
IMF Cut Pertumbuhan Ekonomi RI Cuma Jadi 4,7%, Investor Tunggu BI

Perdagangan pasar keuangan Tanah Air pada hari ini akan lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen dari dalam negeri, terutama terkait penantian hasil kebijakan moneter dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Namun, sentimen eksternal juga masih akan berdampak besar. Menghijaunay Wall Street serta harapan meredanya ketegangan AS vs China diharapkan bisa mendongkrak kinerja saham hingga rupiah hari ini.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi pasar hari ini :
Menanti Hasil RDG BI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (22-23 April 2025). Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global saat ini dan panasnya perang dagang.
Sebelumnya, BI rate ditahan pada Maret 2025 di level 5,75%. Hal ini sesuai dengan proyeksi dari berbagai lembaga/institusi.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 19 lembaga/institusi secara mayoritas memberikan proyeksi bahwa BI tampaknya akan menahan suku bunganya di level 5,75% pada bulan ini. Namun demikian, ada tiga institusi yang memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya ke 5,50%.
Keputusan BI pada bulan ini sangat ditunggu mengingat sedang tingginya ketdakpastian global akibat perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Perang dagang dikhawatirkan bisa memperlambat ekonomi dunia dan banyak negara mengingat ekspor yang bisa terganggu. Di sisi lain, perang dagang juga membuat ketidakpastian meningkat dan membuat mata uang banyak negara dalam tekanan.
Kebijakan Trump membawa bank sentral ke dalam dilema apakah harus menurunkan suku bunga demi mendongkrak pertumbuhan atau mempertahankan suku bunga demi menjaga nilai tukar.
Sejumlah negara sudah memangkas suku bunga demi menjaga pertumbuhan mulai dari bank sentral Singapura, Eropa, dan India. Sebaliknya, bank sentral Turki justru mengerek suku bunga.
Bulan lalu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini konsisten dengan upaya menjaga tekanan inflasi sesuai target pada tahun ini dan tahun depan sebesar 2,5% plus minus 1%, mempertahankan stabilitas kurs, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai perkiraan di kisaran 4,7%-5,5% pada 2025.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan BI-Rate dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar Rupiah," kata Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Lebih lanjut, Perry menjelaskan, pertimbangan untuk mempertahankan BI Rate, dari sisi global ialah ketidakpastian ekonomi global masih sangat tinggi, akibat kebijakan perang tarif antara Amerika Serikat dengan negara-negara mitra dagangnya. Bahkan kebijakan tarif impor itu kata Perry kini makin meluas.
Indeks Dolar Jatuh, Investor Buru Emas - Yen Buat Jadi Safe Haven
Selain soal penantian hasil suku bunga, pelaku pasar yang akhir-akhir ini terpa banyak ketidakpastian soal tarif membuat keputusan investasi beralih ke instrumen yang lebih konservatif, diantaranya seperti emas dan mata uang Yen Jepang.
Emas pada kemarin sempat berhasil menyentuh level US$ 3.500,5 atau level tertinggi untuk intraday sepanjang masa.
Harga emas diperkirakan masih bisa melambung lagi seiring dengan penurunan indeks dolar AS atau DXY yang sudah jatuh ke bawah level 100, menandai level terendah sejak Februari 2022.
Selain itu, ketidakpastian soal tarif trump sampai risiko perlambatan ekonomi, serta harapan penurunan suku bunga membawa prediksi harga emas semakin melesat.
Bank investasi besar Goldman Sachs dan UBS telah merilis prakiraan harga emas yang sangat optimis untuk 2025-2026, yang menunjukkan potensi lonjakan yang dapat membuat logam mulia mencapai titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Goldman Sachs telah memantapkan dirinya sebagai salah satu suara paling optimis tentang emas, dengan perkiraan terbaru mereka yang memproyeksikan harga akan mencapai US$3.700 per troy ons pada akhir tahun 2025.
Target ambisius ini dilengkapi dengan prediksi yang lebih mengejutkan yaitu US$4.000 per ons pada pertengahan tahun 2026.
Selain emas, investor juga memburu yen jepang untuk aset safe haven.
Pada kemarin yen naik ke posisi 140,05 per dolar AS, mempertahankan posisi tertinggi selama tujuh bulan terakhir.
Penguatan yen juga seiring dengan prospek kebijakan moneter bank sentral Jepang yang diharapkan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 0,5% pada pertemuan awal bulan depan.
IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi RI
Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi cukup tajam menjadi 4,7% pada 2025 dan 2026,
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan ramalan di Januari 2025. Saat itu, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1%.
Pemangkasan proyeksi ini disebabkan oleh melemahnya pertumbuhn ekonomi global, terutama ekonomi China.
Dalam laporan terbarunya, World Economic Outlook: A Crtiiccal Junctire Amid Policy Shifts, IMF memproyeksi ekonomi dunia hanya tumbuh 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026.
Proyeksi ini jauh di bawah dibandingkan ramalan pada Januari 2025 yakni 3,3% pada 2025 dan 2026. Ekonomi China diproyeksi hanya tumbuh 4,0% pada 2025 dan 2026.
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Januari 2025 lalu yakni 4,6% pada 2025 dan 4,5% pada 2026.
Ekonomi AS diproyeksi tumbuh 1,8% pada tahun ini dan 1,7% pada tahun depan. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan sebelumnya yakni 2,7% pada tahun ini dan 2,1% pada tahun depan.
"Prospek ekonomi global saat ini dibayangi oleh risiko penurunan yang semakin intensif, seiring meningkatnya ketegangan dagang dan penyesuaian di pasar keuangan," tulis IMF dalam laporannya.
Posisi kebijakan yang berbeda-beda dan berubah dengan cepat, atau memburuknya sentimen pasar, dapat menyebabkan pengetatan kondisi keuangan global secara lebih lanjut.
"Eskalasi perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan yang meningkat dapat semakin menghambat prospek pertumbuhan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain itu, berkurangnya kerja sama internasional dapat membahayakan kemajuan menuju ekonomi global yang lebih Tangguh," imbuhnya,
IMF menambahkan dalam situasi kritis seperti ini, negara-negara perlu bekerja secara konstruktif untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang stabil dan dapat diprediksi, serta mendorong kerja sama internasional, sambil tetap mengatasi kesenjangan kebijakan dan ketidakseimbangan struktural di dalam negeri. Upaya ini akan membantu menjaga stabilitas ekonomi, baik internal maupun eksternal.
Trump Tak Akan Pecat Powell
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa ia tidak berencana memecat Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed/Fed) Jerome Powell. Pernyataan terbaru ini muncul setelah investor Wall Street menjual aset AS pada hari Senin, dengan ketiga indeks utama turun setelah Trump mengecam Powell.
Trump awalnya mengkritik Powell karena memperingatkan bahwa kebijakan tarif Gedung Putih kemungkinan akan memicu kembali inflasi. Trump menerapkan tarif timbal balik (resiprokal) ke banyak negara dunia, dengan batas 10% dan kenaikan beragam meski beberapa ditunda, kecuali China.
"Saya tidak berniat memecatnya," kata Trump dikutip AFP, Rabu (23/4/2025).
"Saya ingin melihatnya sedikit lebih aktif dalam hal idenya untuk menurunkan suku bunga. Ini adalah waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga," tambahnya.
"Jika dia tidak melakukannya, apakah ini akhir? Tidak."
Kemarahan Trump baru-baru ini terhadap Powell telah memicu kekhawatiran bahwa ia akan menyingkirkannya. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan minggu lalu bahwa presiden sedang mempertimbangkan apakah ia dapat melakukannya.
(tsn/tsn)