
Ramai-ramai Suntik Maskapai Global, Nasib Garuda Cs Gimana?

Garuda Indonesia
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal mendapatkan dana talangan senilai Rp 8,5 triliun dari pemerintah. Namun dana ini bukan berupa bailout dari pemerintah kepada perusahaan tersebut melainkan pinjaman yang harus dikembalikan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan dana ini diperoleh perusahaan karena memiliki utang dalam dolar Amerika Serikat yang akan jatuh tempo. Namun saat ini perusahaan tengah dalam pembicaraan dengan para pemegang sukuk tersebut untuk mengupayakan restrukturisasi.
"Yang bener kan ada penundaan pembayaran dan restrukturisasi global sukuk US$ 500 juta (ini tidak ada dukungan pemerintah, alias B2B). Dan skema dana talangan Rp 8,5 triliun yang masih dalam pembicaraam mekanismenya. Dana talangan ini dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemerintah," kata Arya, Kamis (14/5/2020).
"Jadi yang benar hanya ada dana talangan (bridging loan) sebesar Rp 8,5 triliun yang disiapkan, gak ada bailout. Jadi ini pinjaman," tegasnya.
Adapun seperti diberitakan sebelumnya maskapai pelat merah ini akan menerima dana senilai total Rp 8,5 triliun dari pemerintah.
![]() FILE PHOTO: Garuda Indonesia flight attendants arrive at Terminal 3 at Soekarno-Hatta Airport in Jakarta, Indonesia, August 9, 2016. REUTERS/Darren Whiteside |
Hal ini tertuang dalam dokumen paparan Menteri Keuangan dengan Komisi XI yang diperoleh CNBC Indonesia. Dana tersebut masuk dalam kebijakan pemerintah untuk melakukan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Program tersebut disiapkan untuk memberikan stimulus kepada berbagai jenis kalangan usaha mulai dari UMKM, BUMN hingga korporasi.
Garuda memang tengah dilanda kesulitan utang setelah melakukan negosiasi dengan pemegang sukuk perusahaan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahkan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk membantu keuangan Garuda, terutama dalam membayar utang yang jatuh tempo tahun ini.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman saat itu mengatakan, bantuan seperti apa yang akan diberikan masih dalam pembahasan secara intens.
Adapun utang Garuda Indonesia yang jatuh tempo pada 3 Juni lalu adalah berupa sukuk global senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Pemegang sukuk tersebut sudah menyetujui restrukturisasi sukuk ini.
"Ini lead-nya Kementerian BUMN, kami sedang pikirkan beberapa alternatif. Insya Allah untuk sukuk itu kan memang bulan Juni (jatuh tempo) kami sedang cari solusi untuk bantu Garuda," kata Luky melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
AirAsia Group
Maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) terbesar di Asia Tenggara, AirAsia Group Berhad, berencana mengurangi jumlah tenaga kerja hingga 30% seiring dengan rencana sang pendiri, Tony Fernandes, yang mempertimbangkan melepas 10% saham perusahaan untuk mendapatkan dana segar.
Grup maskapai yang sahamnya tercatat di Bursa Kuala Lumpur ini memang tengah dirundung tekanan cukup berat yang juga menimpa industri penerbangan secara global akibat pandemi virus corona (Covid-19).
AirAsia bahkan memangkas sisa gaji para staf hingga mencapai 75% guna bertahan di tengah hantaman dampak Covid-19 ini. Efisiensi ini mencakup pengurangan 60% dari awak kabin dan pilot AirAsia dan afiliasinya, termasuk AirAsia X. Grup AirAsia kini beroperasi di Malaysia, Thailand, Indonesia, Jepang, India, dan Filipina.
Hampir 20.000 karyawan Grup ini sudah dievaluasi kembali secara individual sejak Januari berdasarkan skala gaji dan kinerja, dan gelombang PHK diperkirakan masih terus berlanjut hingga akhir Juli.
Beberapa sumber Asia Nikkei mengungkapkan bahwa maskapai ini, di mana porsi mayoritas saham dipegang Tony Fernandes, berpotensi menjual 10% saham baru guna mendapatkan dana segar. Kabarnya tiga konglomerasi Korea Selatan, yang dipimpin SK Corp, akan menyerap saham baru tersebut.
Penjualan saham baru AirAsia tidak akan memerlukan persetujuan dari rapat umum pemegang saham karena pemegang saham telah diberi mandat bagi AirAsia untuk meningkatkan jumlah saham baru hingga 10% pada rapat pemegang umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 27 Juni 2019.
Surat kabar Malaysia, The Star melaporkan bahwa konglomerat terbesar ketiga di Korea Selatan, SK Corp, berpotensi menyerap penerbitan saham baru AirAsia dengan harga 1 ringgit. Aksi korporasi ini bakal menarik dana hingga US$ 78,4 juta atau sekitar Rp 1,09 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) untuk maskapai ini.
Mengacu data perdagangan Jumat (5/6/2020), saham AirAsia di Bursa Kuala Lumpur (KLSE) diperdagangkan di level RM 0.86 /saham. Aksi korporasi penerbitan saham baru ini akan dilakukan dengan skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (Non-HMETD) alias private placement.
SK Corp, yang fokus bisnisnya di industri energi dan telekomunikasi melalui 95 anak perusahaannya, membukukan pendapatan US$ 213,6 miliar atau Rp 2.990 triliun pada tahun lalu dan didukung oleh aset senilai $ 257,9 miliar atau Rp 3.611 triliun.
"Semua proposal sedang dibahas oleh Dewan Direksi, dengan keputusan dapat diharapkan segera minggu depan," kata seorang sumber kepada Nikkei, dilansir Sabtu (6/6/2020).
Sementara itu, karyawan yang tersisa juga menerima kebijakan pemotongan gaji berkisar antara 15% -75%. Fernandes pun memangkas pengeluaran modal AirAsia, dan modal kerja semua maskapai yang beroperasi dalam grup ini.
Sumber lain yang dekat dengan Fernandes juga mengatakan kepada Nikkei bahwa Fernandes juga tengah menjajaki penjualan anak usaha maskapai penerbangan yang tidak menguntungkan di Jepang dan India.
"Dia [Fernandes] terbuka untuk mengurangi pertaruhan [bisnis] atau bahkan keluar dari Jepang dan India, karena kompleksitas industri dalam negeri dan biaya yang membengkak jika dibandingkan dengan penjualan," sumber itu, yang menolak disebutkan namanya.
Fernandes tidak merespons pertanyaan langsung dari Nikkei.
The Bangkok Post melaporkan pada Mei lalu bahwa Thai AirAsia juga sedang menjajaki merger dengan beberapa maskapai domestik guna bertahan dari dampak pandemi.
Pemerintah Malaysia juga berupaya menyalurkan lebih dari US$ 350 juta atau Rp 4,9 triliun ke tiga maskapai utama di sana yakni AirAsia, Malaysia Airlines, dan Malindo Airways sebagai bagian dari paket penyelamatan ekonomi.
(tas/tas)[Gambas:Video CNBC]
