Emiten Sawit Felda Diboikot di AS, Saham BWPT Malah Terbang!

tahir saleh, CNBC Indonesia
01 October 2020 16:27
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten milik BUMN Malaysia Felda dan Grup Rajawali punya Peter Sondakh, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), tiba-tiba melesat pada penutupan perdagangan di hari pertama Oktober, Kamis (1/10/2020).

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, saham BWPT ditutup melesat 8,89% di posisi Rp 98/saham, dengan nilai transaksi Rp 8,01 miliar dan volume perdagangan 84,66 juta saham. Kapitalisasi pasar emiten yang dulunya bernama BW Plantation ini mencapai Rp 3,09 triliun.

Dengan penguatan hari ini, maka dalam 5 hari perdagangan terakhir saham emiten sawit ini melesat 12,64% dan 6 bulan terakhir melejit 42%.

Kenaikan harga saham BWPT terjadi di tengah harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Negeri Jiran, Malaysia, yang menguat pada perdagangan Kamis ini. Meski menguat harga CPO masih berada dalam tekanan.

Pada 10.35 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Desember 2020 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 1,8% ke RM 2.764/ton. Harga CPO telah drop 10,2% dari level tertingginya bulan lalu di RM 3.080/ton.

Per Juni 2020, saham BWPT dipegang oleh Felda (Federal Land Development Authority) melalui anak usahanya yakni FIC Properties Sdn Bhd sebesar 37%.

Sementara saham BWPT lainnya dipegang oleh PT Rajawali Capital International sebesar 37,70% dan sisanya investor publik 25,30%.

Felda, melalui anak usahanya FIC Properties Sdn Bhd mengakuisisi 37% saham Rajawali di Eagle High Plantations pada April 2017. Proses akuisisi tercatat memakan waktu sekitar 4 bulan setelah sale purchase agreement(SPA) yang ditandatangani kedua belah pihak pada 23 Desember 2016. Nilai akuisisi diperkirakan mencapai US$ 500 juta, atau sekitar Rp 580/saham.

Felda adalah BUMN Malaysia yang dibentuk pada 1 Juli 1956 di bawah Land Development Ordinance (Land Development Ordinance) tahun 1956, seperti terungkap dalam sejarah perusahaan di situs Felda.

Kabar negatif datang dari anak usaha Felda lainnya yakni FGV Holdings Berhad Malaysia.

Situs resmi perusahaan mencatat FGV adalah salah satu produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, menyumbang sekitar 15% dari total produksi CPO tahunan Malaysia.

FGV beroperasi di 9 negara di Asia, Timur Tengah, Amerika Utara dan Eropa. FGV adalah perusahaan agribisnis berbasis di Malaysia yang terdaftar di Bursa Malaysia pada 28 Juni 2012.

Saat FGV melantai di Bursa Malaysia, penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) FGV tercatat menjadi salah satu yang terbesar di dunia dengan meraih dana IPO mencapai RM10,4 miliar atau setara dengan Rp 37 triliun (Rp 3.580/RM).

Perusahaan ini awalnya didirikan sebagai kepanjangan tangan bisnis komersial dari Felda pada tahun 2007 guna mengawasi investasi di bisnis minyak sawit hulu dan hilir serta agribisnis lainnya.

Baru-baru ini Bloomberg melaporkan Amerika Serikat (AS) akan memblokir impor minyak kelapa sawit (CPO) dan produk turunan dari FGV Holdings.

Pengiriman dari perusahaan dan anak perusahaan FGV akan ditahan di semua pelabuhan masuk AS. Kebijakan ini diutarakan Departemen Perlindungan Bea dan Perbatasan AS, Rabu (30/9/2020) waktu setempat.

Pemboikotan ini dilakukan ini dilakukan AS lantaran ada informasi kerja paksa yang dilakukan di perusahaan perkebunan asal Malaysia tersebut.

"Perintah tersebut merupakan hasil dari penyelidikan selama setahun yang mengungkapkan adanya penipuan, pembatasan pergerakan, isolasi, intimidasi, kekerasan fisik dan seksual terhadap tenaga kerja," kutip media AS itu dari pernyataan Bea Cukai AS.

Terkait dengan pemblokiran AS, dalam pernyataan sebelumnya, FGV mengatakan komitmen penuh untuk menghormati hak asasi manusia (HAM) dan menjunjung tinggi standar ketenagakerjaan.

Pemblokiran Bea Cukai AS ini muncul pula setelah media AS, Associated Press (AP) melaporkan investigasi yang mengklaim jutaan pekerja dari beberapa wilayah termiskin di Asia, yang bekerja untuk memproduksi minyak sawit, mengalami berbagai bentuk eksploitasi.

Media ini menuding ada pekerja anak di bawah umur, perbudakan, dan tuduhan pemerkosaan.

AP News mengatakan telah mewawancarai lebih dari 130 karyawan serta mantan karyawan dari 24 perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia. Pekerja yang diwawancarai kebanyakan berasal dari Indonesia, Malaysia, Bangladesh, India, Nepal, Filipina, Kamboja, dan Myanmar, serta Muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan.

Laporan tersebut menyebut perusahaan seperti Unilever, L'Oreal, Nestle, Procter & Gamble (P&G), Colgate-Palmolive, dan Ikea, serta beberapa nama bank raksasa, seperti Deutsche Bank, BNY Mellon, Citigroup, HSBC, dan Vanguard Group, dan Maybank, terlibat dalam masalah pelanggaran ini.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diboikot di AS, Siapa FGV yang Punya Kebun Sawit di RI?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular