Ekspor ke CPO Eropa Drop & Harga Tertekan, Dampak Covid-19?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 October 2020 12:53
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) cenderung flat pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (16/10/2020) setelah kemarin anjlok cukup dalam dipicu oleh rilis data ekspor yang kurang menggembirakan.

Pada 10.35 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Desember di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik tipis 0,07% ke RM 2.920/ton. Pada perdagangan kemarin harga CPO drop 2%. 

Berdasarkan survei Intertek Testing Services, ekspor minyak sawit Negeri Jiran pada periode 1-15 Oktober 2020 turun 2,5% dibanding periode yang sama bulan sebelumnya menjadi 760.082 ton. 

Ekspor Malaysia ke China dan Eropa drop cukup dalam. Kenaikan kasus infeksi Covid-19 di Benua Biru yang signifikan membuat beberapa wilayah mulai mengetatkan kembali pembatasan sosialnya. Hal ini menjadi sentimen buruk bagi harga CPO maupun minyak mentah. 

Namun dengan adanya fenomena iklim La Nina yang melanda kawasan tropis pasifik dan berisiko besar menimbulkan banjir membuat harga CPO terbang jelang akhir tahun. Bahkan bisa sampai awal tahun. 

Dampak La Nina dan kurangnya tenaga kerja di sektor perkebunan membuat outlook output minyak sawit Malaysia tertekan. Inilah yang membuat pasar bereaksi dan harga CPO terkerek meskipun sebetulnya memasuki musim produksi puncak di bulan September-November.

"Masalah pasokan akan mendukung harga karena musim panen rendah yang terhitung pada November dan Desember sudah dekat," kata Paramalingam Supramaniam, direktur di broker pelindung yang berbasis di Selangor Pelindung Bestari Sdn Bhd kepada Reuters.

La Nina tak hanya melanda Malaysia saja tetapi juga Indonesia. Berdasarkan Refinitiv Commodity Research curah hujan yang tinggi akan melanda sebagian besar wilayah produksi sawit nasional kecuali untuk Sumatera bagian selatan. 

Fenomena banjir juga sudah melanda beberapa daerah sentra produksi sawit Tanah Air seperti di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Sumatera Utara sehingga mengganggu aktivitas pemanenan.

Kendati demikian untuk periode Oktober 2019 - September 2020, Refinitiv Commodity Research memperkirakan bahwa produksi minyak sawit RI bakal mencapai 45,1 juta ton. 

Ke depan fenomena La Nina masih akan berlanjut sampai akhir tahun. Bahkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan La Nina dan hujan lebat kemungkinan masih akan berlangsung sampai akhir tahun dan baru selesai di April 2020.

Fenomena peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina ini akan terjadi di hampir seluruh wilayah Tanah Air kecuali Sumatera pada Oktober-Desember. Baru mulai Desember sampai Februari sebagai puncaknya hujan lebat berpotensi mendera Indonesia bagian timur seperti di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Besok China Libur Seminggu, Harga CPO Nyungsep

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular