Dari sisi eksternal, investor lega karena AS berupaya memperbaiki situasi yang sempat keruh dengan China. Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro membuat kegaduhan dengan mengatakan bahwa kesepakatan dagang AS-China sudah selesai. Navarro bahkan menuding delegasi China yang hadir di Washington saat penandatanganan kesepakatan dagang fase I pada pertengahan Januari lalu membawa virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Navarro buru-buru memberikan klarifikasi. Namun tudingannya kepada China tetap saja keras.
"Pernyataan saya diartikan di luar konteks. Pernyataan itu tidak terkait dengan kesepakatan fase I, kesepakatan itu masih dipatuhi. Saya berbicara soal berkurangnya kepercayaan kami terhadap Partai Komunis China setelah mereka berbohong tentang asal mula virus dan menyebar pandemi ke seluruh dunia," kata Navarro, seperti diberikan CNBC International.
Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Puith, juga menegaskan bahwa kesepakatan dagang AS-China belum dicabut. Menurut Kudlow, Navarro hanya terselip lidah. Dia juga memuji China yang berkomitmen untuk menjalankan butir-butir kesepakatan damai dagang, misalnya dengan lebih banyak membeli produk AS.
"Saya rasa (Navarro) hanya salah ucap, kesepakatan dagang masih ada. Bahkan China sudah memainkan perannya, tidak hanya membeli komoditas AS tetapi hal-hal lain," kata Kudlow, seperti diberitakan Fox Business Network.
Perkembangan ini membuat risiko perang dagang lanjutan antara AS vs China menjadi berkurang. Di tengah pandemi virus corona yang belum selesai, tidak adanya tambahan masalah tentu disambut baik oleh pelaku pasar.
"Tujuannya seperti Bapak Presiden tekankan, khusus untuk mendorong ekonomi dan sektor riil agar kembali pulih," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Penempatan dana pemerintah tersebut diharapkan dapat menggenjot penyaluran kredit sehingga mendorong ekspansi dunia usaha dan rumah tangga. Dengan begitu, ekonomi diharapkan bisa tumbuh dan Indonesia terhindar dari resesi.
Kabar buruk datang dari New York. Bursa saham AS ditutup melemah, dan koreksinya sangat dalam. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 2,72%, S&P 500 ambles 2,59%, dan Nasdaq Composite ambrol 2,19%.
Pelaku pasar kembali cemas dengan perkembangan penyebaran virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 24 Juni adalah 9.129.146 orang. Bertambah 135.212 orang dibandingkan hari sebelumnya, lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada 23 Juni yang sebanyak 133.328 orang.
Kenaikan kasus corona membuat sejumlah negara kembali menerapkan karantina wilayah (lockdown) meski lingkupnya terbatas. Pemerintah Negara Bagian North Rhine-Westphalia (Jerman) kembali memberlakukan lockdown di dua distrik agar virus tidak menyebar lebih lanjut. Mini-lockdown ini rencananya berlaku hingga 30 Juni.
Di dua distrik tersebut, seluruh bar, museum, bioskop dan pusat kebugaran harus ditutup lagi. Restoran masih bisa melayani pelanggan, tetapi tidak boleh makan-minum di tempat. Pertemuan di luar rumah hanya boleh dihadiri dua orang dan harus menjaga jarak.
Di Jerman, situasinya memang agak mengkhawatirkan. Tingkat reproduksi (Rt) virus corona di Jerman saat ini berada di 2,76. Artinya, satu orang pasien positif corona bisa menulari 2,76 orang lain atau 100 pasien menginfeksi 276 orang. Tingkat reproduksi ini harus bisa ditekan hingga di bawah 1.
Well, memang benar bahwa data ekonomi yang dirilis akhir-akhir ini cukup bagus. Namun kalau virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini masih bergentayangan, maka tetap akan menjadi beban bagi perekonomian. Aktivitas masyarakat akan tetap terbatas, sehingga kegiatan dunia usaha juga tidak bisa terlalu ekspansif.
"Kami memang melihat ada tanda-tanda pemulihan, tetapi prosesnya bertahap. Butuh waktu untuk menciptakan pemulihan ekonomi dan kesehatan yang berkelanjutan sehingga keyakinan publik benar-benar membaik.
"Membuka kembali aktivitas masyarakat memang akan memperbaiki indikator dalam jangka pendek. Namun karena kontraksi yang terjadi sudah begitu dalam dan aktivitas masyarakat tetap tidak bisa seperti masa pra-pandemi dalam waktu yang cukup lama, maka pemulihan cepat sepertinya sulit terjadi," papar Philip Lane, Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (ECB), seperti dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi ada kabar bahwa AS berencana mengenakan bea masuk untuk importasi produk-produk asal Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jerman dengan nilai total US$ 3,1 miliar. Produk-produk yang bakal kena bea masuk adalah minyak zaitun, kopi, coklat, truk, dan lain-lain.
Tidak main-main, tarif bea masuk yang dikenakan bisa sampai 100%. Kantor Perwakilan Dagang AS akan mulai meminta masukan publik pada 26 Juli.
"Dengan peningkatan jumlah kasus Covid-19 dan apa yang kemungkinan terjadi di AS, pemberitaan yang beredar tidak akan banyak membantu pasar," ujar Stephen Innes, Chief Global Market Strategist AxiCorp, seperti diwartakan Reuters.
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu menyimak sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar. Pertama tentu perkembangan dari Wall Street. Dengan koreksi yang begitu dalam di New York, sepertinya pasar keuangan Asia bisa kalah sebelum bertanding...
Sentimen kedua adalah perkembangan penyebaran virus corona. Di Indonesia, kasus corona juga mengalami akselerasi.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan, jumlah pasien positif corona per 24 Juni adalah 49.009 orang. Bertambah 1.113 orang (2,32%) dibandingkan hari sebelumnya dan lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada 23 Juni yang sebanyak 1.113 orang (2,24%).
Kalau melihat apa yang terjadi di Jerman, bukan tidak mungkin pemerintah akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) parsial. Wilayah-wilayah dengan tingkat penyebaran virus yang tinggi 'dikunci' dulu sebagai langkah preventif.
Memang tidak diterapkan di semua daerah, tetapi kalau penyebaran virus corona semakin luas bagaimana? Kalau semakin banyak daerah yang 'dikunci', maka sama saja dengan menerapkan PSBB skala nasional.
Oleh karena itu, pelaku pasar tetap harus waspada. Meski saat ini Indonesia sedang menyongsong Tatanan Normal Baru, Produktif, dan Aman Covid-19, tetapi kalau virusnya menyebar lagi ya siap-siap kembali #dirumahaja. Indonesia bukan lagi bicara soal resesi atau tidak, tetapi seberapa lama dan dalam resesi bakal terjadi...
Sentimen ketiga, Dana Moneter Internasional (IMF) merilis proyeksi terbaru. Pada 2020, ekonomi dunia diperkirakan terkontraksi -4,9%. Lebih dalam ketimbang proyeksi yang dirilis pada April yaitu -3%.
"Ada tekanan yang besar di sisi permintaan. Pasokan juga terganggu karena penerapan lockdown," sebut laporan IMF.
 IMF |
'Ramalan' yang lebih suram ini bisa membuat mood pelaku pasar semakin jatuh. Akibatnya, arus modal hanya akan berkerumun di sekitar aset-aset aman (safe haven).
Nah, ini menjadi sentimen keempat yaitu keperkasaan dolar AS. Pada pukul 04:40 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,58%.
Dengan sentimen negatif yang bertebaran, memang bermain aman adalah pilihan yang terbaik. Dolar AS memberikan keamanan, bisa menyelesaikan segala urusan karena statusnya sebagai mata uang global. Dolar AS adalah sebaik-baiknya mata uang.
"Hari ini gelasnya setengah kosong, bukan setengah penuh. Apalagi dolar AS sudah melemah dalam beberapa pekan terakhir, sehingga ada ruang untuk membalik tren tersebut," Kata Axel Merk, Chief Investment Officer di Merk Investments yang berbasis di California, seperti dikutip dari Reuters.
Saat dolar AS sedang 'kesetanan' seperti ini, akan sangat sulit bagi rupiah untuk menguat. Jadi, sepertinya rupiah akan kembali ke zona merah.
Sentimen kelima adalah dari pasar komoditas, tepatnya harga minyak. Pada pukul 04:51 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 5,79% dan light sweet rontok 5,87%.
Harga si emas hitam jatuh karena kecemasan terhadap gelombang serangan kedua (second wave outbreak) virus corona. Kalau penyebaran semakin luas sehingga semakin banyak negara yang kembali memberlakukan lockdown, selesai. Permintaan bakal jatuh.
"Kalau tidak ada jaminan bahwa kita sudah selesai dengan pandemi, maka harga minyak yang mahal menjadi tidak masuk akal," ujar Gene McGillian, Vice President of Market Research di Tradition Energy yang berbasis di Connecticut, seperti dikutip dari Reuters.
Anjloknya harga minyak akan semakin menambah ketidakpastian di pasar. Oleh karena itu, mari kencangkan sabuk pengaman karena perjalanan hari ini sepertinya akan berliku dan berbatu...
Berikut sejumlah data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data pembacaan awal indeks kepercayaan konsumen Jerman periode Juli (13:00 WIB).
2. Rilis data klaim tunjangan pengangguran Prancis periode Mei (17:00 WIB).
3. Rilis data pembacaan final pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2020 (19:30 WIN).
4. Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS periode pekan yang berakhir 20 Juni (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Mei 2020 YoY) | 2,19% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2020) | 4,25% |
Surplus/defisit anggaran (Perpres No 54/2020) | -5,07% PDB |
Surplus/defisit transaksi berjalan (kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Surplus/defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal I-2020) | -US$ 8,54 miliar |
Cadangan devisa (Mei 2020) | US$ 130,54 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA