Foto: Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan November 2024. (CNBC Indonesia/Arrijal Rachman)
Pasar keuangan RI masih bergerak variatif, IHSG melesat lebih dair 1%, tetapi rupiah dan obligasi masih di zona merah.
Wall Street kompak menguat di tengah harapan adanya meredanya ketegangan China vs AS
Perhatian pasar hari ini akan lebih tertuju pada konferensi hasil RDG BI untuk mencermati kebijakan moneter terbaru.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pada perdagangan kemarin Selasa (22/4/2025) bergerak variatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, tetapi rupiah dan obligasi malah berakhir di zona merah.
Pasar keuangan hari ini diharapkan kompak menguat.Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat 1,43% atau 92,29 poin ke posisi 6.538,27. Penguatan ini menandai indeks seluruh saham di bursa selama tiga hari beruntun.
Adapun sebanyak 371 saham menguat, 220 saham melemah, sementara sisanya 210 saham stagnan. Pada perdagangan kemarin, nilai transaksi terbilang masih cukup sepi sebanyak Rp9,80 trliiun, melibatkan 17,87 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 1,09 juta kali.
Hanya tiga sektor yang terpantau melemah pada perdagangan kemarin yaitu sektor consumer non cyclicals turun 0,48%, sektor healthcare koreksi 0,37%, dan sektor technology kontraksi 0,31%.
Sektor lainnya berhasil menguat di zona hijau. Sektor utilities memimpin penguatan hingga 6,38%, diikuti real estate 4,11%, sektor basic materials 3,48%, sektor energy 2,23%, sektor financials 1,57%, sektor industrials 0,93%, dan sektor consumer cyclicals 0,65%.
Sementara itu, leading IHSG secara indeks poin dipimpin saham energi terbarukan yang terafiliasi Prajogo Pangestu yaitu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebanyak 15,23 poin, diikuti PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) sebanyak 14,24 poin.
Lalu perusahaan bank swasta terbesar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebanyak 13,65 poin, diikuti bank pelat merah RI, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebanyak 9,70 poin.
Lainnya ada emiten batu bara, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang menyumbang penguatan terhadap indeks sebanyak 4,35 pon.
IHSG akhirnya juga mampu menatik investor asing dalam jumlah besar. Asing mencatat net buy sekitar Rp 123,32 miliar pada perdagangan kemarin.
Beralih ke pergerakan rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) malah bergerak kontras dengan IHSG. Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (22/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.850/US$ atau melemah 0,3%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada kemarin pukul 14:59 WIB, tampak menanjak 0,2% ke angka 98,47 atau lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya (21/4/2025) di posisi 98,28.
Pergerakan rupiah yang melemah terjadi di tengah pelaku pasar menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada siang hari nanti.
Pelaku pasar menantikan bagaiman respon BI terutama terkait ketidakpastian akibat kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Adapun, Trump memberikan waktu 90 hari untuk negosiasi perdagangan, yang menambah dinamika dalam kebijakan ekonomi global.
Berikutnya ke pasar obligasi, terpantau ikut di zona merah seperti rupiah.
Merujuk data Refinitiv pada perdagangan kemarin imbal hasil obligasi tenor 10 tahun RI naik 2 basis poin, dari 6,97% menjadi 6,99%. Ini menandai penguatan yield selama tiga hari beruntun.
Sebagai catatan, pergerakan yield dan harga pada obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield terus naik, maka harga mengalami penurunan atau terjadi aksi jual.
Dari pasar saham AS bursa Wall Street kompak menguat pada Selasa atau Rabu dinihari waktu Indonesia. Saham menguat di tengah harapan meredanya ketegangan China dan AS.
Dow Jones Industrial Average naik 1.016,57 poin atau 2,66% dan ditutup di level 39.186,98. S&P 500 menguat 2,51% ke 5.287,76, sementara Nasdaq Composite naik 2,71% ke 16.300,42.
Kenaikan tajam ini dipicu oleh kabar bahwa Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan kepada investor bahwa akan ada penurunan eskalas dalam perang dagang dengan China.
"Tidak ada yang berpikir status quo saat ini bisa terus berlanjut," katanya dalam pertemuan dengan investor yang diselenggarakan oleh JPMorgan Chase, menurut sumber yang hadir, dikutip dari CNBC International.
Pada titik tertingginya hari itu, Dow sempat naik lebih dari 1.100 poin, namun melemah menjelang penutupan setelah Bessent juga mengatakan butuh waktu 2-3 tahun untuk bernegoisasi.
"Jika kita keluar dari proses negosiasi dan menandatangani sesuatu dalam dua atau tiga tahun yang seperti ini, saya rasa itu adalah kemenangan besar." Imbuh Bessent.
Saham-saham yang berkaitan erat dengan Chinak ikut menguat. ETF iShares China Large-Cap (FXI) dan iShares MSCI China (MCHI) masing-masing naik sekitar 3%.
"Jelas sekali Bessent ingin mengirim sinyal melalui pernyataan itu. Sinyal bahwa mereka tahu kondisi ini menyakiti pasar dan mereka ingin menyelesaikannya secepatnya," kata Jed Ellerbroek, manajer portofolio di Argent Capital Management.
Dalam catatan mereka, analis strategi dari UBS menekankan bahwa pasar saham masih berpotensi mengalami penurunan lebih lanjut, tergantung pada dua skenario tarif yang dipertimbangkan.
"Skenario pertama mengasumsikan bahwa pemerintahan Trump akan menjalankan tarif sesuai pernyataan mereka yakni tarif universal 10%, ditambah tarif 145% untuk impor dari China, serta tarif sektoral tertentu. Skenario kedua masih mempertahankan tarif universal 10%, namun mengasumsikan penurunan tarif China menjadi 60%," tulis Bhanu Baweja, salah satu analis utama UBS.
Dalam kedua skenario tersebut, UBS meyakini bahwa pasar belum mencapai titik terendahnya.
"Kita mungkin sudah melewati puncak ketidakpastian tarif, namun kita masih berada di dataran tinggi dan ini akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan laba perusahaan, yang tampaknya belum sepenuhnya tercermin dalam harga saat ini. Valuasi juga kemungkinan akan turun lebih lanjut seiring memudarnya narasi 'keistimewaan' ekonomi AS," tambah Baweja.
Tim UBS memperkirakan bahwa pasar saham baru akan menyentuh dasar (bottoming) sekitar awal kuartal ketiga tahun 2025.
Perdagangan pasar keuangan Tanah Air pada hari ini akan lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen dari dalam negeri, terutama terkait penantian hasil kebijakan moneter dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Namun, sentimen eksternal juga masih akan berdampak besar. Menghijaunay Wall Street serta harapan meredanya ketegangan AS vs China diharapkan bisa mendongkrak kinerja saham hingga rupiah hari ini.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi pasar hari ini :
Menanti Hasil RDG BI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (22-23 April 2025). Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global saat ini dan panasnya perang dagang.
Sebelumnya, BI rate ditahan pada Maret 2025 di level 5,75%. Hal ini sesuai dengan proyeksi dari berbagai lembaga/institusi.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 19 lembaga/institusi secara mayoritas memberikan proyeksi bahwa BI tampaknya akan menahan suku bunganya di level 5,75% pada bulan ini. Namun demikian, ada tiga institusi yang memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya ke 5,50%.
Keputusan BI pada bulan ini sangat ditunggu mengingat sedang tingginya ketdakpastian global akibat perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Perang dagang dikhawatirkan bisa memperlambat ekonomi dunia dan banyak negara mengingat ekspor yang bisa terganggu. Di sisi lain, perang dagang juga membuat ketidakpastian meningkat dan membuat mata uang banyak negara dalam tekanan.
Kebijakan Trump membawa bank sentral ke dalam dilema apakah harus menurunkan suku bunga demi mendongkrak pertumbuhan atau mempertahankan suku bunga demi menjaga nilai tukar.
Sejumlah negara sudah memangkas suku bunga demi menjaga pertumbuhan mulai dari bank sentral Singapura, Eropa, dan India. Sebaliknya, bank sentral Turki justru mengerek suku bunga.
Bulan lalu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini konsisten dengan upaya menjaga tekanan inflasi sesuai target pada tahun ini dan tahun depan sebesar 2,5% plus minus 1%, mempertahankan stabilitas kurs, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai perkiraan di kisaran 4,7%-5,5% pada 2025.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan BI-Rate dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar Rupiah," kata Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, pertimbangan untuk mempertahankan BI Rate, dari sisi global ialah ketidakpastian ekonomi global masih sangat tinggi, akibat kebijakan perang tarif antara Amerika Serikat dengan negara-negara mitra dagangnya. Bahkan kebijakan tarif impor itu kata Perry kini makin meluas.
Indeks Dolar Jatuh, Investor Buru Emas - Yen Buat Jadi Safe Haven
Selain soal penantian hasil suku bunga, pelaku pasar yang akhir-akhir ini terpa banyak ketidakpastian soal tarif membuat keputusan investasi beralih ke instrumen yang lebih konservatif, diantaranya seperti emas dan mata uang Yen Jepang.
Emas pada kemarin sempat berhasil menyentuh level US$ 3.500,5 atau level tertinggi untuk intraday sepanjang masa.
Harga emas diperkirakan masih bisa melambung lagi seiring dengan penurunan indeks dolar AS atau DXY yang sudah jatuh ke bawah level 100, menandai level terendah sejak Februari 2022.
Selain itu, ketidakpastian soal tarif trump sampai risiko perlambatan ekonomi, serta harapan penurunan suku bunga membawa prediksi harga emas semakin melesat.
Bank investasi besar Goldman Sachs dan UBS telah merilis prakiraan harga emas yang sangat optimis untuk 2025-2026, yang menunjukkan potensi lonjakan yang dapat membuat logam mulia mencapai titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Goldman Sachs telah memantapkan dirinya sebagai salah satu suara paling optimis tentang emas, dengan perkiraan terbaru mereka yang memproyeksikan harga akan mencapai US$3.700 per troy ons pada akhir tahun 2025.
Target ambisius ini dilengkapi dengan prediksi yang lebih mengejutkan yaitu US$4.000 per ons pada pertengahan tahun 2026.
Selain emas, investor juga memburu yen jepang untuk aset safe haven.
Pada kemarin yen naik ke posisi 140,05 per dolar AS, mempertahankan posisi tertinggi selama tujuh bulan terakhir.
Penguatan yen juga seiring dengan prospek kebijakan moneter bank sentral Jepang yang diharapkan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 0,5% pada pertemuan awal bulan depan.
IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi RI Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi cukup tajam menjadi 4,7% pada 2025 dan 2026,
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan ramalan di Januari 2025. Saat itu, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1%.
Pemangkasan proyeksi ini disebabkan oleh melemahnya pertumbuhn ekonomi global, terutama ekonomi China.
Dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook: A Crtiiccal Junctire Amid Policy Shifts, IMF memproyeksi ekonomi dunia hanya tumbuh 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026.
Proyeksi ini jauh di bawah dibandingkan ramalan pada Januari 2025 yakni 3,3% pada 2025 dan 2026. Ekonomi China diproyeksi hanya tumbuh 4,0% pada 2025 dan 2026.
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Januari 2025 lalu yakni 4,6% pada 2025 dan 4,5% pada 2026.
Ekonomi AS diproyeksi tumbuh 1,8% pada tahun ini dan 1,7% pada tahun depan. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan sebelumnya yakni 2,7% pada tahun ini dan 2,1% pada tahun depan.
"Prospek ekonomi global saat ini dibayangi oleh risiko penurunan yang semakin intensif, seiring meningkatnya ketegangan dagang dan penyesuaian di pasar keuangan," tulis IMF dalam laporannya.
Posisi kebijakan yang berbeda-beda dan berubah dengan cepat, atau memburuknya sentimen pasar, dapat menyebabkan pengetatan kondisi keuangan global secara lebih lanjut.
"Eskalasi perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan yang meningkat dapat semakin menghambat prospek pertumbuhan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain itu, berkurangnya kerja sama internasional dapat membahayakan kemajuan menuju ekonomi global yang lebih Tangguh," imbuhnya,
IMF menambahkan dalam situasi kritis seperti ini, negara-negara perlu bekerja secara konstruktif untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang stabil dan dapat diprediksi, serta mendorong kerja sama internasional, sambil tetap mengatasi kesenjangan kebijakan dan ketidakseimbangan struktural di dalam negeri. Upaya ini akan membantu menjaga stabilitas ekonomi, baik internal maupun eksternal.
Trump Tak Akan Pecat Powell
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa ia tidak berencana memecat Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed/Fed) Jerome Powell. Pernyataan terbaru ini muncul setelah investor Wall Street menjual aset AS pada hari Senin, dengan ketiga indeks utama turun setelah Trump mengecam Powell. Trump awalnya mengkritik Powell karena memperingatkan bahwa kebijakan tarif Gedung Putih kemungkinan akan memicu kembali inflasi. Trump menerapkan tarif timbal balik (resiprokal) ke banyak negara dunia, dengan batas 10% dan kenaikan beragam meski beberapa ditunda, kecuali China.
"Saya tidak berniat memecatnya," kata Trump dikutip AFP, Rabu (23/4/2025).
"Saya ingin melihatnya sedikit lebih aktif dalam hal idenya untuk menurunkan suku bunga. Ini adalah waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga," tambahnya.
"Jika dia tidak melakukannya, apakah ini akhir? Tidak."
Kemarahan Trump baru-baru ini terhadap Powell telah memicu kekhawatiran bahwa ia akan menyingkirkannya. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan minggu lalu bahwa presiden sedang mempertimbangkan apakah ia dapat melakukannya.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dalam Musrenbang RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2025-2029 dan RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2026 yang akan dilaksanakan di Balai Agung Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat (08.00 WIB)
RUPST PT Hermina Medikaloka Tbk. di Hermina Tower, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Konferensi pers BSI Global Islamic Finance Summit 2025 di Tjikini Lima Cafe, Jakarta Pusat (13.00 WIB)
Pidato pejabat the Fed Beth, Goolsbee, dan Waller
S&P Global Composite, Manufacturing, dan Sevice PMI Flash
Laporan stok minyak AS oleh EIA
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini: