Review Forex

Mata Uang Terbaik Bulan Juli Jatuh Kepada......

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 August 2020 17:37
Mata Uang Dolar, Peso, Euro (AP)
Foto: Mata Uang Dolar, Peso, Euro (AP)

Penguatan poundsterling terbilang cukup mengejutkan mengingat kondisi Inggris yang masih dipenuhi ketidakpastian, tidak hanya pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat pandemi Covid-19, tetapi juga masalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.

Brexit menjadi penting karena menentukan nasib Inggris untuk jangka panjang. Inggris saat ini masih dalam masa transisi hingga akhir tahun setelah resmi bercerai dengan Uni Eropa

Selama masa transisi, belum ada perubahan status Inggris di pasar tunggal Eropa, artinya produk dari Inggris masih bebas keluar masuk di Benua Biru. Jika sampai 31 Desember nanti tidak ada kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari pasar tunggal, artinya akan ada tarif ekspor-impor yang akan dikenakan.

Bila hal ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris terancam merosot lebih dalam. Apalagi saat ini pandemi penyakit akibat virus corona sudah membuat perekonomian global menuju jurang resesi.

Oleh karena itu penguatan poundsterling menjadi cukup mengejutkan. Tetapi di sisa tahun ini diramal akan kembali melemah oleh ahli strategi mata uang dari Bank of America Merril Lynch.

"Nasib poundsterling akan ditentukan oleh kebijakan moneter, kebangkitan perekonomian setelah dihantam pandemi, serta negosiasi Brexit, yang masih a lot" kata ahli strategi tersebut, sebagaimana dilansir Reuters.

Euro yang menjadi runner up justru menjadi mata uang favorit, sebab pemulihan ekonomi di Eropa diprediksi lebih cepat ketimbang Amerika Serikat.

Ekspektasi akan kebangkitan ekonomi Eropa semakin membuncah setelah pemerintah Eropa 2 pekan lalu yang menyepakati stimulus fiskal senilai 750 miliar guna membangkitkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat pandemi penyakit virus corona. Kebijakan tersebut menimbulkan harapan akan kebangkitan ekonomi Benua Biru.

Dengan demikian, dana yang digelontorkan guna memulihkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat Covid-19 semakin besar.

Pada bulan lalu, bank sentral Eropa (European Central Bank. ECB) yang dipimpin Christine Lagarde ini menambah nilai stimulus yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) senilai 600 miliar euro, sehingga totalnya menjadi 1,35 miliar euro. Stimulus dengan pembelian surat berharga tersebut akan digelontorkan hingga Juni 2021.

Lagarde mengatakan, hingga akhir Juni lalu jumlah obligasi pemerintah yang dibeli melalui PEPP senilai 360 miliar euro.

Selain itu, suku bunga acuan main refinancing rate juga dipertahankan sebesar 0%, deposit facility sebesar -0,5%, dan lending facility sebesar 0,25%. ECB mengatakan, suku bunga rendah tersebut masih akan dipertahankan hingga inflasi mendekati 2%

Kebangkitan ekonomi Eropa kian nyata melihat data aktivitas bisnis (manufaktur dan jasa) bulan Juli yang kembali berekspansi. Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di zona euro, semuanya di atas 50.

PMI dari Markit menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, di bawah berarti kontraksi.

Dengan rilis semua di atas 50, artinya roda bisnis manufaktur dan jasa di zona euro sudah kembali berputar, sehingga perekonomian bisa segera bangkit kembali.

Selain diprediksi tertinggal dalam pemulihan ekonomi, Amerika Serikat juga akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden pada bulan November nanti, sehingga masih banyak ketidakpastian yang menyelimuti negeri Paman Sam. Mike Dolar, editor market dan keuangan Reuters News menurut pandangan pribadinya memprediksi euro akan menguat secara "brutal" melawan dolar AS.


TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular