Ini Dia 3 Mata Uang Dunia Paling Juara Kala Pandemi 2020

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 December 2020 18:15
Dollar Australia
Foto: REUTERS/Daniel Munoz

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 tinggal sepekan lagi, tidak seperti biasanya, kali ini menuju pergantian tahun tidak akan ada hingar bingar pesta, tidak akan ada indahnya kembang api. Pemerintah di berbagai negara sudah melarang kerumunan saat pergantian malam tahun baru.

Hal tersebut dilakukan guna meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang belakangan ini kembali meningkat di berbagai negara.

Berdasarkan data Worldometer, hingga saat ini sudah hampir 80 juta orang terinfeksi virus corona di seluruh dunia, dengan lebih dari 1,7 juta orang meninggal dunia, dan lebih dari 56 juta orang sembuh.

Virus yang berasal dari kota Wuhan provinsi Hubei, China tersebut dinyatakan sebagai pandemi pada bulan Maret lalu. Alhasil, setelahnya pasar finansial global menjadi gejolak. Aksi jual berbagai macam aset mulai dari aset berisiko seperti saham, hingga aset aman (safe haven) seperti emas terjadi secara masif.

Saat itu, muncul istilah "cash is the king", para investor lebih memilih memegang uang tunai ketimbang aset-aset lainnya. Tetapi bukan sembarang uang tunai, hanya dolar AS. Alhasil, nilai tukar dolar AS menguat tajam.

Indeks dolar AS, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam, pada 20 Maret menyentuh level 102,99 naik 6,85% year-to-date (YtD) , dan berada di level tertinggi sejak Januari 2017.

Maklum saja, demi meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19), pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown), sehingga roda perekonomian menjadi melambat bahkan nyaris mati suri, dan nyungsep ke jurang resesi.

Terjadi kepanikan di pasar keuangan yang memicu aksi jual aset secara luas, dan semua investasi tertuju ke dolar AS yang dianggap mata uang safe haven dan bisa diterima di mana saja.

Tetapi setelah itu, bank sentral dan pemerintah di berbagai negara bertindak cepat dengan menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal guna menanggulangi Covid-19 sekaligus membangkitkan perekonomian.

Alhasil daya tarik dolar AS semakin memudar, dan nilainya terus merosot. Indeks dolar berbalik ambrol hingga menyentuh level 89,822 pada pekan lalu, melemah 6,81% YtD, dan berada di level terendah sejak April 2018.

Mata uang lainnya pun berhasil berbalik melesat. Berikut tiga mata uang yang menjadi juara di tengah pandemi Covid-19.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Krona Swedia Sang Juara

Krona Swedia menjadi mata uang terbaik di tahun ini. Melansir data Refinitiv, sepanjang tahun ini krona sudah menguat 13,4% dan berada di level terkuat sejak Maret 2018. 

Sebelum mengalami lonjakan kasus Covid-19 sejak bulan Oktober lalu, Swedia menjadi salah satu negara yang sukses meredam penyebaran virus yang berasal dari kota Wuhan, China tersebut.

Kesuksesan meredam Covid-19 tersebut menjadi salah satu penopang penguatan krona. Tetapi, faktor utama penguatan krona di tahun ini adalah statusnya sebagai mata uang "risk-on", alias mata uang yang diburu saat sentimen pelaku pasar membaik.

Perekonomian global yang mulai pulih di kuartal III-2020 dari kemerosotan tiga bulan sebelumnya membuat sentimen pelaku pasar membaik, krona pun perlahan terus menguat.

Krona terus melesat menguat setelah Joseph 'Joe' Biden memenangi pemilihan presiden di AS. Kemenangan Biden dianggap dapat memberikan stabilitas di pasar, kemudian perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk.

Sentimen pelaku pasar semakin membaik setelah vaksinasi di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat sudah dimulai.

"Krona Swedia dilabeli sebagai mata uang yang tergantung dari sentimen terhadap risiko, dan kita pasti akan melihat apresiasi saat sentimen terhadap risiko pulih," kata Richard Falkenhall, ahli strategi valuta asing senior di Skandinaviska Enskilda Banken (SEB) Group, sebagaimana dilansir poundsterlinglive.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Krona Denmark Jadi Runner Up

Mata uang Skandinavia kembali berada di urutan runner up terbaik tahun ini. Setelah krona Swedia, kini ada krona Denmark yang mencatat penguatan 9,2% YtD, dan berada di level terkuat sejak April 2018.

Sama dengan Swedia, Denmark menjadi salah satu negara yang sukses meredam penyebaran Covid-19. Tetapi sayangnya sejak bulan September kembali mengalami lonjakan kasus yang signifikan. Bahkan terus mencetak rekor penambahan kasus terbanyak.

Melansir data dari Worldometer, hingga saat ini jumlah kasus Covid-19 di Denmark sebanyak 146.341 orang, dengan 1.114 orang meninggal dunia, dan 102.184 sembuh. Rasio kematian akibat Covid-19 di Denmark sangat rendah, hanya 0,7%, jauh lebih rendah dari rata-rata dunia 2,2%.

Rendahnya rasio kematian tersebut menunjukkan bagaimana bagusnya penanganan kesehatan di Denmark, yang membuat investor optimistis. Alhasil, maka uang krona Denmark sukses melaju kencang di tahun ini.

Selain itu, perekonomian Denmark juga bangkit di kuartal III-2020, produk domestik bruto (PDB) dilaporkan tumbuh 5,2% quarter-on-quarter (QoQ), setelah mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 7,1% QoQ di kuartal II-2020, dan kontraksi 1,6% QoQ di kuartal I-2020.

Artinya, Denmark sudah berhasil lepas dari resesi teknikal.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Euro Lengkapi 3 Besar



Di tempat ketiga, mata uang terbaik dunia adalah euro. Mata uang 19 negara ini sukses membukukan penguatan 8,7% YtD melawan dolar AS dan berada di level tertinggi dalam lebih dari 2,5 tahun terakhir.

Sama dengan Swedia dan Denmark, blok 19 negara juga sudah sukses meredam penyebaran virus corona, tetapi sekali lagi kembali menghadapi serangan gelombang kedua.

Meski demikian, nilai tukar euro masih terus melaju, sebab pemulihan zona euro diperkirakan akan lebih unggul ketimbang AS.

Di tengah lonjakan kasus Covid-19, sektor manufaktur masih mampu mempertahankan ekspansi, bahkan lebih tinggi lagi.

Data dari Markit menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Prancis sebesar 51,1 di bulan ini, naik dari bulan November sebesar 49,6. Sementara itu motor penggerak ekonomi Eropa, Jerman, PMI manufakturnya tercatat sebesar 58,6, lebih tinggi dari sebelumnya 57,8.

Untuk zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur tercatat sebesar 57,3, naik dari sebelumnya 55,6.

Artinya, zona euro masih berada di jalur pemulihan ekonomi yang tepat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular