Besok China Libur Seminggu, Harga CPO Nyungsep

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 September 2020 11:32
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) drop jelang siang pada perdagangan hari ini Rabu (30/9/2020). China yang akan memasuki periode libur panjang di awal Agustus menjadi pemicunya.

Pada 10.25 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Desember di Bursa Malaysia Derivatif ambles 1,84% ke RM 2.724/ton. Harga CPO terus melorot sejak mencapai level tertingginya dalam delapan bulan pada 18 September lalu.

Reuters melaporkan para pedagang di China mulai melikuidasi posisi mereka menjelang liburan Golden Week dari 1-8 Oktober. "Bursa Komoditas Dalian akan segera libur yang berarti tidak ada permintaan ekspor dari China selama satu minggu," kata seorang pedagang kelapa sawit yang berbasis di Kuala Lumpur.

Menambah sentimen negatif adalah mulai meningkatnya aktivitas pemanenan kedelai di AS. Berdasarkan data Departemen Pertanian AS, progress pemanenan kedelai sudah mencapai 20% sampai Senin pekan ini.

Progress tersebut lebih tinggi dari rata-rata pencapaian dalam lima tahun terakhir yang hanya 15% dan di atas konsensus yang dihimpun Reuters di angka 18%. Tambahan pasokan membuat harga minyak kedelai tertekan dan ikut menekan minyak nabati lainnya. 

Meski terkoreksi parah belakangan ini akibat aksi ambil untung dan berbagai sentimen negatif, potensi risiko kenaikan harga CPO masih terbuka. Larangan aktivitas perkebunan, penyulingan dan industri hilir sawit di Sabah Malaysia berpotensi menyebabkan disrupsi rantai pasok.

Sabah sebagai negara bagian Malaysia yang menyumbang 25% dari total output sedang 'dikunci' setelah melaporkan adanya tambahan 1.000 kasus infeksi Covid-19 di wilayah tersebut. 

Di sisi lain adanya potensi La Nina sampai Januari 2021 membuat potensi kenaikan output di musim puncak produksi September-November terancam. Pasalnya La Nina cenderung membuat curah hujan menjadi lebih tinggi. Cuaca ekstrem ini perlu diantisipasi mengingat bisa menambah dampak disrupsi rantai pasok juga.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article CPO Meroket ke Level Tertinggi 8 Bulan, Menuju RM 3.000/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular