Sentimen Pasar Pekan Depan

Bukan Menakuti! Kasus Corona RI Bisa Peluang Salip China Lho

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 July 2020 15:29
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berhasil menguat pada perdagangan pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah mampu menghijau. Namun,  pelaku pasar perlu mencermati perkembangan pandemi virus corona di Indonesia yang trennya terus mananjak.

Sepanjang minggu ini, IHSG terangkat 1,15% secara point-to-point. Indeks saham utama Asia pun mayoritas menguat, bahkan Shanghai Composite meroket lebih dari 7%.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia sepanjang pekan ini:

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi 0,62%. Rupiah jadi mata uang terkuat kedua di Asia, hanya kalah dari yuan China.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang pekan ini:

Setelah melalui pekan yang lumayan oke, bagaimana situasi pasar pekan depan? Sentimen apa saja yang perlu dicermati oleh investor?

Pekan depan, akan ada sejumlah rilis data di dalam negeri yang menarik untuk disimak. Pada 15 Juli 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Juni 2020.

Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan median ekspor terkontraksi (tumbuh negatif) 7,175% secara year-on-year (YoY). Sedangkan impor diperkirakan terkontraksi -10,415% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 842,05 miliar.

Jika realisasinya nanti sesuai perkiraan, maka ekspor dan impor akan membaik ketimbang Mei. Kala itu, ekspor terkontraksi sampai 28,95% YoY dan impor ambles 42,2% YoY. Meski pada Juni masih negatif, tetapi jauh lebih landai.

Oleh karena itu, rasanya sinyal kebangkitan ekonomi Indonesia akan semakin terlihat. Sebelumnya, berbagai data mulai dari Purchasing Managers' Index (PMI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), sampai penjualan ritel menunjukkan perbaikan.

Data kedua yang juga dirilis pekan depan adalah suku bunga acuan. Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Juli 2020 pada 15-16 Juli.

Ada kemungkinan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega kembali menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%. Setidaknya ada dua alasan suku bung acuan bisa diturunkan lebih lanjut.

Pertama, tekanan inflasi nyaris tidak ada. Pada Juni, BPS melaporkan inflasi domestik sebesar 1,96% YoY. Melambat dibandingkan Mei yang sebesar 2,19% YoY.

Bahkan pada Juli pun inflasi sepertinya masih amat 'jinak'. Survei Pemantauan Harga (SPH) BI pada pekan kedua memperkirakan inflasi Juli akan sebesar 1,69% YoY. Kembali melambat dibandingkan Juni.

Alasan kedua, neraca perdagangan Juni yang diperkirakan surplus membuat pencapaian sepanjang kuartal II-2020 rasanya bisa positif. Surplus neraca perdagangan akan membantu meringankan beban transaksi berjalan (current account), yang menjadi fondasi penting bagi rupiah.

Minimnya tekanan inflasi plus perbaikan defisit transaksi berjalan membuat BI punya ruang untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. MH Thamrin belum perlu terlalu cemas terhadap inflasi dan rupiah, sehingga bisa lebih berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, pelaku pasar perlu mencermati perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), baik di dalam negeri maupun secara global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 11 Juli adalah 12.322.395 orang. Bertambah 220.067 orang (1,82%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Ada kecenderungan yang agak mengkhawatirkan, jumlah kasus corona dalam tiga hari terakhir selalu bertambah lebih dari 200.000. Ini membuat kurva kasus yang sempat melandai jadi melengkung ke atas lagi.

Di Indonesia, Gugus Tigas Percepatan Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah pasien positif corona per 11 Juli 2020 adalah 74.018. Bertambah 1.671 orang (2,31%) dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Pada 9 Juli, jumlah pasien positif corona bertambah 2.657 orang, rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret. Selepas itu, pasien positif bertambah di atas 1.600 orang.

Dalam 14 hari terakhir (28 Juni-11 Juli), rata-rata penambahan pasien positif adalah 1.514,71 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya (14 Juni-17 Juni) yaitu 1.099,43 orang per hari.

Saat ini, Indonesia berada di peringkat 27 dunia dalam hal jumlah kasus corona. Ke depan, bukan tidak mungkin Indonesia akan naik rangking. Namun naik peringkat di sini tentu bukan sesuatu yang patut dibanggakan.

Apabila kasus corona di Indonesia konstan naik di kisaran 2% per hari, maka dalam waktu yang tidak terlampau lama China pun bakal tersusul. Pasalnya, pertumbuhan kasus di negara tempat pandemi virus corona bermula tersebut sangat stabil.

Per 11 Juli, jumlah pasien positif corona di Negeri Tirai Bambu adalah 83.587 orang. Tidak bertambah dibandingkan hari sebelumnya. Selama 14 hari terakhir, rata-rata pertumbuhan kasus corona di China adalah 0,01% per hari!

Mari kita hitung bodoh-bodohan saja. Dengan asumsi kasus di Indonesia tumbuh 2,44% per hari seperti 14 hari terakhir, maka jumlah pasien positif corona di Tanah Air pada 17 Juli akan menjadi 85.537 orang. Sudah lebih tinggi ketimbang China yang dengan asumsi pertumbuhan 0,01% per hari akan sebanyak 83.637 orang. Hanya butuh enam hari bagi Indonesia untuk melampaui kasus corona di China.

Oleh karena itu, ada risiko pemerintah bakal kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kala kasus corona melonjak terus. Ketika PSBB diketatkan dan masyarakat kembali #dirumahaja, maka prospek pemulihan ekonomi menjadi buram. Resesi menjadi risiko yang sama sekali tidak bisa dikesampingkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Ambles, Menkeu: Kita Mitigasi Dampaknya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular