
China Dinilai Arogan, Demo Protes di Hong Kong Pecah lagi
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
24 May 2020 12:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Ratusan orang di Hong Kong melakukan protes atau unjuk rasa (demo) terhadap rencana baru China yang ingin membuat Undang-Undang Keamanan Nasional untuk kotanya. Sebab, UU ini dikhawatirkan akan mengancam kebebasan berpendapat di Hong Kong seperti yang terjadi di China.
Para pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay, di mana polisi melakukan operasi dan memperingatkan orang-orang untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus corona atau Covid-19.
"Sekarang adalah awal dari akhir dan waktu benar-benar hampir habis di Hong Kong, dan itulah alasan bagi kami, bahkan di tengah Covid-19. Kita masih perlu mengumpulkan kekuatan kita untuk memprotes," kata aktivis demokrasi Joshua Wong yang dikutip dari Reuters, Minggu (2/5/2020).
Seperti diketahui, UU ini berisi tujuh pasal. Intinya Hong Kong harus meningkatkan keamanan nasional dan bila diperlukan, organ keamanan nasional pemerintah pusat, yakni Beijing bisa masuk dan mengambil alih. Caranya adalah dengan membentuk lembaga di Hong Kong untuk memenuhi tugas yang relevan guna menjaga keamanan nasional sesuai hukum.
UU ini akan melarang semua upaya pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi terhadap pemerintah pusat. Termasuk pencurian rahasia negara dan melarang organisasi atau badan politik Hong Kong menjalin hubungan dengan organisasi atau badan politik asing.
Sekretaris Keamanan John Lee mengatakan undang-undang itu akan membantu menjaga kesejahteraan jangka panjang Hong Kong.
Namun, sekelompok kecil aktivis demokrasi memprotes akan rencana pembuatan UU tersebut di luar Kantor Penghubung China dan meneriakkan, "Hukum keamanan nasional menghancurkan dua sistem."
Sebuah truk meriam air diparkir di luar, sementara puluhan polisi anti huru hara dikerahkan di seluruh kota.
Avery Ng dari Liga untuk Sosial Demokrat menempelkan tanda-tanda protes pada sebuah plakat di luar Kantor Penghubung, meskipun ada peringatan dari polisi. Ia menggambarkannya sebagai "hukum kejahatan" dan meminta orang-orang Hong Kong untuk keluar dan ikut melakukan protes.
"Itu garis merah yang bisa dipindah-pindahkan. Di masa depan mereka dapat menangkap, mengunci dan membungkam siapa pun yang mereka inginkan atas nama keamanan nasional. Kita harus menolaknya," kata Ng kepada Reuters.
Beberapa komentator lokal pun menilai rencana tersebut sebagai "opsi nuklir" yang merupakan bagian dari permainan kekuasaan tinggi Presiden China Xi Jinping.
Serangan balasan meningkat pada hari Sabtu ketika hampir 200 tokoh politik dari seluruh dunia mengatakan dalam sebuah pernyataan, undang-undang yang diusulkan adalah "serangan komprehensif terhadap otonomi kota, aturan hukum dan kebebasan mendasar".
China pun telah menolak keluhan negara-negara lain sebagai "campur tangan" dan menolak kekhawatiran undang-undang yang diusulkan akan merugikan investor asing.
(dob/dob) Next Article Waduh, Makin Banyak Orang Hong Kong Mau Merdeka dari China!
Para pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay, di mana polisi melakukan operasi dan memperingatkan orang-orang untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus corona atau Covid-19.
"Sekarang adalah awal dari akhir dan waktu benar-benar hampir habis di Hong Kong, dan itulah alasan bagi kami, bahkan di tengah Covid-19. Kita masih perlu mengumpulkan kekuatan kita untuk memprotes," kata aktivis demokrasi Joshua Wong yang dikutip dari Reuters, Minggu (2/5/2020).
UU ini akan melarang semua upaya pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan dan subversi terhadap pemerintah pusat. Termasuk pencurian rahasia negara dan melarang organisasi atau badan politik Hong Kong menjalin hubungan dengan organisasi atau badan politik asing.
Sekretaris Keamanan John Lee mengatakan undang-undang itu akan membantu menjaga kesejahteraan jangka panjang Hong Kong.
Namun, sekelompok kecil aktivis demokrasi memprotes akan rencana pembuatan UU tersebut di luar Kantor Penghubung China dan meneriakkan, "Hukum keamanan nasional menghancurkan dua sistem."
Sebuah truk meriam air diparkir di luar, sementara puluhan polisi anti huru hara dikerahkan di seluruh kota.
Avery Ng dari Liga untuk Sosial Demokrat menempelkan tanda-tanda protes pada sebuah plakat di luar Kantor Penghubung, meskipun ada peringatan dari polisi. Ia menggambarkannya sebagai "hukum kejahatan" dan meminta orang-orang Hong Kong untuk keluar dan ikut melakukan protes.
"Itu garis merah yang bisa dipindah-pindahkan. Di masa depan mereka dapat menangkap, mengunci dan membungkam siapa pun yang mereka inginkan atas nama keamanan nasional. Kita harus menolaknya," kata Ng kepada Reuters.
Beberapa komentator lokal pun menilai rencana tersebut sebagai "opsi nuklir" yang merupakan bagian dari permainan kekuasaan tinggi Presiden China Xi Jinping.
Serangan balasan meningkat pada hari Sabtu ketika hampir 200 tokoh politik dari seluruh dunia mengatakan dalam sebuah pernyataan, undang-undang yang diusulkan adalah "serangan komprehensif terhadap otonomi kota, aturan hukum dan kebebasan mendasar".
China pun telah menolak keluhan negara-negara lain sebagai "campur tangan" dan menolak kekhawatiran undang-undang yang diusulkan akan merugikan investor asing.
(dob/dob) Next Article Waduh, Makin Banyak Orang Hong Kong Mau Merdeka dari China!
Most Popular