
Batu Bara Ambrol 50% ke Bawah US$ 200, Awas Rupiah Merana!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.090/US$ Kamis kemarin. Pada perdagangan Jumat (10/2/2023) ada risiko rupiah akan melemah.
Salah satu sentimen negatif yakni harga batu bara yang jeblok. Kamis kemarin harga batu bara acuan di Ice Newcastle Australia kontrak MAret anjlok lebih dari 16% ke US$ 191/ton. Level tersebut menjadi yang terendah sejak awal Februari 2022 atau sebelum perang Rusia-Ukraina meletus.
Sepanjang tahun ini baru bara sudah ambrol 50% lebih, Indonesia bisa jadi tak lagi menikmati durian runtuh.
Batu bara merupakan komoditas ekspor utama Indonesia. Kenaikan tajam harganya pada tahun lalu membuat neraca perdagangan mencetak surplus hingga 32 bulan beruntun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor batu bara yang termasuk dalam bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$ 54,98 miliar sepanjang 2022. Nilai tersebut melesat 67,46% dibandingkan 2021, dan berkontribusi nyaris 20% terhadap total ekspor.
Dengan harga batu bara yang kini ambrol, jika terus berlanjut di tahun ini, nilai ekspor tersebut tentunya tidak akan sebesar tahun lalu. Pemerintah sebelumnya juga sudah memperingatkan akan penurunan windfall pada 2023. Ada risiko transaksi berjalan tidak lagi surplus yang tentunya menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan, rupiah masih tertahan di Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR mampu kembali ke rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200). Artinya rupiah kini bergerak di bawah MA 50, 100, dan 200, yang bisa memberikan tenaga untuk menguat.
Indikator Stochastic pada grafik harian yang sebelumnya berada di wilayah jenuh jual (oversold) dalam waktu yang lama, kini berbalik mendekati wilayah jenuh beli (overbought).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic yang mulai mendekati oversold, tekanan pelemahan tentunya sedikit mereda. Apalagi, stochastic pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian sudah masuk wilayah oversold.
Support berada Rp 15.090/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju Rp15.050/US$.
Sementara selama tertahan di atas support, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.150/US$, sebelum menuju Rp 15.200/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tutup Kuartal I-2023, Rupiah Siap Jebol Rp 15.000/US$!