Internasional

Siapa Investor Kakap di Balik Vaksin Moderna?

tahir saleh, CNBC Indonesia
20 May 2020 07:40
Moderna
Foto: Moderna (AP/Bill Sikes)

Jakarta, CNBC Indonesia -Nama Moderna Inc mendadak jadi perbincangan pelaku pasar di seluruh dunia. Harga sahamnya di Bursa Nasdaq, Amerika Serikat (AS) tiba-tiba melonjak setelah uji coba awal vaksin miliknya menunjukkan hasil menggembirakan dan berhasil menciptakan antibodi Covid-19. Vaksin itu dinamakan mRNA-1273.

Moderna mengumumkan bahwa eksperimen vaksin virus corona mereka menunjukkan hasil positif. Para relawan yang disuntik vaksin ini berhasil membangun antibodi yang melindungi dari serangan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.

Mulai Maret lalu, Moderna memilih delapan orang dalam eksperimen pengembangan vaksi virus corona. Secara garis besar, vaksin dinilai aman dan para partisipan berhasil membangun antibodi kekebalan terhadap virus corona.

"Ini adalah temuan yang signifikan, meski hanya fase pertama dan baru melibatkan delapan orang. Percobaan ini mempertimbangkan aspek keamanan, bukan hasil," kata Dr Amesh Adaija, ahli penyakit menular di John Hopkins University, seperti dikutip dari Reuters.


Situs resmi perusahaan pun mengungkapkan tahapan bagaimana perusahaan biotek ini berhasil dalam uji coba mRNA-1273.

11 Januari 2020
Pihak berwenang China berbagi sekuen genetik dari coronavirus novel.

13 Januari 2020
Tim Nasional Institut Kesehatan AS (US National Institutes of Health/NIH) dan tim peneliti penyakit menular Moderna menyelesaikan urutan untuk mRNA-1273, vaksin perusahaan untuk menangani coronavirus.

7 Februari 2020
Batch (tahapan) klinis pertama, termasuk pengisian dan penyelesaian botol selesai. Total ada 25 hari dari pemilihan urutan untuk pembuatan vaksin. Batch kemudian dilanjutkan ke pengujian analitik untuk dirilis.

24 Februari 2020
Batch klinis dikirim dari Moderna ke NIH untuk digunakan dalam studi klinis Fase 1 mereka.

4 Maret 2020
Badan Administrasi Obat dan Makanan AS (The Food and Drug Administration/FDA) menyelesaikan ulasannya tentang aplikasi Investigational New Drug (IND) yang diajukan oleh NIH untuk mRNA-1273 dan memungkinkan penelitian untuk melanjutkan untuk memulai uji klinis.

16 Maret 2020
NIH mengumumkan peserta pertama dalam studi Fase 1 untuk mRNA-1273, total ada 63 hari dari pemilihan urutan untuk dosis manusia pertama.

23 Maret 2020
Moderna mengajukan Laporan Terkini tentang Formulir 8-K yang mencakup, antara lain, informasi mengenai potensi waktu ketersediaan vaksin terhadap Covid-19.

27 Maret 2020
NIH mengumumkan bahwa Emory University di Atlanta akan mulai mendaftarkan sukarelawan dewasa dan sehat berusia 18 hingga 55 tahun dalam studi FIR yang dipimpin NIH pada fase 1 dari mRNA-1273.

16 April 2020
Moderna mengumumkan tambahan pendanaan dari lembaga pemerintah AS, BARDA, hingga US$ 483 juta untuk mempercepat pengembangan mRNA-1273. Suntikan dana ini akan mendanai pengembangan mRNA-1273 ke lisensi FDA dan peningkatan proses manufaktur untuk memungkinkan produksi skala besar pada tahun 2020 untuk respons pandemi. Moderna berencana untuk merekrut 150 anggota tim baru.

27 April
Moderna mengumumkan bahwa mereka menyerahkan IND ke FDA AS untuk studi fase 2 mRNA-1273.

Pada 1 Mei
Moderna dan Lonza mengumumkan kolaborasi strategis di seluruh dunia untuk memproduksi mRNA-1273 dengan tujuan untuk memungkinkan pembuatan hingga 1 miliar dosis per tahun.

6 Mei
Moderna mengajukan Laporan Terkini pada Formulir 8-K, yang mencakup wawancara yang diterbitkan oleh National Geographic dengan Anthony S. Fauci, Direktur NIAID (National Institute of Allergy and Infectious Diseases). Laporan ini menggambarkan penilaian terhadap hasil pengujian praklinis tertentu terkait dengan studi klinis fase 1 dari mRNA-1273.

7 Mei
Moderna mengumumkan bahwa FDA menyelesaikan ulasannya tentang aplikasi IND untuk mRNA-1273 yang memungkinkannya untuk melanjutkan ke studi Tahap 2, yang diharapkan akan segera dimulai. Moderna sedang menyelesaikan protokol untuk studi Tahap 3 mRNA-1273, diharapkan akan dimulai pada awal musim panas 2020.

Lantas siapa saja investor di balik Moderna?

[Gambas:Video CNBC]

 

 

Sontak kabar Moderna ini membawa kabar baik di pasar saham global. Saham Moderna berkode saham MRNA melesat pada Senin sebesar 20%. Sementara saham-saham di bursa Asia juga terbang, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup menguat 0,83% di level 4.548,66 dengan nilai transaksi Rp 8,63 triliun pada Selasa kemarin (19/5/2020).

Kendati pada Senin saham MRNA terbang dan ditutup di level US$ 80/saham atau Rp 1,19juta/saham (kurs Rp 14.900/US$), tapi pada pembukaan perdagangan Selasa tadi malam (Selasa pagi waktu AS), saham MRNA terkoreksi 3% menjadi US$ 77/saham.

Mengacu data perdagangan, harga saham MRNA tertinggi dalam 52 pekan yakni di level US$ 87/saham, dan terendah US$ 11,54/saham. Kapitalisasi perusahaan sudah mencapai US$ 29,2 miliar atau setara Rp 435 triliun.

Perusahaan pertama kali masuk Bursa Nasdaq pada 6 Desember 2018. Saat itu perusahaan langsung mengguncang pasar dengan menawarkan sebanyak 26,3 juta saham dengan harga penawaran perdana (initial public offering/IPO) di level US$ 23/saham. Dana yang dihimpun melebihi target US$ 600 juta atau Rp 8,9 triliun. Saat itu kapitalisasinya baru US$ 7,5 miliar sebagaimana dikutip biospace.com.

Pada Senin 18 Mei, manajemen Moderna juga mengungkapkan perseroan melakukan aksi korporasi penerbitan saham baru atau rights issue sebanyak 17,6 juta saham biasa dengan harga US$ 76/saham.

Moderna memberikan opsi kepada penjamin emisi (underwriter) untuk membeli hingga 2,64 juta saham tambahan dengan harga yang sama. 

Beberapa investor alias penyandang dana juga cukup beragam, terutama dari pemerintah AS sendiri.


Misalnya pada 16 April 2020, perusahaan mengumumkan tambahan pendanaan dari lembaga pemerintah AS, BARDA, hingga US$ 483 juta atau Rp 7,2 triliun untuk mempercepat pengembangan mRNA-1273. Suntikan dana ini akan mendanai pengembangan mRNA-1273 ke lisensi FDA dan peningkatan proses manufaktur untuk memungkinkan produksi skala besar pada tahun 2020 untuk respons pandemi.

Sebagai informasi, BARDA (Biomedical Advanced Research and Development Authority) atau Biomedis Penelitian Lanjutan dan Otoritas Pengembangan adalah satu divisi dari Kantor Asisten Sekretaris untuk Kesiapsiagaan dan Respons AS (Assistant Secretary for Preparedness and Response/ASPR) di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (US Department of Health and Human Services/HHS).

Selain BARDA, perusahaan yang berkantor pusat di Cambridge, ini memiliki aliansi strategis untuk program pengembangan dengan AstraZeneca, Plc. (Nasdaq: kode saham AZN) dan Merck, Inc. (Nasdaq: kode saham MRK), dan Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (Defense Advanced Research Projects Agency/DARPA), agen Departemen Pertahanan AS.

Perusahaan yang berdiri sejak 2010 dan mulai beroperasi pada 2011 ini juga berkolaborasi strategis dengan Lonza Ltd. untuk memproduksi hingga 1 miliar dosis mRNA-1273 per tahun.

Dari sisi keuangan, posisi kas dan setara kas per kuartal I-2020 dan Desember 2019 masing-masing US$ 1,7 miliar (Rp 25 triliun) dan US$ 1,3 miliar (Rp 19 miliar).

Adapun total pendapatan pada 3 bulan pertama tahun ini mencapai US$ 8,4 juta (Rp 129 miliar), turun tajam dari periode yang sama 2019 yakni US$ 16 juta (Rp 238 miliar). 

Sementara bottom line alias profit, justru Moderna menderita rugi bersih hingga US$ 124,2 juta (Rp 1,8 triliun) pada periode kuartal I ini, dari periode yang sama tahun lalu yang juga rugi US$ 132,6 juta.

CEO Stephane Bancel, ForbesFoto: CEO Stephane Bancel, Forbes
CEO Stephane Bancel, Forbes



Kendati rugi, tapi dalam pernyataan resminya, perusahaan masih punya asupan dana hingga US$ 2,4 miliar atau Rp 36 triliun untuk investasi, termasuk kas US$ 1,7 miliar, dan bentuk hibah dan pembiayaan perusahaan lain mencapai US$ 700 juta. 

Saat ini perusahaan dipimpin oleh CEO Stephane Bancel, orang terkaya nomor 990 di dunia versi Forbes 2020, dengan kekayaan bersih US$ 2,4 miliar (Rp 36 triliun) per 19 Mei 2020. Forbes mencatat dia memiliki sekitar 9% saham perusahaan publik ini dan menjadi CEO pada 2011.

Sebelum bergabung dengan Moderna, Bancel adalah CEO perusahaan diagnostik Prancis, BioMérieux, yang didirikan oleh sesama miliarder Prancis Alain Mérieux.


(tas/sef) Next Article Ini Dia Pemodal Terbesar di Balik Vaksin Moderna

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular