
China vs AS-Australia-Hong Kong, Emas Siap Terbang Lagi?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 May 2020 19:44

Sekedar mengingatkan, pada tahun lalu terjadi demo berkepanjangan di Hong Kong. Awal mulanya saat Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lim memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.
RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah karenanya.
Demo berdarah pun berlangsung selama berbulan-bulan di Hong Kong pada tahun lalu. China bahkan sempat mengirimkan pasukan militernya guna meredam demo di Hong Kong.
Kini dengan rencana UU keamanan baru yang akan diterapkan China, memunculkan demo di Hong Kong, apalagi dengan AS ikut campur, sehingga harga emas berpotensi kembali menguat.
"Sikap agresif China kepada Hong Kong dapat memperburuk hubungannya dengan AS, sehingga mendorong aksi beli (emas) para investor" kata Tai Wong, kepala strategi trading logam mulia di BMO, sebagaimana dilansir CNBC International.
Ketegangan geopolitik bisa membuat emas melesat dalam jangka panjang, tetapi kebijakan moneter dan fiskal tetap menjadi penopang utama untuk jangka panjang.
Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank lebih dulu memprediksi harga emas akan ke US$ 4.000/US$ dalam jangka panjang.
Hansen mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.
"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.
Sebelum mencapai level US$ 4.000/troy ons, Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/roy)
RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah karenanya.
Demo berdarah pun berlangsung selama berbulan-bulan di Hong Kong pada tahun lalu. China bahkan sempat mengirimkan pasukan militernya guna meredam demo di Hong Kong.
"Sikap agresif China kepada Hong Kong dapat memperburuk hubungannya dengan AS, sehingga mendorong aksi beli (emas) para investor" kata Tai Wong, kepala strategi trading logam mulia di BMO, sebagaimana dilansir CNBC International.
Ketegangan geopolitik bisa membuat emas melesat dalam jangka panjang, tetapi kebijakan moneter dan fiskal tetap menjadi penopang utama untuk jangka panjang.
Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank lebih dulu memprediksi harga emas akan ke US$ 4.000/US$ dalam jangka panjang.
Hansen mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.
"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.
Sebelum mencapai level US$ 4.000/troy ons, Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/roy)
Pages
Most Popular