Kasus Corona di AS Melonjak, Dolar AS Justru Berjaya di Eropa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 June 2020 20:12
foto : REUTERS/Dado Ruvic
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat melawan mata uang Eropa pada perdagangan Jumat (26/6/2020), meski kasus corona (Covid-19) melonjak di Negeri Sam. Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 19:21 WIB, dolar AS menguat 0,28% melawan poundsterling di US$ 1,2381, dan 0,05% melawan euro di US$ 1,1211.

Jumlah kasus Covid-19 di AS terus melonjak, bahkan kasus per harinya mencetak rekor tertinggi pada Rabu lalu. CNBC International melaporkan, jumlah kasus baru di hari Rabu tercatat sebanyak 45.557 kasus, menjadi yang terbanyak sejak virus corona menyerang AS.

Akibatnya, negara bagian Texas dan Florida yang mencatat kasus terbanyak harus menghentikan pelonggaran karantina wilayah (lockdown).

Meski demikian, dolar AS masih tetap perkasa di hadapan mata uang Eropa. Sebabnya, baik poundsterling dan euro masih berkutat dengan isu masing-masing. Poundsterling masih terbebani isu keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit. Padahal Perdana Menteri, Boris Johnson, sudah melonggarkan kebijakan lockdown.

"Melonggarkan lockdown tidak akan merubah penggerak utama poundsterling, yakni ketidakpastian kesepakatan dagang antara Inggris dengan Uni Eropa," tulis ahli strategi ING, sebagaimana dilansir Reuters. Poundsterling, lanjut dia, masih akan menjadi mata uang yang underperform ketimbang mata uang Eropa kainnya.

Inggris saat ini sedang dalam masa transisi hingga 31 Desember nanti untuk keluar dari Uni Eropa. Kedua belah pihak sedang melakukan negosiasi untuk hubungan dagang setelah masa transisi berakhir. Jika sampai 31 Desember nanti tidak ada kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari pasar tunggal, artinya akan ada tarif ekspor-impor yang akan dikenakan.

Jika sampai terjadi, maka perekonomian Inggris terancam merosot lebih dalam. Apalagi saat ini pandemi penyakit akibat virus corona sudah membuat perekonomian global nyungsep.

Sementara itu euro tertekan akibat bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menegaskan sikap dovish yang diambil. Pada 4 Juni lalu, ECB mengumumkan menambah program pembelian aset senilai 600 miliar euro menjadi 1,35 triliun euro dan akan dilakukan hingga pertengahan 2021.

Program tersebut ditujukan untuk menambah likuiditas ke perekomomian yang mengetat akibat pandemi Covid-19. Sikap dovish artinya ada kemungkinan nilai program pembelian aset akan ditambah lagi jika diperlukan. Artinya jumlah uang yang beredar akan semakin banyak, dan nilai tukar euro menjadi melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Global DIprediksi Makin Nyungsep, Dolar AS Diburu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular