
New Normal, Goldman Sachs Sarankan Jual Dolar AS, Kenapa?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 June 2020 15:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank investasi ternama, Goldman Sachs, mulai mengambil posisi jual (short) dolar Amerika Serikat (AS) setelah negara-negara di berbagai belahan dunia melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lokcdown) dan memulai new normal atau menjalankan kehidupan dengan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi corona (Covid-19).
Dalam kehidupan new normal, roda bisnis kembali diputar secara perlahan dengan protokol kesehatan yang ketat.
China, negara awal virus corona, sudah melonggarkan lockdown sejak bulan Maret lalu, dan memberikan bukti perekonomian bisa segera bangkit. Hal tersebut terlihat dari sektor manufaktur yang kembali berekspansi dalam 3 bulan beruntun setelah mengalami kontraksi tajam di bulan Maret.
Minggu (31/5/2020) lalu, purchasing managers' index (PMI) manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6. Meski menurun dari bulan sebelumnya 50,8, tetapi masih di atas 50, yang artinya sektor manufaktur China masih berekspansi.
Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.
Data PMI manufaktur China tersebut memberikan gambaran pemulihan ekonomi V-shape, merosot tajam akibat pandemi Covid-19, dan melesat naik ketika penyebaranya virus corona berhasil diredam. Jika semua negara bisa meniru pemulihan ekonomi China, resesi global panjang tentunya bisa terhindarkan.
Dalam kondisi tersebut, dolar AS yang secara tradisional dipandang sebagai aset aman (safe haven) menjadi tidak menarik lagi, sehingga nilainya berisiko menurun.
Secara khusus, Goldman Sachs memilih melihat mata uang krona Norwegia (NOK) akan sangat unggul saat new normal. Sehingga Goldman memberikan saran jual (short) pasangan dolar AS dan beli (long) untuk krona Norwegia.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, analis Goldman Sachs melihat infrastruktur kesehatan Norwegia dan posisi fiskal yang bagus sebagai dasar saran tersebut.
Kondisi demografi dan infrastruktur medis domestik [Norwegia] menjadikan negara ini lebih siap menghadapi wabah ketimbang banyak negara lain. [Ditambah lagi] posisi fiskal yang kuat menempatkan [Norwegia] pada keuntungan yang berbeda," tulis analis Goldman, yang dipimpin oleh Co-Head pertukaran mata uang global Goldman, Zach Pandl dan Kamakshya Trivedi, dalam catatan, dilansir CNBC International, Selasa (2/6/2020).
"Saat [negara] lain terpaksa membatasi dukungan kebijakan fiskal atau secara dramatis menambah pinjaman - keduanya berpotensi memicu mata uangnya negatif - Norwegia mampu mengembalikan dana dari investasinya di luar negeri, membantu mendukung ekonomi dan mata uangnya [terapresiasi]," tulis Goldman.
Dalam kehidupan new normal, roda bisnis kembali diputar secara perlahan dengan protokol kesehatan yang ketat.
China, negara awal virus corona, sudah melonggarkan lockdown sejak bulan Maret lalu, dan memberikan bukti perekonomian bisa segera bangkit. Hal tersebut terlihat dari sektor manufaktur yang kembali berekspansi dalam 3 bulan beruntun setelah mengalami kontraksi tajam di bulan Maret.
Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.
Data PMI manufaktur China tersebut memberikan gambaran pemulihan ekonomi V-shape, merosot tajam akibat pandemi Covid-19, dan melesat naik ketika penyebaranya virus corona berhasil diredam. Jika semua negara bisa meniru pemulihan ekonomi China, resesi global panjang tentunya bisa terhindarkan.
Dalam kondisi tersebut, dolar AS yang secara tradisional dipandang sebagai aset aman (safe haven) menjadi tidak menarik lagi, sehingga nilainya berisiko menurun.
Secara khusus, Goldman Sachs memilih melihat mata uang krona Norwegia (NOK) akan sangat unggul saat new normal. Sehingga Goldman memberikan saran jual (short) pasangan dolar AS dan beli (long) untuk krona Norwegia.
Dalam catatan yang dikutip CNBC International, analis Goldman Sachs melihat infrastruktur kesehatan Norwegia dan posisi fiskal yang bagus sebagai dasar saran tersebut.
Kondisi demografi dan infrastruktur medis domestik [Norwegia] menjadikan negara ini lebih siap menghadapi wabah ketimbang banyak negara lain. [Ditambah lagi] posisi fiskal yang kuat menempatkan [Norwegia] pada keuntungan yang berbeda," tulis analis Goldman, yang dipimpin oleh Co-Head pertukaran mata uang global Goldman, Zach Pandl dan Kamakshya Trivedi, dalam catatan, dilansir CNBC International, Selasa (2/6/2020).
"Saat [negara] lain terpaksa membatasi dukungan kebijakan fiskal atau secara dramatis menambah pinjaman - keduanya berpotensi memicu mata uangnya negatif - Norwegia mampu mengembalikan dana dari investasinya di luar negeri, membantu mendukung ekonomi dan mata uangnya [terapresiasi]," tulis Goldman.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular