
Internasional
Pegang Saham Moderna, Investor Sudah Cuan 254% Lho
tahir saleh, CNBC Indonesia
22 May 2020 09:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham Moderna Inc sudah melesat 255% sejak awal Januari hingga penutupan perdagangan Kamis (21/5/2020) di Bursa Nasdaq, Amerika Serikat (AS) seiring dengan lonjakan saham dalam sepekan hari terakhir sejak perusahaan biofarmasi ini menyatakan keberhasilan uji coba vaksin corona.
Kendati pada perdagangan Jumat tadi pagi (Kamis waktu AS) harga saham MRNA ditutup minus hingga 8,74% di level US$ 67,05/saham (Rp 999.000/saham), tapi secara year to date saham Moderna melejit 255% dan dalam setahun terakhir harga sahamnya menguat 195,37%.
Kapitalisasi pasarnya kini mencapai US$ 24,9 miliar atau Rp 371 triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$), dengan harga saham tertinggi harian yakni di level US$ 87/saham, dan terendah US$ 11,54/saham dalam 52 pekan terakhir.
Di awal tahun, mengacu data CNBC International, harga sahamnya masih di level US$ 18,89/saham (Rp 281.000/saham) pada 3 Januari 2020, teryinggi US$ 80/saham (Rp 1,19 juta) pada 18 Mei.
Nama Moderna sepekan terakhir memang mendadak menjadi perbincangan pelaku pasar di seluruh dunia. Harga sahamnya di Bursa Nasdaq tiba-tiba melonjak setelah uji coba awal vaksin miliknya menunjukkan hasil menggembirakan dan berhasil menciptakan antibodi Covid-19. Vaksin itu dinamakan mRNA-1273.
Moderna mengumumkan bahwa eksperimen vaksin virus corona mereka menunjukkan hasil positif. Para relawan yang disuntik vaksin ini berhasil membangun antibodi yang melindungi dari serangan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Mulai Maret lalu, Moderna memilih delapan orang dalam eksperimen pengembangan vaksi virus corona. Secara garis besar, vaksin dinilai aman dan para partisipan berhasil membangun antibodi kekebalan terhadap virus corona.
"Ini adalah temuan yang signifikan, meski hanya fase pertama dan baru melibatkan delapan orang. Percobaan ini mempertimbangkan aspek keamanan, bukan hasil," kata Dr Amesh Adaija, ahli penyakit menular di John Hopkins University, seperti dikutip dari Reuters.
Perusahaan pertama kali masuk Bursa Nasdaq pada 6 Desember 2018. Saat itu perusahaan langsung mengguncang pasar dengan menawarkan sebanyak 26,3 juta saham dengan harga penawaran perdana (initial public offering/IPO) di level US$ 23/saham. Dana yang dihimpun melebihi target US$ 600 juta atau Rp 8,9 triliun. Saat itu kapitalisasinya baru US$ 7,5 miliar sebagaimana dikutip biospace.com.
Pada Senin 18 Mei lalu, dalam siaran persnya, manajemen Moderna juga mengungkapkan perseroan melakukan aksi korporasi penerbitan saham baru atau rights issue sebanyak 17,6 juta saham biasa dengan harga US$ 76/saham.
Moderna memberikan opsi kepada penjamin emisi (underwriter) untuk membeli hingga 2,64 juta saham tambahan dengan harga yang sama.
Beberapa investor alias penyandang dana juga cukup beragam, terutama dari pemerintah AS sendiri.
Misalnya pada 16 April 2020, perusahaan mengumumkan tambahan pendanaan dari lembaga pemerintah AS, BARDA, hingga US$ 483 juta atau Rp 7,2 triliun untuk mempercepat pengembangan mRNA-1273. Suntikan dana ini akan mendanai pengembangan mRNA-1273 ke lisensi FDA dan peningkatan proses manufaktur untuk memungkinkan produksi skala besar pada tahun 2020 untuk respons pandemi.
Sebagai informasi, BARDA (Biomedical Advanced Research and Development Authority) atau Biomedis Penelitian Lanjutan dan Otoritas Pengembangan adalah satu divisi dari Kantor Asisten Sekretaris untuk Kesiapsiagaan dan Respons AS (Assistant Secretary for Preparedness and Response/ASPR) di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (US Department of Health and Human Services/HHS).
Selain BARDA, perusahaan yang berkantor pusat di Cambridge, ini memiliki aliansi strategis untuk program pengembangan dengan AstraZeneca, Plc. (Nasdaq: kode saham AZN) dan Merck, Inc. (Nasdaq: kode saham MRK), dan Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (Defense Advanced Research Projects Agency/DARPA), agen Departemen Pertahanan AS.
Perusahaan yang berdiri sejak 2010 dan mulai beroperasi pada 2011 ini juga berkolaborasi strategis dengan Lonza Ltd. untuk memproduksi hingga 1 miliar dosis mRNA-1273 per tahun.
Namun penurunan harga saham pada perdagangan Kamis tersebut salah satunya disebabkan tuduhan bahwa vaksin ini belum efektif. Para ahli menyebut data hasil uji coba keamanan tahap awal vaksin pada segelintir orang itu tidak bisa dipercayai untuk menilai efektivitasnya.
Apalagi saat ini vaksin baru memasuki uji coba tahap awal dan informasi penting lainnya mengenai vaksin belum diungkapkan perusahaan sepenuhnya, sebagaimana dilaporkan CNBC International, Selasa (19/5/2020).
"Berdasarkan informasi yang disediakan oleh perusahaan yang berbasis di Cambridge, Mass, tidak ada cara untuk mengetahui seberapa mengesankan - atau tidak - vaksin tersebut," kata para ahli vaksin saat diminta pandangannya tentang vaksin Moderna oleh STAT.
(tas/hps) Next Article Siapa Investor Kakap di Balik Vaksin Moderna?
Kendati pada perdagangan Jumat tadi pagi (Kamis waktu AS) harga saham MRNA ditutup minus hingga 8,74% di level US$ 67,05/saham (Rp 999.000/saham), tapi secara year to date saham Moderna melejit 255% dan dalam setahun terakhir harga sahamnya menguat 195,37%.
Kapitalisasi pasarnya kini mencapai US$ 24,9 miliar atau Rp 371 triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$), dengan harga saham tertinggi harian yakni di level US$ 87/saham, dan terendah US$ 11,54/saham dalam 52 pekan terakhir.
Nama Moderna sepekan terakhir memang mendadak menjadi perbincangan pelaku pasar di seluruh dunia. Harga sahamnya di Bursa Nasdaq tiba-tiba melonjak setelah uji coba awal vaksin miliknya menunjukkan hasil menggembirakan dan berhasil menciptakan antibodi Covid-19. Vaksin itu dinamakan mRNA-1273.
Moderna mengumumkan bahwa eksperimen vaksin virus corona mereka menunjukkan hasil positif. Para relawan yang disuntik vaksin ini berhasil membangun antibodi yang melindungi dari serangan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Mulai Maret lalu, Moderna memilih delapan orang dalam eksperimen pengembangan vaksi virus corona. Secara garis besar, vaksin dinilai aman dan para partisipan berhasil membangun antibodi kekebalan terhadap virus corona.
"Ini adalah temuan yang signifikan, meski hanya fase pertama dan baru melibatkan delapan orang. Percobaan ini mempertimbangkan aspek keamanan, bukan hasil," kata Dr Amesh Adaija, ahli penyakit menular di John Hopkins University, seperti dikutip dari Reuters.
Perusahaan pertama kali masuk Bursa Nasdaq pada 6 Desember 2018. Saat itu perusahaan langsung mengguncang pasar dengan menawarkan sebanyak 26,3 juta saham dengan harga penawaran perdana (initial public offering/IPO) di level US$ 23/saham. Dana yang dihimpun melebihi target US$ 600 juta atau Rp 8,9 triliun. Saat itu kapitalisasinya baru US$ 7,5 miliar sebagaimana dikutip biospace.com.
Pada Senin 18 Mei lalu, dalam siaran persnya, manajemen Moderna juga mengungkapkan perseroan melakukan aksi korporasi penerbitan saham baru atau rights issue sebanyak 17,6 juta saham biasa dengan harga US$ 76/saham.
Moderna memberikan opsi kepada penjamin emisi (underwriter) untuk membeli hingga 2,64 juta saham tambahan dengan harga yang sama.
Beberapa investor alias penyandang dana juga cukup beragam, terutama dari pemerintah AS sendiri.
Misalnya pada 16 April 2020, perusahaan mengumumkan tambahan pendanaan dari lembaga pemerintah AS, BARDA, hingga US$ 483 juta atau Rp 7,2 triliun untuk mempercepat pengembangan mRNA-1273. Suntikan dana ini akan mendanai pengembangan mRNA-1273 ke lisensi FDA dan peningkatan proses manufaktur untuk memungkinkan produksi skala besar pada tahun 2020 untuk respons pandemi.
Sebagai informasi, BARDA (Biomedical Advanced Research and Development Authority) atau Biomedis Penelitian Lanjutan dan Otoritas Pengembangan adalah satu divisi dari Kantor Asisten Sekretaris untuk Kesiapsiagaan dan Respons AS (Assistant Secretary for Preparedness and Response/ASPR) di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (US Department of Health and Human Services/HHS).
Selain BARDA, perusahaan yang berkantor pusat di Cambridge, ini memiliki aliansi strategis untuk program pengembangan dengan AstraZeneca, Plc. (Nasdaq: kode saham AZN) dan Merck, Inc. (Nasdaq: kode saham MRK), dan Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (Defense Advanced Research Projects Agency/DARPA), agen Departemen Pertahanan AS.
Perusahaan yang berdiri sejak 2010 dan mulai beroperasi pada 2011 ini juga berkolaborasi strategis dengan Lonza Ltd. untuk memproduksi hingga 1 miliar dosis mRNA-1273 per tahun.
Namun penurunan harga saham pada perdagangan Kamis tersebut salah satunya disebabkan tuduhan bahwa vaksin ini belum efektif. Para ahli menyebut data hasil uji coba keamanan tahap awal vaksin pada segelintir orang itu tidak bisa dipercayai untuk menilai efektivitasnya.
Apalagi saat ini vaksin baru memasuki uji coba tahap awal dan informasi penting lainnya mengenai vaksin belum diungkapkan perusahaan sepenuhnya, sebagaimana dilaporkan CNBC International, Selasa (19/5/2020).
"Berdasarkan informasi yang disediakan oleh perusahaan yang berbasis di Cambridge, Mass, tidak ada cara untuk mengetahui seberapa mengesankan - atau tidak - vaksin tersebut," kata para ahli vaksin saat diminta pandangannya tentang vaksin Moderna oleh STAT.
(tas/hps) Next Article Siapa Investor Kakap di Balik Vaksin Moderna?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular