
Obligasi Pemerintah RI 'Dibanting', Harga Turun & Bunga Naik

Kemungkinan kedua, investor mencemaskan situasi eksternal yang sedang kurang kondusif utamanya hubungan Amerika Serika (AS) dan China. Gara-gara undang-undang keamanan baru di Hong Kong, hubungan Beijing-Washington menjadi panas.
Pemerintah AS memberlakukan sanksi bagi pejabat Hong Kong yang terlibat dalam penyusunan undang-undang yang dipandang represif tersebut. Salah satu pejabat yang terkena sanksi adalah Carrie Lam, Pemimpin Hong Kong. Sanksi yang dijatuhkan adalah pembekuan aset dan larangan bagi individu atau perusahaan AS untuk berurusan dengan mereka.
"Undang-undang keamanan baru akan menjadi dasar untuk melakukan pengekangan terhadap orang-orang atau pihak yang dipandang tidak bersahabat dengan China. Carrie Lam sebagai pimpinan bertanggung jawab langsung atas penerapan kebijakan yang represif dan menekan kebebasan rakyat Hong Kong," sebut keterangan tertulis Kementerian Keuangan AS.
China tentu tidak terima. Beijing menilai langkah AS bak badut yang membuat lelucon.
"Niat AS untuk mendukung upaya anti-China terbukti telah menimbulkan kekacauan di Hong Kong. Kebijakan mereka yang sepeti badut sangat konyol. Intimidasi dan ancaman tidak akan membuat rakyat China gentar," tegas keterangan resmi Kantor Penghubung China.
Tahun lalu, hubungan AS-China yang memburuk mewujud dalam perang dagang. Kini perang memasuki ranah baru yaitu teknologi.
AS resmi memblokir TikTok dan WeChat karena ditengarai memiliki unsur spionase sehingga membahayakan kepentingan negara. Sangat mungkin China akan membalas dengan pelakuan serupa, melarang produk teknologi made in the USA.
Dengan pandemi virus corona yang masih ganas, perseteruan AS-China bukannya membantu tetapi malah membuat tantangan semakin berat. Ini yang kemudian membuat investor belum berani masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]