menuntut kompensasi atas kerusakan ekonomi AS.

Memanasnya hubungan kedua negara memicu kecemasan akan terjadinya babak baru perang dagang kedua negara. Lebih buruk lagi, bahkan mungkin terjadi konfrontasi bersenjata alias perang militer.

Hubungan kedua negara terlihat semakin memburuk setelah AS kembali ikut campur masalah Hong Kong, wilayah administratif China.

Presiden AS, Donald Trump, Selasa kemarin mengatakan sebelum akhir pekan ini Amerika Serikat akan mengumumkan langkah apa yang akan diambil ke China terkait Undang-undang keamanan yang akan diterapkan di China. Undang-undang tersebut memicu demo berdarah di Hong Kong beberapa hari terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular