
Harga CPO Dekati RM 3.000/ton Lagi, Kabar Baik Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) Negeri Jiran rebound setelah mengalami tekanan cukup dalam belakangan ini. Prospek ekspor Oktober yang lebih cerah dibarengi dengan ancaman penurunan output di kuartal terakhir tahun ini membuat harga kembali terdongkrak.
Rabu (21/10/2020), harga CPO kontrak pengiriman Januari di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik hampir 2%. Pada 10.35 WIB, harga CPO dibanderol RM 2.914/ton. Pada perdagangan kemarin, harga CPO ditutup menguat 3% ke RM 2.858/ton.
"Harga kontrak pulih dari level support teknikal karena para trader memanfaatkan harga yang murah untuk mengambil aksi beli. Di sisi lain ekspor akhirnya terlihat naik setelah penurunan tak terduga pada pengiriman 1-15 Oktober," kata Anilkumar Bagani, kepala riset Sunvin Group, melansir Reuters.
Pada periode 1-15 Oktober, ekspor minyak sawit Malaysia turun 2%. Namun pada 1-20 Oktober, data surveyor kargo menunjukkan ekspor minyak sayur andalan Malaysia dan Indonesia tersebut naik 4% dibanding bulan sebelumnya.
Berdasarkan survei AmSpec Agri Malaysia, ekspor 20 hari bulan Oktober tercatat mencapai 1.084.701 ton dan lebih tinggi dibanding periode yang sama bulan September lalu sebesar 1.040.085 ton.
"Dengan melakukan ekstrapolasi, total ekspor Oktober bisa mencapai 1,67 juta ton, dan menopang harga karena produksi tidak naik," kata Bagani.
Pasar mengantisipasi bahwa produksi di Malaysia akan menurun pada kuartal keempat tahun ini karena kekurangan tenaga kerja dan kondisi cuaca yang cenderung diwarnai hujan lebat akibat ada fenomena iklim La Nina.
Kenaikan harga CPO juga mengekor harga minyak nabati lain. Reuters melaporkan harga kontrak minyak kedelai dan sawit teraktif di Bursa Komoditas Dalian naik masing-masing 2,2% dan 2,3%.
Pasar masih perlu waspada, meski fenomena La Nina bisa menurunkan output, tetapi ancaman gelombang kedua wabah Covid-19 di berbagai negara terutama Eropa dan Amerika Utara yang sudah memperketat relaksasi yang sebelumnya diterapkan bisa menjadi faktor yang menekan permintaan sehingga kenaikan harga hanya terbatas.
Lagipula berbeda dengan Malaysia, Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia tidak mengalami permasalahan dalam hal tenaga kerja di sektor perkebunan sawit sehingga kalaupun terjadi penurunan output di kuartal keempat tidak akan sesignifikan di Negeri Jiran.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekspor ke CPO Eropa Drop & Harga Tertekan, Dampak Covid-19?