Semoga Corona Kelar Kuartal II! Jika Tidak, Bisa Ambyar Semua

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2020 07:40
RSUP Persahabatan Terima 10 Pasien Pengawasan Corona. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: RSUP Persahabatan Terima 10 Pasien Pengawasan Corona. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/COVID-19) berdampak luar biasa terhadap kehidupan umat manusia. Selain menjadi tragedi kesehatan dan kemanusiaan, pandemi ini juga membuat ekonomi luar biasa berantakan.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 14 Mei 2020 mencapai 4.248.389 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 294.046 orang di antaranya meninggal dunia (tingkat kematian/mortality rate 6,2%).

Dalam waktu kurs dari lima bulan, virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu sudah menyebar ke lebih dari 200 negara dan teritori. Nyaris tidak ada tempat yang aman.


Penyebaran virus yang begitu cepat dan luas ini membuat pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan ekstrem. Pembatasan sosial (social distancing) sampai karantina wilayah (lockdown) diterapkan, yang intinya menganjurkan bahkan memerintahkan warga untuk #dirumahaja. Ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak virus corona yang menyukai kerumunan.

Ketika masyarakat bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, praktis roda perekonomian melambat drastis. Warga hanya bisa melakukan aktivitas dasar (makan, minum, bekerja, tidur) sehingga yang namanya sektor restoran, hotel, perdagangan ritel, transportasi, dan sebagainya seakan mati suri.

Tidak heran angka pertumbuhan ekonomi di berbagai negara pada kuartal I-2020 sangat mengecewakan. Indonesia memang masih bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi 2,97%, tetapi itu adalah laju terlemah sejak 2001.




"Dampak dari penanganan COVID-19 mulai mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi. Konsumsi, investasi, ekspor-impor. Semula kami perkirakan Maret belum kena," kata Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), belum lama ini.

[Gambas:Video CNBC]




Di Indonesia, social distancing diimplementasikan dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). DKI Jakarta adalah yang pertama menerapkan PSBB, dan kini sudah lebih dari 20 daerah yang melakukan kebijakan serupa.

PSBB mengamanatkan sekolah diliburkan, aktivitas perkantoran non-esensial ditutup sementara, dan kapasitas transportasi umum dikurangi. Jadi semakin banyak daerah yang menerapkan PSBB, maka denyut aktivitas ekonomi semakin lemah.


"Penerapan pembatasan sosial akan mengurangi permintaan rumah tangga terhadap barang dan jasa. Dampaknya, pendapatan dunia usaha akan merosot dan berujung ke PHK bahkan kebangkrutan," sebut kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia.

Menurut kajian LPEM, penerapan PSBB di Indonesia akan sangat berdampak kepada mereka yang mengandalkan pendapatan harian. Umumnya adalah orang-orang yang bekerja di sektor informal.

"Sekitar 57% dari angkatan kerja di Indonesia atau 74 juta orang bekerja di sektor informal. Lebih dari 52 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah akan kesulitan memenuhi kewajiban kredit ketika pendapatan menurun," lanjut riset LPEM.


Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien positif corona di Indonesia per 14 Mei 2020 adalah 16.006 orang. Bertambah dibandingkan hari sebelumnya yang berjumlah 15.438 orang.




Seperti yang setiap hari disampaikan oleh Achmad Yurianto, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penularan masih terjadi. Laju penambahan kasus baru belum stabil turun, masih fluktuatif.

Apabila virus corona tidak kunjung bisa dijinakkan, maka PSBB memang belum layak untuk dilonggarkan. Demi melindungi jutaan nyawa rakyat Indonesia, mau tidak mau kuncinya adalah social distancing.

Namun, PSBB harus dibayar dengan harga mahal yaitu penurunan aktivitas ekonomi secara drastis. Dampak penuh penerapan PSBB sepertinya akan terlihat pada kuartal II-2020, karena pada kuartal sebelumnya hanya berlaku kurang dari sebulan.

Oleh karena itu, sepertinya titik nadir, kerak neraka, dari derita ekonomi Indonesia akan terjadi pada kuartal II-2020. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 hanya sebesar 0,4%.

Bahkan ada yang memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi. Moody's Analytics memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 2% pada kuartal I-2020 dan kemudian terkontraksi -3,9% pada kuartal berikutnya. 

Mirae Asset juga memperkirakan terjadi kontraksi pada kuartal II-2020, tepatnya di -1,5%. Konsumsi rumah tangga diramal terkontraksi -1,5%, investasi -4%, dan ekspor -8%. Hanya konsumsi pemerintah yang diproyeksi masih bisa tumbuh di 4,5%.

"Dari sisi penawaran, PSBB menyebabkan perusahaan non-esensial mengurangi operasi, pembatasan transportasi juga menyebabkan tekanan. Dari sisi permintaan, kami memperkirakan masih akan lemah.

"Kami belum melihat kurva kasus Covid-19 di Indonesia sudah melandai. Oleh karena itu, kami meyakini PSBB masih akan berlanjut," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset.



Oleh karena itu, kuartal II-2020 akan jadi penentuan apakah ekonomi Indonesia bisa pulih dengan cepat atau tidak. Pemerintah, BI, dan sejumlah institusi memperkirakan puncak pandemi virus corona di Indonesia akan mencapai puncak pada kuartal II-2020 dan kemudian melandai bahkan menurun.

BI memperkirakan dampak terberat (bottom) dari pandemi virus corona di Indonesia akan terjadi pada April, Mei, sampai pertengahan Juni. Selepas itu kondisi akan mulai membaik sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi. Pada kuartal III-2020, MH Thamrin memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 1,2% dan kuartal berikutnya tumbuh 3,1%.

Proyeksi Mirae Asset pun menunjukkan hal serupa. Pada kuartal III-2020, ekonomi Tanah Air diperkirakan tumbuh 1,5% dan kuartal berikutnya bisa mencapai 4,5%. Sedangkan Moody's Analytics memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 sebesar 3% dan 2,8% pada kuartal berikutnya.


Jika benar badai sudah berlalu pada kuartal II-2020, Morgan Stanley menilai Indonesia akan menjadi salah satu negara yang tercepat bangkit dari hantaman virus corona. Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar.

Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul (karena virus corona berawal dari sana), China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.

Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya eksposur terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.


Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.

Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan lockdown sehingga permintaan domestik juga anjlok. Pukulan ganda ini membuat ekonomi Thailand dkk butuh waktu lebih lama untuk pulih.

Indonesia memang masuk dalam kelompok kedua, bisa pulih relatif cepat. Namun ini dengan asumsi puncak penyebaran corona terjadi pada kuartal II-2020. Kalau puncaknya ternyata mundur, maka Indonesia cs bisa merosot ke kelompok ketiga.

"Sampai saat ini, penambahan jumlah kasus harian di Filipina belum turun lebih dalam sementara di India dan Indonesia belum mencapai puncak. Penerapan pembatasan sosial dalam berbagai bentuk akan berdampak terhadap permintaan domestik," sebut riset Morgan Stanley.

Oleh karena itu, mari bekerja dan berdoa agar penyebaran bisa segera tuntas. Sebab semakin lama kita bergulat dengan virus corona, maka semakin lama pula aktivitas ekonomi bisa di-restart. Ekonomi Indonesia bakal semakin ambyar. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular