Rupiah Sang 'Bintang' Mata Uang Dunia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 June 2020 16:55
ilustrasi uang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menjadi "bintang" mata uang dunia hari ini. Aliran modal yang deras masuk ke dalam negeri membuat rupiah perkasa, dolar Amerika Serikat, mata uang Asia hingga Eropa semua dibuat tak berdaya.

Melawan dolar AS, di pembukaan perdagangan rupiah hanya menguat tipis 0,07% ke Rp 14.050/US$, tetapi kurang dari 1 jam, Sang Garuda sudah berhasil menembus ke bawah level psikologis Rp 14.000/US$.

Setelahnya rupiah tak terbendung, apresiasi terus berlanjut hingga 1,6% ke Rp 13.835/US$ di pasar spot melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan terkuat sejak 24 Februari. Di penutupan perdagangan, posisi rupiah sedikit terkoreksi ke Rp 13.850/US$ atau menguat 1,49%.

Kemarin rupiah melemah tipis 0,07% ke Rp 14.060/US$, sementara pada hari Rabu rupiah melesat tajam 2,29%, sehari sebelumnya sebesar 1,34%. Sehingga total penguatan sepanjang pekan ini nyaris 5%. Pada periode April-Mei Mata Uang Garuda juga tercatat menguat tercatat melesat lebih dari 10%.

Berkat penguatan tersebut, rupiah sejak awal tahun atau secara year-to-date mencatat penguatan 0,22%. Posisi rupiah di akhir tahun 2019 adalah Rp 13.880/US$.

Berdasarkan data Refinitiv, selain rupiah, hanya ada 5 mata uang yang membukukan penguatan melawan dolar AS, yakni krona Swedia (SEK), krone Denmark (DKK), franc Swiss (CHF), euro, dan dolar Hong Kong.

Rupiah pada hari ini juga mampu menaklukan 5 mata uang tersebut, semuanya lebih dari 1%. 



Mood pelaku pasar global sedang bagus akibat new normal atau singkatnya menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) mulai dilakukan di seluruh belahan bumi ini. Dengan demikian, roda bisnis perlahan kembali berputar sehingga berpeluang terlepas dari ancaman resesi global.

Ketika mood pelaku pasar sedang bagus, maka aliran modal akan menuju negara-negara emerging market dan aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi.

Derasnya aliran modal ke dalam negeri terlihat dari lelang obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Selasa lalu yang penawarannya mencapai 105,27 triliun. Ada 7 seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi oversubscribed 5,2 kali.

Pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.


Tingginya minat investor terhadap SBN juga terlihat di pasar sekunder, yield SBN tenor 10 tahun pada hari Rabu turun 22,1 basis poin (bps) menjadi 7,005%, yang menjadi level terendah sejak 12 Maret. Sementara kemarin mengalami koreksi tipis, yield naik tipis 6,9 bps ke 7,074%, dan hari ini juga terkoreksi 3,5 bps ke 7,103%. 

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Di pasar saham juga terjadi inflow yang cukup besar dalam 3 hari terakhir. Berdasarkan data RTI, pada hari pada hari Selasa investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 872,35 miliar di all market, berlanjut pada hari Rabu sebesar Rp 1,5 triliun, dan kemarin nyaris Rp Rp 1 triliun. Sementara hari ini terjadi net sell Rp 51 triliun di all market.

Aksi ambil untung menjadi penyebab yield obligasi naik dan net sell di pasar saham, tetapi nilainya tidak signifikan.

Terkait new normal, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kemarin memutuskan melanjutkan PSBB meski dengan pelonggaran, atau yang disebut masa transisi.

"Kami di gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 DKI Jakarta, kita memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI Jakarta diperpanjang dan menetapkan bulan Juni ini sebagai masa transisi," kata Anies dalam keterangan pers di Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/6/2020).



Ia menjelaskan, transisi itu bertujuan untuk menuju kondisi masyarakat yang produktif dan aman Covid-19. Dalam masa ini, Anies bilang kegiatan ekonomi bertahap bisa dilakukan, namun ada batasan yang harus ditaati.

Tim Gugus Tugas dan Pemda DKI pun telah membuat roadmap untuk pembukaan fasilitas-fasilitas publik selama masa transisi ini. Pada pekan pertama (5-7 Juni) tempat ibadah bisa kembali dibuka dengan kapasitas maksimal 50%. Kemudian pada pekan kedua perkantoran, rumah makan dan lain-lain juga bisa kembali dibuka, tetap dengan kapasitas 50%. Mal dan tempat rekreasi baru akan dibuka kembali pada pekan ketiga.

Dengan dilonggarkannya PSBB, roda perekonomian kembali berputar meski secara perlahan. Itu bisa berdampak bagus, mengingat Jakarta merupakan pusat ekonomi Indonesia. Kontribusi Jakarta terhadap produk domestic bruto (PDB) nasional sebesar 17,94% pada tahun 2019.

Rupiah "Direstui" BI, Didukung Data Ekonomi penguatan rupiah juga tidak lepas dari "restu" Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter yang mengatur stabilitas nilai tukar.

Gubernur BI, Perry Warjiyo saat memberikan paparan Perkembangan Ekonomi Terkini pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.

"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).



"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.

Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.

Sejak saat itu, rupiah terus menguat. Gubernur Perry yang kembali memberikan briefing Perkembangan Ekonomi Terkini siang tadi, masih mengatakan "rupiah undervalue", dengan kata lain, berlanjunya penguatan rupiah masih "direstui".



Data-data ekonomi juga mendukung penguatan rupiah di pekan ini. Selasa lalu, purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia dilaporkan sedikit membaik di bulan Mei, menjadi 28,6 dari bulan April sebesar 27,5.

Meski masih berkontraksi (di bawah 50), setidaknya angka indeks mulai bergerak naik. Dengan penerapan new normal mulai bulan ini, PMI manufaktur tentunya akan semakin naik mendekati 50, hingga kembali berekspansi (di atas 50) bulan-bulan mendatang.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020. BPS mencatat terjadi inflasi 0,07% di Mei 2020. Sebanyak 67 kota terjadi inflasi sementara 23 kota deflasi.

BPS mencatat year-on-year inflasi 2,19% sementara year to date inflasi 2020 mencapai 0,9%.

Rendahnya inflasi memang bisa memberikan gambaran penurunan daya beli masyarakat akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Tetapi secara investasi, inflasi yang rendah membuat riil return berinvestasi di Indonesia menjadi lebih tinggi.


Rupiah memulai tren penguatan sejak awal April lalu. Total pada periode April-Mei dan pekan ini rupiah mencatat penguatan lebih dari 15%. Survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters menunjukkan para pelaku pasar mulai mengurangi posisi jual (short) rupiah sejak awal April.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Di bulan Maret, rupiah mengalami gejolak, hingga menyentuh level Rp 16.620/US$ yang merupakan level terlemah sejak krisis moneter 1998. Hasil survei Reuters kala itu menunjukkan angka 1,57, artinya posisi jual (short) rupiah sedang tinggi. Setelahnya, angka hasil survei Reuters tersebut terus menunjukkan penurunan, dan rupiah perlahan terus menguat.



Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (28/5/2020) pekan lalu menunjukkan -0,05, turun jauh dari rilis dua pekan lalu 0,21. Hasil tersebut menjadi penurunan kelima beruntun.

Dengan survei terbaru yang menunjukkan angka minus, artinya pelaku pasar kembali mengambil posisi beli (long) rupiah.



Angka minus tersebut juga merupakan yang pertama sejak rilis survei 20 Februari lalu. Ketika itu rupiah masih membukukan penguatan secara year-to-date (YTD) melawan dolar AS.

Di bulan Januari, rupiah bahkan menjadi juara dunia alias mata uang dengan penguatan terbesar di dunia. Saat itu bahkan tidak banyak mata uang yang mampu menguat melawan dolar AS. Hal tersebut juga sesuai dengan survei Reuters pada 23 Januari dengan hasil -0,86, yang artinya pelaku pasar beli rupiah.

Bisa dilihat, hasil survei tersebut sangat konsisten dengan pergerakan rupiah. Dengan angka terbaru -0,05, artinya pelaku pasar memprediksi rupiah akan terus kembali menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
Rupiah
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular