Efek Morgan Stanley! Rupiah, Saham & Obligasi Semringah

Tirta Widi Gilang Citradi & Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 June 2020 08:05
Morgan Stanley
Foto: Morgan Stanley (REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Riset terbaru dari bank investasi global asal Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley yang menaikkan peringkat aset-aset Indonesia dari underweight menjadi overweight menjadi sentimen positif yang mengangkat kurs rupiah, pasar saham dalam negeri, dan pasar obligasi Indonesia.

Rekomendasi overweight diartikan bahwa aset-aset tersebut akan mengalami kenaikan yang bisa melebihi instrumen atau aset lain yang menjadi patokannya.

"Kami menaikkan Indonesia dan Yunani menjadi overweight bersama dengan pasar lainnya seperti China, Rusia, India, Brasil, dan Singapura. Namun kami masih underweight untuk Arab Saudi, Meksiko, dan Thailand. Indonesia menawarkan suku bunga riil ketiga tertinggi di antara negara-negara berkembang," tulis Morgan Stanley, dalam risetnya, dilansir Rabu (17/6/2020).

Bukan tanpa alasan Morgan Stanley memberi apresiasi terhadap Indonesia. Morgan Stanley menilai ekonomi Indonesia bisa pulih dengan cepat dari 'badai' pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Menurut Morgan Stanley, Indonesia sudah bisa mencapai level pertumbuhan ekonomi pra-corona pada kuartal I-2020. Lebih cepat ketimbang negara-negara tetangga seperti Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Di pasar forex, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,04% melawan dolar AS ke Rp 14.025/US$ pada Rabu kemarin. Meski demikian, pelemahan tersebut tidak terlalu mempengaruhi kinerja impresif rupiah belakangan ini.

Setelah mengalami gejolak di bulan Maret, hingga menyentuh level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998, rupiah perlahan mulai menguat lagi sejak awal April. Hingga pada pekan lalu menyentuh level Rp 13.810/US$ yang merupakan level terkuat sejak 24 Februari.

Penguatan rupiah tersebut sejalan dengan survei 2 mingguan yang dilakukan oleh Reuters. Survei tersebut menunjukkan para pelaku pasar mulai mengurangi posisi jual (short) rupiah sejak awal April. Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah yang mulai menguat sejak awal April.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (11/6/2020) menunjukkan angka -0,69, turun jauh dari rilis dua pekan sebelumnya -0,05. Hasil tersebut menjadi penurunan keenam beruntun.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Dengan survei terbaru yang menunjukkan angka minus, artinya pelaku pasar kembali mengambil posisi beli (long) rupiah, sehingga membuka peluang berlanjutnya penguatan rupiah.

Di bandingkan mata uang Asia lainnya, posisi long rupiah menjadi yang tertinggi. Itu artinya rupiah sangat menarik bagi pelaku pasar, dan menjadi mata uang terbaik untuk dijadikan investasi. Angka -0,69 tersebut juga merupakan yang terendah sejak rilis survei 23 Januari lalu.

Ketika itu rupiah menjadi juara dunia alias mata uang dengan penguatan terbesar. Saat itu bahkan tidak banyak mata uang yang mampu menguat melawan dolar AS. Hal tersebut juga sesuai dengan survei Reuters pada 23 Januari dengan hasil -0,86, yang artinya pelaku pasar beli rupiah.

Rupiah bahkan disebut menjadi kesayangan pelaku pasar oleh analis dari Bank of Amerika Merryl Lycnh (BAML) saat itu.

"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu" kata Rohit Garg, analis BAML dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).

Kini dengan angka minus yang semakin besar, rupiah berpeluang kembali merebut tahta juara dunia yang saat ini dipegang oleh franc Swiss yang mencatat penguatan 1,8% YTD. Selain franc, hanya ada 5 mata uang uang mampu menguat melawan dolar AS. Rupiah saat ini berada di urutan 12 klasemen dengan pelemahan 1,04.

Di pasar saham, kabar dari Morgan Stanley juga memberi angin segar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (17/6/20) kemarin ditutup naik tipis 0,03% ke level 4.987,77, kendati gagal finis di atas level psikologis 5.000.

Data perdagangan mencatat, investor asing kembali melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 641 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi  menyentuh Rp 8,5 triliun.

Saham yang paling banyak dilepas asing adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan jual bersih sebesar Rp 153 miliar. Terpantau 193 saham harganya mengalami kenaikan, 212 saham harganya mengalami penurunan, dan 177 harganya stagnan.

Sedangkan bursa di kawasan Asia terpantau bervariatif, Hang Seng Index di Bursa Hong Kong naik sebesar 0,61%, Nikkei di Jepang terdepresiasi sebesar 0,56%, sedangkan STI Singapore terapresiasi 0,12%.

Gerak volatil IHSG hari ini diakibatkan oleh bercampurnya sentimen di pasar global seperti sentimen negatif yang datang dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan perekonomian global pada 2020 berpeluang terkontraksi lebih buruk dari perkiraan semula. Krisis kali ini, menurut Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath, adalah semacam Pengurungan Akbar (Great Lockdown) yang tak pernah dilihat dunia sebelumnya.

Kemudian sentimen negatif lain juga datang dari Beijing di China yang menerapkan pembatasan perjalanan warganya, menyusul munculnya 106 kasus baru Covid-19 di wilayah tersebut. Sumber penyebaran disinyalir dari pasar grosir Xinfadi, di mana ribuan orang bertransaksi setiap harinya. Sebanyak 27 distrik dinyatakan sebagai wilayah dengan risiko menengah.

Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada Rabu kemarin (17/6/2020) juga menguat terdorong oleh tingginya tingkat yield atau imbal hasil yang ditawarkan dibandingkan negara lainnya.

Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun dan FR0080 bertenor 25 tahun danFR0083 bertenor 20.

Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0081 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 5,60 basis poin (bps) menjadi 7,184%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Yield Obligasi Negara Acuan 17 Juni'20

Seri

Jatuh tempo

Yield 16 Juni'20 (%)

Yield 17 Juni'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 17 Juni'20 (%)

FR0081

5 tahun

6.859

6.805

-5.40

6.6954

FR0082

10 tahun

7.24

7.184

-5.60

7.1220

FR0080

15 tahun

7.747

7.725

-2.20

7.6143

FR0083

20 tahun

7.722

7.722

0.00

7.6212

Sumber: Refinitiv

Penguatan SBN juga didorong sentimen dari Bank investasi global asal AS Morgan Stanley menaikkan peringkat aset-aset Indonesia dari underweight menjadi overweight.

Selain sentimen Morgan Stanley, kabar seputar vaksin virus corona juga menjadi pendorong untuk permintaan SBN ke depannya. Hal ini disinyalir dengan penemuan vaksin Covid-19, maka kekhawatiran akan pandemi virus corona dapat teredam, sehingga seluruh aktivitas bisnis bisa beroperasi kembali secara normal dan mampu menggerakkan roda perekonomian dunia termasuk Indonesia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular