Ramai-ramai Emiten Memburu Tambang Emas, Ada Apa Gerangan?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 September 2020 07:10
Tambang emas bawah tanah Pongkor, Jawa Barat, milik Antam (Doc.Antam)
Foto: Tambang emas bawah tanah Pongkor, Jawa Barat, milik Antam (Doc.Antam)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global memang sedang melorot signifikan akhir-akhir ini akibat penguatan dolar AS. Namun tren koreksi yang terjadi sejak Agustus lalu masih belum bisa menutupi kenyataan bahwa logam kuning itu bersinar terang di sepanjang tahun ini.

Harga emas dunia di pasar spot hari ini Kamis (24/9/2020) pukul 16.50 WIB berada di posisi US$ 1.850/troy ons. Secara year to date harga emas masih mencatatkan kenaikan sebesar 22%.

Di tengah kinclongnya harga emas tahun ini, emiten tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk dikabarkan bakal menggarap blok tambang emas PT Freeport Indonesia yang ada di Papua yakni Blok Wabu.

Blok tersebut merupakan bagian dari penyusutan wilayah tambang Freeport Indonesia yang diserahkan kepada pemerintah pada awal Juli 2015 lalu sebagai bagian dari kesepakatan dalam amandemen kontrak karya.

Adapun luas Blok Wabu mencapai 10.700 hektar dan potensi sebesar 4,3 juta ton bijih emas berkadar emas (Au) 2,47 gram per ton.

Berdasarkan sumber CNBC Indonesia, potensi cadangan emas dari Blok Wabu, Papua ini bernilai hingga US$ 14 miliar atau sekitar Rp 207,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$).

Bila margin tambang emas mencapai 30%, artinya Antam bisa memperoleh keuntungan hingga Rp 62,16 triliun selama mengelola tambang emas di Papua ini. Sebuah angka yang fantastis memang.

Melihat prospek jangka panjang yang menggiurkan, beberapa emiten pertambangan Tanah Air lainnya juga berniat melakukan ekspansi bahkan menggarap proyek tambang emas.

Sebut saja PT Indika Energy Tbk (INDY) yang meningkatkan ekspansinya di proyek tambang emas Awak Mas di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan yang dikembangkan PT Masmindo Dwi Area, anak usaha Nusantara Resources Ltd (NUS) tahun lalu.

Ada juga emiten tambang lain yakni PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) yang juga berniat menggarap tambang dan memproduksi emas di lahan tambang Palu melalui anak usahanya yaitu PT Citra Palu Minerals. Itu baru segelintir cerita tentang emiten Tanah Air berminat menggarap sektor logam mulia kuning ini.

Sebenarnya fenomena kenaikan harga emas sejak dua tahun terakhir juga membuat banyak pemain tambang global yang ingin ekspansi dengan melalukan berbagai aksi korporasi seperti akuisisi.

Sampai dengan bulan Mei lalu, perusahaan tambang asal Kanada yaitu Magna Gold juga membeli tambang emas di Mexico. Magna Gold disebut membayar 2 juta dolar Kanada ke Timmins Gold anak usaha dari Alio Gold yang juga berasal dari Kanada untuk melakukan proyek tersebut. 

Kemudian ada lagi Shangdong Gold yang mengakuisisi produsen emas asal Kanada TMAC Resources dengan harga US$ 149 juta. Perusahaan tambang emas Kanada lain yaitu SSR Mining juga mengumumkan rencananya untuk merger dengan Alacer Gold guna mewujudkan diversifikasi portofolio bisnisnya.

Pandemi Covid-19 yang merebak di sepanjang tahun ini membuat harga emas memang terangkat. Namun permintaan emas di paruh pertama tahun ini tercatat drop 6% ke 2.076 ton menurut World Gold Council.

Permintaan emas pada kuartal kedua turun 11% (yoy) menjadi 1.015,7 ton.

Pandemi Covid-19 sekali lagi menjadi faktor pemicu utama lemahnya permintaan konsumen di pasar emas pada Triwulan ke-2. Namun di saat yang sama, pandemi Covid-19 memberikan dukungan untuk investasi.

Respons global terhadap pandemi oleh bank sentral dan pemerintah, dalam bentuk penurunan suku bunga dan suntikan likuiditas besar-besaran, memicu rekor penambahan 734 ton emas ke dalam ETF (exchange traded fund), produk instrumen investasi reksa dana dengan underlying emas, yang bisa diperdagangkan. Peningkatan arus ini membantu mengangkat harga emas.

Total investasi emas batangan dan koin melemah tajam di kuartal kedua yang menyebabkan penurunan 17% (yoy) pada permintaan sepanjang semester I menjadi 396,7 ton.

Permintaan perhiasan pada 6 bulan pertama tahun ini juga merosot 46% (yoy) menjadi 572 ton karena adanya lockdown dan serta kondisi keuangan konsumen terhalang oleh harga tinggi dan tekanan pada penurunan pendapatan.

Faktor ini juga yang menjadi biang kerok penurunan permintaan emas yang digunakan dalam teknologi sebesar 13% menjadi 140 ton di semester pertama, karena permintaan pengguna akhir untuk elektronik juga runtuh.

Pembelian bank sentral pun terlihat melambat lagi di kuartal kedua jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Sektor ini menambahkan 233 ton emas bersih di semester I.

Pasokan emas juga terkena dampak pandemi, turun 6% menjadi 2.192 ton karena produksi tambang dan daur ulang dipengaruhi oleh lockdown.

Namun ke depan, setidaknya untuk tahun 2021 harga emas diproyeksikan masih akan meningkat seiring dengan rendahnya suku bunga serta membaiknya daya beli masyarakat di tengah risiko geopolitik yang tinggi.

Eily Ong analis dari Singapore Bullion Market Association (SBMA) memperkirakan harga emas tahun depan bisa menyentuh ke level tertingginya di US$ 2.583./troy ons.

Artinya ada potensi kenaikan hingga 56% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun ini sampai dengan akhir Juli kemarin.

Tahun ini Eily Ong memperkirakan permintaan emas global turun menjadi 4.072 ton dari tahun lalu sebanyak 4.364 ton.

Namun di tahun depan permintaan emas untuk berbagai segmen diperkirakan masih bakal meningkat hampir di seluruh segmennya baik industri, perhiasan, emas batangan hingga koin dan pembelian oleh bank sentral.

Prospek permintaan serta harga emas jangka panjang yang dinilai masih bullish inilah yang membuat para pemain tergiur untuk melakukan ekspansi guna memanfaatkan momentum untuk masuk maupun meningkatkan pangsa pasarnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular