Oke Rupiah Memang Melemah, Tapi Para Tetangga Juga Begitu...

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2020 17:10
Meski melemah cukup tajam, tetapi rupiah bukan yang terburuk pada hari ini.
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (1/4/2020). Sentimen negatif dari internal dan eksternal membayangi pergerakan rupiah pada hari ini hingga langsung masuk ke zona merah begitu perdagangan hari ini dibuka.

Rupiah langsung melemah 0,15% ke Rp 16.320/US$ di awal perdagangan. Depresiasi terus berlanjut hingga 0,86% di Rp 16.434/US$ di penutupan pasar spot, melansir data Refinitiv.

Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang utama Asia juga melemah terhadap dolar AS. Bahkan depresiasi rupiah bukan yang terparah di Benua Kuning.

Hingga pukul 16:20 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang terburuk di Asia dengan pelemahan 1,1%. Rupiah berada di posisi kedua dari bawah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada hari ini.



Sebelum pembukaan perdagangan, rupiah sudah mendapat tekanan. Pandemi virus corona (COVID-19) sudah menunjukkan dampaknya di sektor riil Tanah Air, aktivitas sektor manufaktur mengalami kontraksi di bulan Maret.

Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.


IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.

Artinya sektor manufaktur Indonesia sudah mulai menurunkan atau bahkan menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19. Situasi ini kemungkinan akan semakin memburuk mengingat puncak pandemi diperkirakan pada bulan April/Mei.

Kemudian pada tengah hari, rupiah kembali mendapat tekanan setelah perekonomian Indonesia diprediksi bisa berkontraksi alias minus di tahun ini. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan skenario terberat dari pertumbuhan ekonomi tahun ini adalah minus 0,4%.


"KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini turun jadi 2,3% dan lebih buruk bisa negatif 0,4%. Sehingga kondisi ini menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan dan perusahaan alami kesulitan dari revenue," tutur Sri Mulyani yang juga Ketua KSSK, Rabu (1/3/2020).

Karena itu KSSK dipimpin Sri Mulyani akan mencegah skenario terberat ini tidak akan terjadi. Pemerintah dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengubah Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 2020 yang berisi sejumlah stimulus ekonomi menghadapi penyebaran Covid-19.

Seperti diketahui, Selasa kemarin Presiden Jokowi kemarin mengumumkan stimulus senilai Rp 405,1 triliun yang akan digunakan untuk dana kesehatan Rp 75 triliun, jaring pengaman sosial atau social safety net Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun. Termasuk Rp 150 triliun yang dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

"Termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi," jelas Jokowi, Selasa (31/3/2020).

Meski demikian, rupiah masih belum sanggup menguat pada hari ini akibat terus berlanjutnya arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa menjadi indikasinya. IHSG kembali berakhir di zona merah, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 166,24 miliar di pasar reguler dan non-reguler berdasarkan data RTI.


Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memberikan update tentang kondisi perekonomian terkini Selasa siang mengatakan dana asing masih pergi dari pasar Indonesia. Ia mengatakan, terjadi outflow atau aliran dana asing keluar hingga Rp 145,1 triliun.

"Terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di pasar SBN dan Rp 9,9 triliun di pasar saham," katanya.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular