
Ekonomi Global DIprediksi Makin Nyungsep, Dolar AS Diburu
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2020 20:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) kembali perkasa melawan mata uang Asia dan Eropa pada perdagangan Rabu (1/4/2020). Perekonomian global yang diprediksi makin merosot akibat pandemi virus corona (COVID-19) memicu aksi buru dolar.
Setelah membuat mata uang Asia berguguran, kini mata uang Eropa juga kembali menjadi korban keganasan Greenback. Pada pukul 19:25 WIB, euro dibuat melemah 0,87% ke US$ 1,0926, poundsterling -0,42% di US$ 1,2371, dan franc Swiss melemah 0,48% di 0,9662/US$.
Pandemi COVID-19 hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat penyebarannya. Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE hingga saat ini 180 negara/wilayah yang sudah terpapar COVID-19, dengan 875.000 orang terjangkit, 42.291 meninggal dunia dan lebih dari 185.000 orang dinyatakan sembuh.
AS kini menjadi epicentrum COVID-19, dengan jumlah kasus nyaris 190.000, disusul Italia 105.792 kasus dan Spanyol 102.136 kasus.
Banyak negara yang menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi semakin menurun hingga ke jurang resesi. Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G-20, akan terkontraksi tajam di tahun ini.
"Ekonomi negara G-20 akan mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini dan akan berkontraksi pada tahun 2020 secara keseluruhan," tulis Moody's, dalam riset bertajuk Global Macro Outlook 2020-21, dikutip Kamis (26/3/2020).
Moody's memperkirakan, Produk Domestik Bruto (PDB) riil sepanjang tahun 2020 dari negara-negara G-20 secara rata-rata akan minus 0,5%, jauh di bawah perkiraan pada proyeksi awal November lalu dengan estimasi pertumbuhan sebesar 2,6%.
Sementara itu, Kepala Ekonom IHS Markit Nariman Behravesh dan eksekutif direktur ekonomi global Sara Johnson dalam Global Economic Forecast Flash bulan Maret memberikan proyeksi jika Jepang sudah mengalami resesi, sementara AS dan Eropa akan menyusul di kuartal II-2020.
PDB AS diprediksi di tahun ini diprediksi akan berkontraksi 0,2%, zona euro 1,5% dan Jepang 0,8%. Sementara itu ekonomi China diprediksi hanya akan tumbuh 3,1%.
Semakin lama COVID-19 berkeliaran, semakin lama lockdown berlangsung, sehingga perekonomian global berisiko semakin nyungsep. Goldman Sachs sudah merevisi lagi proyeksi pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II-2019 menjadi minus 34% dibandingkan proyeksi sebelumnya minus 24%.
Kala ekonomi global terancam, aset safe haven kembali diburu. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, saham global terkoreksi diikuti amblesnya harga emas dunia, dan mengangkat kembali istilah cash is the king, uang tunai adalah raja. Salah satu raja itu adalah dolar AS, yang paling banyak dipakai di transaksi global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan
Setelah membuat mata uang Asia berguguran, kini mata uang Eropa juga kembali menjadi korban keganasan Greenback. Pada pukul 19:25 WIB, euro dibuat melemah 0,87% ke US$ 1,0926, poundsterling -0,42% di US$ 1,2371, dan franc Swiss melemah 0,48% di 0,9662/US$.
Pandemi COVID-19 hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat penyebarannya. Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE hingga saat ini 180 negara/wilayah yang sudah terpapar COVID-19, dengan 875.000 orang terjangkit, 42.291 meninggal dunia dan lebih dari 185.000 orang dinyatakan sembuh.
Banyak negara yang menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi semakin menurun hingga ke jurang resesi. Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G-20, akan terkontraksi tajam di tahun ini.
"Ekonomi negara G-20 akan mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini dan akan berkontraksi pada tahun 2020 secara keseluruhan," tulis Moody's, dalam riset bertajuk Global Macro Outlook 2020-21, dikutip Kamis (26/3/2020).
Moody's memperkirakan, Produk Domestik Bruto (PDB) riil sepanjang tahun 2020 dari negara-negara G-20 secara rata-rata akan minus 0,5%, jauh di bawah perkiraan pada proyeksi awal November lalu dengan estimasi pertumbuhan sebesar 2,6%.
Sementara itu, Kepala Ekonom IHS Markit Nariman Behravesh dan eksekutif direktur ekonomi global Sara Johnson dalam Global Economic Forecast Flash bulan Maret memberikan proyeksi jika Jepang sudah mengalami resesi, sementara AS dan Eropa akan menyusul di kuartal II-2020.
PDB AS diprediksi di tahun ini diprediksi akan berkontraksi 0,2%, zona euro 1,5% dan Jepang 0,8%. Sementara itu ekonomi China diprediksi hanya akan tumbuh 3,1%.
Semakin lama COVID-19 berkeliaran, semakin lama lockdown berlangsung, sehingga perekonomian global berisiko semakin nyungsep. Goldman Sachs sudah merevisi lagi proyeksi pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II-2019 menjadi minus 34% dibandingkan proyeksi sebelumnya minus 24%.
Kala ekonomi global terancam, aset safe haven kembali diburu. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, saham global terkoreksi diikuti amblesnya harga emas dunia, dan mengangkat kembali istilah cash is the king, uang tunai adalah raja. Salah satu raja itu adalah dolar AS, yang paling banyak dipakai di transaksi global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan
Most Popular