Ada Apa dengan Rupiah? Tadi Perkasa Kok Sekarang Lemah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 August 2020 10:43
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah yang sempat menguat di perdagangan pasar spot kini berbalik lesu.

Pada Senin (10/8/2010), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.750. Rupiah melemah 0,7% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Rupiah merah di perdagangan pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ setara dengan Rp 14.620 di mana rupiah melemah 0,27%. Padahal rupiah mengawali perdagangan di zona hijau.

Bukan hanya rupiah, sejumlah mata uang utama Asia pun terdepresiasi di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10: WIB:

Padahal secara umum dolar AS sedamg tertekan. Pada pukul 09:42 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,13%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah ambles 3,46%.

Data ketenagakerjaan terbaru tidak cukup kuat untuk menopang penguatan dolar AS. Pada Juli, perekonomian Negeri Paman Sam menciptakan 1,76 juta lapangan kerja. Angka ini di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,6 juta, tetapi jauh di bawah pencapaian bulan sebelumnya yang mencapai 4,8 juta.

Sementara tingkat pengangguran pada Juli tercatat 10,2%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 11,1%. Namun penurunan ini agak rancu, karena mereka yang dirumahkan pun mengaku masih bekerja. Statusnya masih karyawan, tetapi sedang tidak bekerja.

"Pemulihan pasar tenaga kerja sangat rapuh dan tanpa sabuk pengaman. Semua tergantung dari stimulus pemerintah. Mustahil untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan jika pengangguran di mana-mana," tegas Chris Rupkey, Kepala Ekonom MUFG yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Ya, dunia usaha memang belum bisa berdiri sendiri karena hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) begitu keras. Stimulus fiskal menjadi satu-satunya tumpuan harapan untuk mengembalikan orang-orang ke tempat kerja.

Namun dengan penularan virus corona yang semakin mengkhawatirkan, ada ketakutan aktivitas masyarakat bakal ditutup lagi. Per 8 Agustus, jumlah pasien positif corona di Negeri Adikuasa mencapai 4.920.369 orang. Bertambah 61.773 orang (1,27%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

"Pemulihan ekonomi dan pasar tenaga kerja akan sangat tergantung dari perkembangan virus. Namun yang jelas, euforia karena reopening sudah berlalu," kata Sarah House, Ekonom Senior Wells Fargo Securities yang berbasis di North Carolina, sebagaimana diwartakan Reuters.

Namun di sisi lain, investor juga ragu mengambil risiko karena friksi AS-China yang semakin runcing. Gara-gara undang-undang keamanan baru di Hong Kong, hubungan Beijing-Washington menjadi panas.

Pemerintah AS memberlakukan sanksi bagi pejabat Hong Kong yang terlibat dalam penyusunan undang-undang yang dipandang represif tersebut. Salah satu pejabat yang terkena sanksi adalah Carrie Lam, Pemimpin Hong Kong. Sanksi yang dijatuhkan adalah pembekuan aset dan larangan bagi individu atau perusahaan AS untuk berurusan dengan mereka.

"Undang-undang keamanan baru akan menjadi dasar untuk melakukan pengekangan terhadap orang-orang atau pihak yang dipandang tidak bersahabat dengan China. Carrie Lam sebagai pimpinan bertanggung jawab langsung atas penerapan kebijakan yang represif dan menekan kebebasan rakyat Hong Kong," sebut keterangan tertulis Kementerian Keuangan AS.

China tentu tidak terima. Beijing menilai langkah AS bak badut yang membuat lelucon.

"Niat AS untuk mendukung upaya anti-China terbukti telah menimbulkan kekacauan di Hong Kong. Kebijakan mereka yang sepeti badut sangat konyol. Intimidasi dan ancaman tidak akan membuat rakyat China gentar," tegas keterangan resmi Kantor Penghubung China.

Tahun lalu, hubungan AS-China yang memburuk mewujud dalam perang dagang. Kini perang memasuki ranah baru yaitu teknologi.

AS resmi memblokir TikTok dan WeChat karena ditengarai memiliki unsur spionase sehingga membahayakan kepentingan negara. Sangat mungkin China akan membalas dengan pelakuan serupa, melarang produk teknologi made in the USA. 

Dengan pandemi virus corona yang masih ganas, perseteruan AS-China bukannya membantu tetapi malah membuat tantangan semakin berat. Ini yang kemudian membuat investor belum berani masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pada pukul 10:23 WIB, investor asing membukukan jual bersh Rp 140,68 miliar di pasar saham Indonesia. Sementara di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) surat utang seri acua tenor 10 tahun naik 1,2 basis poin (bps). Kenaikan yield mencerminkan harga obligasi sedang turun karena tekanan jual.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular