Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Airpada perdagangan hari Kamis kemarin ditutup variatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi, sementara nilai tukar rupiah dan harga obligasi pemerintah mengalami penguatan.
IHSG pada perdagangan kemarin mengalami koreksi pada penutupan perdagangan sesi dua, dengan penurunan yang sebesar 23,38 poin atau 0,46% menjadi 5.052,79. Padahal di sesi satu IHSG membukukan penguatan 0,32% pada 5.092 dan sempat menembus level resistance di 5.100 dengan level tertinggi intraday atau harian di 5.111,56.
Data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan sebanyak 195 saham diperdagangkan menguat, 205 tertekan, dan 175 sisanya flat. Seluruh indeks saham sektoral menguat, kecuali indeks pertambangan yang naik 0,5% menjadi pendorong utama reli IHSG dan indeks sektor perkebunan yang bertambah 1%.
Saham jawara yang menjadi pendorong utama bursa nasional hari ini adalah PT Sinarmas Multiartha Tbk (SMMA) yang naik 4,6% ke 18.000 dan menyumbang 4,6 poin kenaikan IHSG, setelah pada sesi satu anjlok 5,23%.
PT Barito Pacific Tbk (BRPT) berada di posisi kedua dengan reli 2,9% ke Rp 1.225 per unit, menyumbang reli IHSG sebesar 2,9 poin, disusul saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang melesat 8,1% ke Rp 2.950 per unit menyumbang reli IHSG sebesar 2,1 poin.
Sebaliknya, indeks saham sektor keuangan menjadi pemberat dengan sumbangan koreksi sebesar 3,9 poin terhadap indeks acuan utama bursa nasional tersebut. Saham pemberatnya kali ini adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang anjlok 1,6% ke Rp 30.500 per unit dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang turun 1,6% ke Rp 3.140 per saham.
Investor asing berbalik dari mencatatkan nilai pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 36,7 miliar pada sesi pertama menjadi jual bersih (net sell) senilai Rp 131,4 miliar. Nilai transaksi bursa mencapai Rp 9,2 triliun, dengan 10,5 miliar saham ditransaksikan, sebanyak 7735.401 kali.
Meningkatnya kekhawatiran dampak dari lonjakan kasus virus corona terhadap ekonomi yang bisa berujung resesi mendorong investor untuk menghindari aset berisiko seperti saham untuk sementara waktu.
Oleh karena itu, investor cenderung memilih aset yang minim risiko seperti aset pendapatan tetap (fixed income) ini. Pada Kamis kemarin (9/7/2020) pasar obligasi rupiah pemerintah Indonesia bergerak naik alias menguat.
Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark). Ketiga seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, sementara FR0083 bertenor 20 tahun justru melemah.
Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 6,60 basis poin (bps) menjadi 7,129%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Penguatan di pasar surat utang kemarin senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada hari Kamis kemarin (9/7/2020), Rupiah menguat 0,17% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 14.323/US$ di pasar spot.
Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (9/7/2020) melanjutkan kinerja positif sejak awal pekan lalu. Mood pelaku pasar yang sedang bagus menjadi penopang penguatan rupiah, meski perjalanannya juga tidak mudah.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.350/US$, tidak lama menguat tipis 0,07%, kemudian masuk ke zona merah, melemah 0,21% di Rp 14.380/US$. Hingga tengah hari, rupiah bolak balik di kisaran area tersebut.
Baru 30 menit sebelum perdagangan ditutup rupiah agak ngebut masuk ke zona hijau, dan rupiah sukses mencetak quat-trick alias penguatan 4 hari beruntun melawan dolar AS.
Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS) yakni Wall Street, pada penutupan perdagangan Kamis kemarin (Jumat dini hari tadi waktu Indonesia) ditutup variataif.
Indeks komposit Nasdaq yang sarat teknologi melonjak 55,25 poin atau 0,53% menjadi 10.547,75, rekor penutupan tertinggi. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 361,19 poin atau 1,39% pada 25.706,09, sementara S&P 500 turun 17,89 poin atau 0,56% menjadi 3.152,05.
DJIA turun tajam pada hari Kamis, menghapus kenaikannya untuk minggu ini, di tengah kekhawatiran baru terhadap coronavirus dan dampaknya terhadap ekonomi. Di seluruh wilayah negara bagian AS lonjakan kasus terus berlanjut, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan pembatasan aktivitas kembali dan meredupkan prospek untuk pemulihan ekonomi yang cepat.
Kekhawatiran tentang infeksi coronavirus di Negeri Paman Sam itu naik setelah lebih dari 60.000 kasus Covid-19 baru dilaporkan pada hari Rabu, peningkatan terbesar yang pernah dilaporkan oleh suatu negara dalam satu hari. Sementara Florida melaporkan peningkatan rekor rawat inap.
Saham mencapai posisi terendah mereka sehari setelah Florida melaporkan rekor dalam rawat inap terkait virus corona. Negara juga melaporkan lonjakan rekor dalam kematian Covid. Rata-rata peningkatan kasus harian California juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Namun, ekuitas sedikit pulih, setelah Dr. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, mengatakan kandidat vaksin coronavirus Moderna kemungkinan akan memasuki uji coba fase 3 pada akhir Juli.
"Ada lebih sedikit alasan untuk optimisme sekarang daripada di bulan April," kata Jason Thomas, kepala ekonom di AssetMark. "Pada bulan April, kami memiliki pandangan tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan vaksin, dan ada kemungkinan bahwa kami dapat membuka negara secara bertahap dan melihat pemulihan berkelanjutan."
Sementara yang menambah sentimen bearish atau penurunan adalah putusan Mahkamah Agung yang mengatakan jaksa distrik Manhattan dapat melihat catatan pajak Presiden Donald Trump sebagai bagian dari penyelidikan.
"Putusan Mahkamah Agung menyentak pasar karena mungkin memberikan pukulan bagi peluang Trump untuk terpilih kembali," kata Art Cashin, direktur operasi bursa NYSE di UBS. "Itu tidak membawa penjualan sebanyak yang ditakuti sehingga pasar bergerak turun relatif kecil."
Saham-saham pemberat penurunan indeks Dow Jones di antaranya yaitu saham Exxon Mobil (XOM), Chevron (CVX.TO), General Electric (GE) dan Boeing (BA) yang anjlok 3,6-4,4%. Sedangkan saham Goldman Sachs (GS), Verizon (VZ), American Express (AXP), Coca-Cola (KO), Caterpillar (CAT), JP Morgan Chase (JPM), IBM (IBM) dan Nike (NKE) juga menurun tajam.
Sementara saham-saham yang menopang indeks Nasdaq di antaranya yaitu saham Amazon (AMZN), Costco Wholesale (BIAYA), Cognizant Technology (CTSH), Nividia (NVDA), Tesla (TSLA), eBay (EBAY), Dollar Tree (DLTR) dan Cisco Systems (CSCO) yang naik 1,7% hingga 3,3%.
Dalam perdagangan luar negeri, pasar saham di seluruh Asia-Pasifik bergerak sebagian besar lebih tinggi selama perdagangan pada hari Kamis. Indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,4%, sedangkan Shanghai Composite Index China melonjak 1,4%.
Sementara itu, pasar utama Eropa semua bergerak ke sisi negatif untuk hari ketiga berturut-turut. Indeks CAC 40 Prancis jatuh 1,21%, Indeks FTSE 100 AS turun 1,73% dan DAX Jerman turun 0,04%. Sementara indeks acuan Eropa Stoxx 600 berakhir turun 0,77%.
Untuk perdagangan hari ini, Jumat (9/7/2020) investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang bisa memengaruhi perdagangan hari ini. Pertama seputar perkembangan dari pandemi virus corona yang masih menjadi pusat perhatian atau fokus utama investor untuk kesekian kalinya.
Mengacu data dari worldometers, jumlah orang terinfeksi virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 12 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 550 ribu orang.
Di Indonesia saat ini, jumlah kasus konfirmasi positif virus corona mencapai 70 ribu lebih, sementara yang sembuh menjadi 32 ribu lebih sedangkan korban jiwa mencapai 3.417. Situasi inibisa mempengaruhi psikologis investor.
Seiring bertambahnya jumlah kasus baru maka hal tersebut dapat meningkatkan kekhawatiran akan pembatasan aktivitas (lockdown) kembali dan meredupkan prospek untuk pemulihan ekonomi yang cepat. Sehingga inevstor enggan untuk mengalirkan dananya ke pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.
Sentimen kedua,koreksi bursa Wall Street yang dipicu oleh kekhawatiran baru terhadap coronavirus dan dampaknya terhadap ekonomi bisa membawa tekanan ke pasar saham global termasuk Indonesia.
Sementara yang menambah sentimen bearish atau penurunan adalah putusan Mahkamah Agung yang mengatakan jaksa distrik Manhattan dapat melihat catatan pajak Presiden Donald Trump sebagai bagian dari penyelidikan turut mengkhawatirkan investor.
Mahkamah Agung AS menolak klaim Presiden Trump untuk kekebalan absolut dalam melindungi pajak perusahaan dan pribadinya.
Dengan banyaknya informasi baru terkait dengan coronavirus dan pendekatan pemilihan presiden akhir tahun ini, banyak investor berharap volatilitas pasar akan terus berlanjut.
"Kartu-kartu semuanya masih sangat mengemuka untuk ekonomi AS dan pasar saham AS," kata Sarah Henry, manajer portofolio di Logan Capital Management yang menangani sektor konsumen.
Ketiga,memanasnya situasi di Laut China Selatan (LCS). Klaim China yang menguasai 80% LCS atau 2.000 km area dan latihan militer pekan lalu, mengundang AS masuk ke perairan.
Pekan lalu bomber B-52H dan dua kapal induk Nimitz dan USS Ronald Reagon melakukan latihan perang di kawasan. Sedangkan China, yang juga melakukan latihan serupa lebih dulu, menyiagakan militer di Kepulauan Paracels dan menyiagakan senjata anti pesawat terbang, DF-21D dan DF-26.
Ketegangan yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir membuat ramalan perang kedua negara di LCS makin nyata.
Ketika ketegangan geopolitik terjadi, maka aset-aset berisiko cenderung terpuruk atau ditinggalkan dan pelaku pasar atau investor menuju ke aset aman atau safe haven sebagai lindung nilai.
Sentimen keempat yaitu data klaim pengangguran AS lebih menggembirakan dari yang diperkirakan. Pasar tenaga kerja adalah masalah yang mengakar di AS yang jalur resistannya paling rendah.
Di mana klaim awal lebih baik dari yang diharapkan, turun sebesar 99 ribu dalam pekan yang berakhir pada 4 Juli menjadi 1,314 juta vs ekspektasi 1,375 juta. Yang menggembirakan, klaim yang berkelanjutan turun 700 ribu menjadi 18,06 juta yang menunjukkan bahwa warga yang kembali mendapatkan pekerjaan terus berlanjut meskipun ada peningkatan kasus COVID-19 baru-baru ini.
Namun, jumlah orang yang mengklaim tunjangan di bawah program Pandemi Unemployment Assistance telah meningkat secara eksponensial, dan ini adalah sesuatu yang akan diperbesar dalam data untuk mendapat tekanan ekstrem di pasar tenaga kerja AS.
Kelima yaitu laporan data harga Produsen di Amerika Serikat yang tidak termasuk makanan dan energi diperkirakan tumbuh sebesar 0,1%. Sementara harga produsen untuk permintaan akhir termasuk makanan dan energi untuk berada di level yang sama dari periode sebelumnya untuk pertumbuhan 0,4%.
Sebelumnya harga produsen untuk permintaan akhir tidak termasuk makanan dan energi di AS turun 0,1% bulan ke bulan di bulan Mei 2020, menyusul penurunan 0,3% di bulan sebelumnya dan sesuai dengan perkiraan pasar. Tahun ke tahun, harga produsen untuk permintaan akhir termasuk makanan dan energi meningkat 0,4% dari kenaikan 0,6% di bulan April.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Indeks Harga Produsen di AS (19.30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Juni 2020 YoY) | 1,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,25% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (Kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Cadangan devisa (Juni 2020) | US$ 131,72 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA