Kasus Corona di AS & RI Tembus Rekor, Rupiah Ikutan Tekor

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 July 2020 09:06
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Apa boleh buat, 'cuaca' memang sedang bersahabat...

Pada Jumat (10/7/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.325 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.

Namun tidak butuh waktu lama bagi rupiah untuk masuk zona merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.350 di mana rupiah melemah 0,17%.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,17% di hadapan dolar AS. Ini membuat rupiah menguat selama empat hari perdagangan beruntun. Dalam empat hari tersebut, penguatan rupiah tercatat 0,86%.

Oleh karena itu, rupiah perlu 'rehat' sejenak untuk konsolidasi setelah empat hari menguat tanpa henti. Investor butuh ruang untuk mencairkan keuntungan, sehingga rupiah akan terpapar tekanan jual.

Hari ini memang menjadi momentum yang tepat untuk mencairkan keuntungan, mengingat kondisi pasar keuangan dunia yang sedang kurang kondusif. Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York ditutup melemah signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpangkas 1,39% dan S&P 500 turun 0,56%.

Lagi-lagi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menjadi penghambat laju bullish di pasar keuangan global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh dunia adalah 11.874.226 orang. Bertambah 204.967 orang (1,76%) dibandingkan hari sebelumnya.

Secara nominal, tambahan 204.967 orang pasien baru dalam sehari adalah yang terbanyak kedua setelah 4 Juli, yang sebanyak 282.319 orang. Sedangkan dari sisi persentase, laju 1,76% adalah yang tercepat sejak 6 Juli.

Adalah situasi di AS yang membikin investor cemas. Pada 9 Juli, jumlah pasien positif corona di Negeri Paman Sam tercatat 3.047.671 orang. Bertambah 64.771 orang (2,17%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Kenaikan jumlah pasien 64.771 orang dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak AS melaporkan kasus perdana pada 21 Januari. Sedangkan laju 2,17% adalah yang tercepat sejak 17 Mei.

"Covid-19 masih ada di sekitar kita. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi dengan pola V-Shaped sepertinya menjadi agak sulit," ujar Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Lonjakan kasus corona di AS membuat sejumlah daerah yang sempat membuka 'keran' aktivitas masyarakat kini menutupnya kembali. Eric Garcetti, Wali Kota Los Angeles, memutuskan untuk menunda pembukaan kembali sejumlah fasilitas hiburan seperti bioskop.

"Kami memutuskan untuk menunda pembukaan kembali bioskop, arena bowling, tempat konser, taman hiburan, dan berbagai fasilitas lainnya. Sekarang adalah waktu untuk menata ulang," tegas Garcetti, seperti diwartakan Reuters.

Situasi serupa juga terjadi di Indonesia. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan, jumlah pasien positif corona per 9 Juli 2020 adalah 70.736 orang. Bertambah 2.657 orang (3,9%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Secara nominal, tambahan pasien baru 2.657 orang adalah yang tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus perdana pada awal Maret. Rekor baru. Sementara secara persentase, pertumbuhan 3,9% adalah yang tercepat sejak 23 Mei.

Awalnya, ada optimisme bahwa masyarakat bisa kembali hidup normal seiring perlambatan penyebaran virus corona pada April-Mei. Berbagai negara mulai melonggarkan social distancing, masyarakat kembali bisa berkegiatan meski tetap mematuhi protokol kesehatan.

Namun dengan lonjakan kasus seiring dengan peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia, ada kemungkinan orang-orang akan kembali diminta untuk #dirumahaja. Artinya, prospek pemulihan ekonomi menjadi samar-samar.

Perkembangan ini membuat investor ragu untuk masuk ke aset-aset berisiko, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, rupiah kekurangan 'darah' sehingga bergerak melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular