Rupiah Sang 'Bintang' Mata Uang Dunia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 June 2020 16:55
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Rupiah "Direstui" BI, Didukung Data Ekonomi penguatan rupiah juga tidak lepas dari "restu" Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter yang mengatur stabilitas nilai tukar.

Gubernur BI, Perry Warjiyo saat memberikan paparan Perkembangan Ekonomi Terkini pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.

"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).



"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.

Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.

Sejak saat itu, rupiah terus menguat. Gubernur Perry yang kembali memberikan briefing Perkembangan Ekonomi Terkini siang tadi, masih mengatakan "rupiah undervalue", dengan kata lain, berlanjunya penguatan rupiah masih "direstui".



Data-data ekonomi juga mendukung penguatan rupiah di pekan ini. Selasa lalu, purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia dilaporkan sedikit membaik di bulan Mei, menjadi 28,6 dari bulan April sebesar 27,5.

Meski masih berkontraksi (di bawah 50), setidaknya angka indeks mulai bergerak naik. Dengan penerapan new normal mulai bulan ini, PMI manufaktur tentunya akan semakin naik mendekati 50, hingga kembali berekspansi (di atas 50) bulan-bulan mendatang.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020. BPS mencatat terjadi inflasi 0,07% di Mei 2020. Sebanyak 67 kota terjadi inflasi sementara 23 kota deflasi.

BPS mencatat year-on-year inflasi 2,19% sementara year to date inflasi 2020 mencapai 0,9%.

Rendahnya inflasi memang bisa memberikan gambaran penurunan daya beli masyarakat akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Tetapi secara investasi, inflasi yang rendah membuat riil return berinvestasi di Indonesia menjadi lebih tinggi.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular