
Mantan Bos BTN Jadi Tersangka, Terseret Kasus Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menetapkan mantan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Maryono sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji atau gratifikasi yang diduga terjadi di bank pelat merah itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kejaksaan Agung, mengatakan setelah melalui rangkaian pemeriksaan, sesuai dengan surat perintah penyidikan, yaitu sejak 28 Agustus 2020, maka pada Selasa malam (6/10) penyidik menetapkan dua orang tersangka.
Keduanya yakni masing-masing atas nama drs. HM (H Maryono) jabatannya adalah mantan Direktur Utama Bank BTN, periode 2012-2019.
"Tersangka kedua yakni atas nama YA (Yunan Anwar), Direktur PT Pelangi Putra Mandiri," kata Hari, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu pagi (7/10/2020).
Sebelum di BTN, Maryono pernah menjabat sebagai Direktur Utama Mutiara Bank yang berhasil ia bawa keluar dari kondisi Bank Tidak Sehat menjadi Bank Sehat hanya dalam waktu 1 tahun.
Dia juga berhasil membawa Bank Mutiara (eks Bank Century) keluar dari status Bank Dalam Pengawasan Khusus menjadi Bank Dalam Pengawasan Normal dalam 2,5 tahun.
Bank tersebut sudah dijual Lembaga Penjamin Simpanan ke investor Jepang dan kini menjadi Bank J Trust.
Maryono menjabat Dirut BTN pada periode 2012-2019, lalu digantikan oleh Pahala Mansury pada Jumat (22/11/2019).
Dia pernah menjabat Kepala Wilayah I/Medan Bank Mandiri (Juli 2002-Desember 2003), dan Executive Vice President/Group Head Jakarta Network Group PT Bank Mandiri (2004-2008).
Dia juga pernah menduduki posisi Komisaris Utama PT. Mandiri Investama (September 2007), dan Dirut Bank Mutiara November 2008-Desember 2012).
Hari menjelaskan, latar belakang di balik kasus berawal dari tahun 2014.
Saat itu PT Pelangi Putra Mandiri mengajukan kredit ke BTN senilai Rp 117 miliar. Ternyata, menurut Hari, kredit itu bermasalah alias sudah mengalami kolektabilitas 5 alias kredit macet.
"Ternyata diduga, dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, ada dugaan gratifikasi atau pemberian kepada tersangka atas nama HM, yang dilakukan oleh YA senilai Rp 2,257 miliar. Caranya dengan mentransfer uang itu melalui rekening menantu dari tersangka HM," kata Hari.
"Kemudian, yang kedua, tersangka HM itu pada tahun 2013 selaku dirut itu juga menyetujui tentang pemberian kredit kepada PT Titanium Properti senilai Rp 160 miliar. Dan diduga, dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, pihak PT Titanium Properti memberikan uang atau gratifikasi senilai Rp 870 juta dengan cara yang sama, ditransfer ke rekening menantunya atas nama tersangka HM," lanjutnya.
Hari lantas menjelaskan, untuk HM, pasal sangkaan adalah Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan terhadap tersangka YA, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf atau pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
"Pada hari ini juga, penyidik akan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka tersebut yang akan dilakukan di rumah tahanan Guntur. Sehingga, pada hari ini [Selasa malam], yang bersangkutan dilakukan penahanan rutan. Saya kira itu yang bisa kami sampaikan," kata Hari.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eks Bos BTN Jadi Tersangka, Ternyata Terseret Kasus Ini