Jadi Andalan, RI Nikmati Ratusan Triliun dari Ekspor CPO

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 October 2020 16:30
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Di dalam negeri buah dan inti sawit diolah menjadi minyak dan digunakan di dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi masyarakat menjadi minyak goreng serta energi untuk pembuatan biodiesel.

Hampir sebagia besar produksi minyak sawit RI diekspor ke luar negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan total ekspor minyak dan lemak nabati maupun hewani dari Januari-September 2020 mencapai US$ 13,85 miliar atau menjadi penyumbang terbesar ekspor non-migas dengan pangsa mencapai 12,45%. 

Secara umum produk kelapa sawit yang dikenal di kalangan masyarakat adalah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya serta minyak inti sawit mentah (CPKO) dan turunannya. 

Apabila mengacu pada data Buletin Statistik Perdagangan Internasional Ekspor Indonesia BPS bulan Juli lalu, total ekspor CPO dan turunan CPO mencapai 14,2 juta ton. Jika digabung dengan ekspor CPKO beserta turunannya akan menjadi 15,1 juta ton. 

Nilai ekspor CPO sepanjang Januari-Juli 2020 mencapai US$ 2,7 miliar. Sementara untuk produk turunannya mencapai US$ 6,2 miliar. Pada periode yang sama RI mengekspor CPKO dan turunannya senilai US$ 600 juta.

Artinya ekspor komoditas yang berbasis kelapa sawit dalam tujuh bulan tahun ini mencapai US$ 9,5 miliar. Dengan asumsi kurs Rp 14.500/US$ maka nilainya mencapai Rp 137,75 triliun.

Dalam waktu dekat ada dua hal yang bisa mendongkrak ekspor minyak sawit RI. Pertama adalah kebijakan restocking China terutama menjelang perayaan tahun baru Imlek dan adanya perayaan Diwali di India November nanti. 

Dengan populasi masing-masing lebih dari 1,3 miliar penduduk, India dan China menjadi konsumen sekaligus importir minyak sawit terbesar di dunia. Impor minyak sawit kedua negara tersebut lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi. 

Bulan September-November biasanya menjadi puncak produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia. Namun dengan adanya ancaman fenomena iklim La Nina yang berpotensi menyebabkan banjir bisa menjadi ancaman terhadap pasokan minyak sawit. 

Pasar telah mempertimbangkan fenomena La Nina ini. Hujan lebat dengan intensitas tinggi yang memicu banjir akan menjadi gangguan bagi para petani untuk melakukan aktivitas panen. Ada kecenderungan output akan drop sehingga membuat harga CPO melonjak belakangan ini.

Harga CPO yang menguat membuat harga minyak goreng di Tanah Air juga ikut terkerek dan menjadi penyumbang inflasi. Dalam beberapa hari terakhir, harga CPO kontrak pengiriman Desember di Bursa Malaysia Derivatif Exchange bolak-balik di level RM 2.900 - RM 3.000 per ton atau US$ 698,8 - US$ 722,9 per ton. 

Sementara untuk harga CPO di Indonesia periode pengiriman Oktober dan November (FOB) mengacu pada Refinitiv dipatok masing-masing di US$ 746,25/ton dan US$ 745/ton. 

La Nina tak hanya melanda Malaysia saja tetapi juga Indonesia. Berdasarkan Refinitiv Commodity Research curah hujan yang tinggi akan melanda sebagian besar wilayah produksi sawit nasional kecuali untuk Sumatera bagian selatan. 

Fenomena banjir juga sudah melanda beberapa daerah sentra produksi sawit Tanah Air seperti di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Sumatera Utara sehingga mengganggu aktivitas pemanenan. 

Kendati demikian untuk periode Oktober 2019 - September 2020, Refinitiv Commodity Research memperkirakan bahwa produksi minyak sawit RI bakal mencapai 45,1 juta ton. 

Ke depan fenomena La Nina masih akan berlanjut sampai akhir tahun. Bahkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan La Nina dan hujan lebat kemungkinan masih akan berlangsung sampai April tahun depan. 

Perhitungan produksi minyak sawit tahun marketing baru akan dihitung mulai Oktober ini. Jika berkaca pada beberapa tahun terakhir, La Nina akan menyebabkan banyak daerah akan banjir terutama di Indonesia. 

Di saat yang sama harga juga akan terkerek tinggi. Namun untuk mengetahui seberapa tinggi semua tergantung pada dinamika pasokan dan permintaan serta berbagai sentimen di pasar. 

Terkait konsumsi ada berita kurang mengenakkan yang datang dari Indonesia. Sampai dengan September tahun ini konsumsi biodiesel dari sawit baru tercatat sebesar 6,17 juta kilo liter. Padahal targetnya mencapai 9,6 juta kilo liter. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apa Kabar Program B30 di Masa Pandemi? Ini Kata GAPKI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular