Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (24/7/2020). Meski penguatan tipis, 0,07% ke Rp 14.540/US$ tetapi cukup mengantarkan rupiah membukukan penguatan 4 hari beruntun. Pada periode tersebut total penguatan rupiah sebesar 1,16%.
Tetapi meski mampu mencatat rentetan penguatan, ada kabar kurang sedap, investor kembali melakukan aksi "buang" rupiah. Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan investor kini mengambil posisi jual (short) rupiah.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.
Hasil survei yang dirilis pada Kamis (23/7/2020), menunjukkan angka 0,61 naik 2 kali lipat lebih dari hasil survei sebelumnya 0,26. Artinya investor menambah posisi short rupiah, padahal 4 pekan sebelumnya masih mengambil posisi long, dengan angka survei -0,05 (kolom merah).
Kabar buruknya lagi, hasil survei Reuters menunjukkan investor mengambil posisi beli (long) terhadap mayoritas mata uang utama Asia. Selain rupiah, hanya baht Thailand yang "dibuang".
Menurut survei tersebut, salah satu pemicu aksi jual tersebut adalah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada pekan lalu. Dengan demikian, sepanjang tahun ini BI sudah menurunkan suku bunga sebanyak 4 kali masing-masing sebesar 25 bps.
Dengan pemangkasan tersebut imbal hasil (yield) berinvestasi di Indonesia tentunya semakin turun. Padahal selama ini Indonesia mengandalkan yield yang tinggi untuk menarik investasi. Tetapi kabar baiknya, BI memberikan indikasi tidak akan menurunkan suku bunga lagi di tahun ini.
Selain penurunan suku bunga, pemulihan ekonomi Indonesia juga diprediksi membentuk kurva U-Shape, artinya merosot tajam, di bawah agak lama, baru kemudian bangkit.
Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia
Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.
Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti, sehingga pemulihan ekonomi masih panjang.
Dolar AS yang sedang lesu menjadi salah satu penyebab rupiah masih mampu menguat di pekan ini.
Lesunya the greenback terlihat dari indeks dolar AS yang belakangan ini terus merosot, kemarin berakhir di 94,602 yang merupakan level terendah sejak September 2018. Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang utama, dan kerap dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.
Amblesnya indeks dolar AS disebabkan oleh euro. Mata uang 19 negara ini belakangan terus melesat naik. Kala mata uang 19 negara ini menguat tajam, indeks dolar pun tertekan. Euro merupakan merupakan satu dari enam mata uang yang membentuk indeks dolar, bahkan kontribusinya paling besar yakni sebesar 57,6%.
Di pekan ini, pemerintah Eropa menyepakati stimulus fiskal senilai 750 miliar guna membangkitkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat pandemi penyakit virus corona. Kebijakan tersebut menimbulkan harapan akan kebangkitan ekonomi Benua Biru dan membuat kurs euro melesat naik.
Ketika harapan akan pemulihan ekonomi di Eropa membuncah, pelaku pasar justru pesimistis perekonomian AS akan segera bangkit. Sebabnya, penambahan kasus Covid-19 di Negeri Paman Sam yang terus meningkat. Negara Bagian California bahkan kembali menerapkan kebijakan karantina (lockdown) guna meredam penyebaran virus corona. Sementara itu jumlah kasus Covid-19 di Eropa sudah melandai.
Berdasarkan data Worldometer, jumlah kasus Covid-19 di AS saat mencapai 4,169 juta, dengan lebih dari 147 ribu orang meninggal.
Data terakhir dari AS menunjukkan perekonomian AS kembali mengalami kemunduran. Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan klaim tunjangan pengangguran bertambah sebanyak 1,416 juta orang pada pekan lalu, lebih tinggi dari penambahan pekan sebelumnya sebanyak 1,307 juta, dan menjadi yang tertinggi dalam 3 pekan terakhir.
Data tersebut sekan mengkonfirmasi perekonomian AS akan membutuhkan waktu lebih lama untuk bangkit kembali ketimbang Eropa. Dolar AS pun lesu dan berhasil dimanfaatkan rupiah untuk menguat.
Faktor lain yang menyebabkan rupiah membuat di pekan ini adalah vaksin virus corona tiba di Indonesia dan segera diproduksi jika sudah lolos uji klinis.
Pada Rabu lalu, Presiden Joko Widodo melalui akun Twitternya mengungkapkan bahwa Indonesia akan segera menggelar uji coba vaksin tahap ketiga. Jika berhasil, maka Bio Farma akan memproduksi vaksin dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun.
Holding BUMN farmasi, PT Bio Farma (Persero) menyatakan telah menyiapkan fasilitas produksi untuk memulai memproduksi vaksin Covid-19 yang akan dimulai pada kuartal I-2020, dengan catatan jika vaksin tersebut dinyatakan lolos uji klinis tahap ketiga.
Uji klinis tahap ketiga ini dilakukan di dalam negeri dan akan mulai pada Agustus 2020 mendatang.
Pagi ini, juru bicara satuan tugas penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito melaporkan kabar positif perkembangan vaksin virus corona di Indonesia.
Wiku mengatakan sudah ada beberapa kerja sama inisiatif yang dilakukan Indonesia untuk mengebut vaksin corona.
"Salah satunya antara Bio Farma dan Sinovac yang sekarang sedang uji klinis fase tiga dan diharapkan selesai dalam waktu yang memadai sehingga produksi langsung dilakukan," ujarnya dalam konferensi pers digital, Jumat (25/7/2020).
Selain itu, Wiku mengatakan ada rencana pihak swasta, yakni Kalbe Farma juga akan memproduksi vaksin.
Wiku menambahkan ada tiga syarat vaksin adalah aman, tepat dan cepat. Maksudnya aman adalah vaksin tersebut harus mampu memberikan perlindungan ke masyarakat dan tidak ada efek samping.
"Sementara tepat adalah vaksin bisa memberikan kekebalan spesifik untuk melindungi masyarakat dari virus corona," ujar Wiku.
Sementara cepat, karena kondisi yang dialami Indonesia maka pemerintah ingin cepat melindungi masyarakatnya. Caranya, mempercepat uji klinis.
"Sehingga vaksin bisa diproduksi dengan baik dan jumlah yang memadai. Kami betul-betul ingin bisa memberikan vaksin ke seluruh warga Indonesia," pungkasnya.
Vaksin tersebut memberikan harapan hidup akan kembali normal, roda bisnis kembali berputar dan perekonomian bangkit dari kemerosotan akibat pandemi Covid-19.
TIM RISET CNBC INDONESIA