
Jika RI Resesi, Pengangguran & Kemiskinan Bisa Kayak 1998?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat bayang-bayang resesi kembali mendekati Indonesia. Resesi adalah resultan dari penyusutan aktivitas ekonomi, yang salah satu gambarannya adalah peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.
Pada kuartal II-2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sepertinya ekonomi Indonesia bakal terkontraksi (tumbuh negatif) -3,1%. Ada kemungkinan ekonomi Tanah Air kembali negatif pada kuartal berikutnya.
Awalnya, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa ekonomi akan kembali tumbuh positif pada kuartal III-2020 meski hanya mendekati 0%. Dengan begitu, Indonesia bisa terhindar dari resesi karena kontraksi tidak terjadi pada dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.
Namun terjadi dinamika, dan pemerintah keluar dengan 'ramalan' terbaru. Sri Mulyani menyebutkan sebenarnya ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 1,4% pada kuartal III dan IV, dengan syarat belanja negara terserap dengan baik dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus direlaksasi.
"Kalau tidak, maka (pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020) bisa -1,6%. Itu technically resesi. Kalau kuartal III negatif, secara teknis Indonesia bisa masuk ke zona resesi," ungkap Sri Mulyani.
Pertanda ke arah sana mulai terlihat. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belum selesai. Per 12 Mei, total pekerja yang dirumahkan dan 'divonis' PHK adalah 1.727.913 orang.
Walau sekarang sudah ada relaksasi PSBB, tetapi situasinya belum seperti dulu. Restoran, pusat perbelanjaan, sampai lokasi wisata memang sudah boleh beroperasi, tetapi jumlah pengunjung dibatasi maksimal 50%. Sekolah juga masih diliburkan.
So, roda ekonomi memang sudah berputar setelah mati suri selama berbulan-bulan. Namun lajunya masih sangat lambat. Oleh karena itu, tidak heran PHK masih saja terjadi karena dunia usaha tidak bisa menjalankan bisnis dalam kapasitas optimal.
